"gue nggak bisa milikin lo, tapi gue berhasil jaga lo."
-Jehnam kajendra
"Tidak ku sangka satu hari sebelum aku melamarmu, kamu lebih dulu menikah dengan sahabat ku sendiri."
-Samudra
"Aku terpaksa sebelum mengetahui kenyataannya."
-Azmeal Az-ziyad...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Celosia berjalan sesekali melihat lalu-lalang santri yang hendak pulang, malangnya dirinya yang harus tetap disini mengingat pernikahannya yang akan terlaksana saat liburan bulan ini. Dan celosia yakini ia dipanggil untuk itu.
Kini celosia sudah berada di depan dhalem di teras sana terdapat Gus Azmeal yang melihatnya, celosia memutar bola mata malas.
Saat kakinya hendak melangkah ia tidak sengaja tersandung batu yang cukup besar disana membuat celosia terjungkal kedepan. "Awss..."
"Astaghfirullah." Gus Azmeal bangkit berjalan mendekati celosia. .
"Aduh, kaki gue sakitt." Keluh nata mendudukkan dirinya. Pasti lututnya luka.
"Ya, terserah anda!" Celosia berlalu melewati Gus Azmeal dengan kaki yang sedikit ia seret karena sungguh sakit.
"Assalamualaikum." Celosia masuk tetapi sangat sepi, ini siapa yang memanggilnya kesini arggh.
"Ass-"
"Waalaikumsalam. Mbak celosia, oh iya, mbak dipanggil papanya di ruang keluarga," ujar Ning Karlota membuat nata terheran. Sejak kapan tua bangka itu ada disini?
"Oh baik Ning, terimakasih."
"Iya sama-sama."
Celosia berjalan tertatih kesana dengan rasa malas.
Celosia bisa melihat di ruang keluarga sana hanya ada papanya seorang. Celsoia berjalan mendudukkan tubuhnya di sofa sebrang tanpa berucap.
"Dimana sopan santun mu?!"
"Cepet ngomong, ada apa manggil gue, buang-buang waktu aja." Kesal celosia menatap jengah lelaki didepannya.
Daniel mengeram tertahan. "Pernikahan mu dua hari lagi." Singkatnya.
Celsoia terdiam sejenak mencerna ucapan papanya sebisa mungkin ia tetap pada raut datar. Celsoia berdehem, "Ekhm... Oke." Setelah mengatakan itu celosia bangkit ia rasa itu sudah cukup, ia perlu keluar menjernihkan pikirannya.
Saat celsoia melewati kamar Gus Azmeal yang tidak jauh dari ruang keluarga langkahnya dihentikan sang pemilik kamar.
"Obati."
"Celsoia mendongak melihat sebuah kotak kecil yang Gus Azmeal sodorkan. Mengerti dengan kebingungan celsoia Gus Azmeal berujar, "obati lukamu."
Celsoia mengangkat satu alisnya. "Kenapa peduli?"
"Bukan peduli tapi saya tidak mau mengendong mu saat acara."
"Ck. Makasih." Celsoia menerima kotak itu dan berlalu keluar. Semua orang menyebalkan.
Tujuan celsoia sekarang adalah rumah kaca. Mungkin tempat itu akan menjadi favorit baru.
Saat celsoia hendak membuka knop pintu lahan belakang yang sudah diperbaiki seruan seseorang mengehentikan pergerakannya.
"Celsoia!"
Celsoia menoleh. "Kenapa mas?"
"Kamu mau kemana?" Tanya mas Sam mendekat pada celsoia.
"Oh, mau ke belakang," jawab celsoia sekenanya.
"Bagaimana dengan novelnya?"
Celsoia menerbitkan senyum. "Makasih mas, celsoia suka banget tapi belum dibaca mungkin nanti malem." binar celsoia karena ia sangat suka novel itu walau hanya dilihat dari covernya.
Mas sam juga membalas senyum celosia. "Alhamdulillah Kalau suka. eh kamu tidak pulang?"
"Nggak."
"Tidak di jemput?"
"Nggak mas, celsoia emang niat nggak pulang." Bohong celsoia jika sekiranya ia bisa pulang pasti ia akan pulang walau kedua pilihan antara rumah dan pesantren sama-sama buruk.
"Kalau begitu mas pamit dulu, assalamualaikum." Mas sam berbalik melangkah menjauh namun celsoia kembali memanggilnya.
"Mas! Soal surat yang mau kerumah celsoia itu gimana?!" Seru celsoia.
Mas sam berbalik. "Tidak apa, nanti akan tahu sendiri!"
"Oh oke!"
Setelah itu mereka melanjutkan hidupnya masing-masing.
Celsoia berjalan pelan sesekali mengirup udara siang yang masih sejuk karena disini ditumbuhi pepohonan dan banyak tumbuhan lainnya.
Celsoia membuka pelupuk matanya kala mendengar suara sesuatu dan itu dari sini. Tapi siapa? Bukankah tempat ini jarang di akses kecuali... Keluarga dhalem.
Celsoia berjalan mencari asal suara. Bola matanya membulat melihat pemandangan yang sangat menakjubkan. Ini baru... nikmat tuhanmu manakah yang kamu dustakan?
"Gus Varel, arggh." Celsoia mengigit jarinya sendiri ia tidak bisa menolak pesona Gus Varel yang memanah dengan pakaian santai dan pengaman-pengaman pada Tubuhnya.
Sejauh ini celsoia hanya mendengar rumor-rumor tentang Gus Varel yang suka memanah selain menjadi vokalis namun jarang orang bisa melihat seperti sekarang.
"Ini terlalu tampan, kenapa bukan Gus Varel aja sih yang dijodohin sama gue. ish," ndumel celsoia.
Beberapa detik setelah itu ia mendesah kecewa saat Gus Varel berlalu menyudahi latihannya.
"Huh, padahal asik."
Celsoia berlalu pada tujuan awal untuk ke rumah kaca.
Setelah sampai disana ia duduk di sebuah kursi panjang membuka kotak kecil yang Gus Azmeal berikan. Perlahan celsoia mengobati luka di lututnya sendiri seperti yang lalu-lalu.
Setelah selesai ia duduk merenung menatap kosong hamparan bunga-bunga yang sangat indah itu.
Hingga dering handphone yang ia saku mengacaukan tenangnya.
"Halo?"
"Celsoia, Lo kemana? Kok nggak pulang?"
"Gue masih di pesantren jahannam, gue nggak dibolehin pulang."
"Kok gitu? Jadi kita nggak bisa ngumpul sama Lo? Sampe kapan?"
"Nggak tau, tapi nanti gue bakalan sempetin buat ketemu kalian."
"Gue kangen sama lo, jangan lama-lama."
"Hih, iya-iya."
"Ya udah jaga diri baik-baik."
"Oke sayang babai." Celsoia memutuskan panggilan sepihak sambil terkekeh ia membayangkan wajah terkejut jehnam disana.
Tanpa tau efek apa yang celsoia berikan pada jehnam.
"Huh, gini amat hidup," keluh celsoia menyandarkan tubuhnya.
"Gimana ya hidup gue setelah ini? Setelah nikah? Apa gue bisa nikmatin hidup yang nggak ada nikmat-nikmatnya? Tapi gue nggak mau hamil, nanti aja gue nggak mau ter-repotkan."
Ciiittt...
Pintu rumah kaca terbuka membuat celsoia melihat kearahnya.