😺😺😺
Fanny Delaney, seorang dokter berusia 25 tahun. Gadis yang sering kali ditanya kapan menikah itu sangat mencintai stetoskopnya. Memiliki keluarga yang menuntut kesempurnaan. Meski begitu ia tetap merasakan kebahagiaan. Ia lebih memilih disuru...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Happy Reading
Sebulan berlalu setelah kedatangan Avariella di perbatasan barat, wilayah Florence. Semuanya berjalan dengan lancar sejauh ini, begitu pula restorannya yang mengalami sedikit kendala. Harusnya ia sudah kembali ke ibu kota Duchy Elara. Namun Avariella tetaplah Avariella. Ia tidak ingin kembali.
Hari ini adalah jadwalnya melihat perkembangan restorannya. Ia ditemani oleh Earla dan Osmond, seperti biasanya. Sebelum menuju restoran, ia mengajak berkeliling terlebih dahulu. Seperti ekspektasinya, wilayah Florence adalah wilayah paling indah di Duchy Elara.
Wilayah Florence menggambarkan suasana pedesaan yang masih alami tanpa ada polusi baik dari pabrik maupun mulut manusia. Selama perjalanannya, tidak ia dapati tatapan menghina dan ucapan menyakitkan seperti di tempat tinggalnya dulu. Entah mereka tidak mengenalnya atau tidak peduli, Avariella tidak tau.
Suasana tenang membuatnya semakin betah tinggal di sini. Yang tepenting ia merasa aman, baik dari ancaman kematian maupun ancaman pengekangan. Terkadang ia sempat berpikir untuk kembali, tapi ia tepis dengan perlakuan keluarganya yang ia dapat dari ingatan Avariella. Agaknya Avariella lupa dengan perubahan keluarganya, si kembar yang selalu menyayanginya dan juga Adolf.
Avariella, Earla dan Osmond menyusuri tepian Danau Everlynn. Danau paling indah di Duchy Elara, itu yang dikatakan Osmond. Padahal memang hanya ada satu danau di Duchy Elara, dan itu terletak di perbatasan barat ini. Namun tidak dapat dipungkiri, danau ini memang tempat yang paling bagus di sini.
Avariella memilih duduk di kursi dekat danau sendirian. Sedangkan Osmond dan Earla ia minta untuk mencarikannya makanan. Tidak, itu hanya alasan. Ia memang ingin sendiri saat ini, rasanya amat tenang.
"Gavin, haruskah kita saja yang meninggalkan kerajaan ini? Ayo tinggalkan Osmond dan Earla." Ujar gadis itu pada elang yang bertengger di sandaran kursinya.
"Aku bahkan ragu mereka akan membiarkanku pergi dari sini." Gumam gadis itu.
Pandangan Avariella teralih menatap sekeliling, ia mendengar suara pedang saling bersahutan. Ia menatap cemas ke arah suara itu berasal. Ia tak membawa pedang ataupun panah saat ini. Tidak mungkin pedang akan ia lawan dengan tangan kosong.
"Gavin, bawa Osmond dan Earla kemari. Jangan sampai aku mati untuk kedua kalinya." Ujar gadis itu.
Gavin seolah mengerti dan langsung terbang dari sana. Avariella perlahan mendekati hutan tempat suara itu berasal. Ia menatap dua lelaki berbadan besar tengah berusaha saling melukai.
"Katanya ini adalah tempat paling damai, kenapa bisa terjadi pertarungan?" Gumam Avariella.
Gadis itu berlari mendekat ketika salah satu dari mereka menjauh dari sana. Saat sampai di sana ia melihat lelaki tadi tertusuk di bagian perutnya. Ia memilih tidak panik, Avariella sudah terbiasa melihat darah. Tapi kali ini tidak ada peralatan medis yang bisa membantunya.