😺😺😺
Fanny Delaney, seorang dokter berusia 25 tahun. Gadis yang sering kali ditanya kapan menikah itu sangat mencintai stetoskopnya. Memiliki keluarga yang menuntut kesempurnaan. Meski begitu ia tetap merasakan kebahagiaan. Ia lebih memilih disuru...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kau terlalu dibebaskan, kakak. Mulai saat ini takkan aku biarkan kau menjauh." Suara Elvin mengalihkan perhatian Avariella.
Gadis itu menatap Elvin dalam diam. Tak ada sedikitpun raut jahil dalam wajah pemuda itu. Sepertinya kali ini, mereka benar-benar tidak akan melepaskannya.
Avariella dibuat terkejut saat Adolf menariknya ke dalam pelukan lelaki itu. Gadis itu memilih membalas pelukan itu, hal itu terjadi begitu saja. Jantung Adolf berdebar keras, bahkan Avariella dapat merasakannya. Entah karena marah atau apapun itu, ia tidak tahu.
"Jangan pernah pergi lagi. Aku sudah mengatakan akan mencarimu ke ujung dunia sekalipun." Bisik lelaki itu.
Avariella bergidik ngeri mendengar hal tersebut. Entah apa yang membuat lelaki ini begitu menginginkannya. Jika suatu saat nanti ia mempunyai kesempatan untuk kembali ke dunia asalnya, apa yang akan dilakukan oleh Adolf? Apakah dia akan mengejar Avariella ke dunianya?
"Jawab, Ava." Geraman lelaki itu membuat Avariella tersadar.
"Aku hanya ingin bebas." Gumam Avariella.
"Sayang sekali, kau akan kukurung setelah ini." Kekeh lelaki itu pelan.
Avariella hendak menjauh dari lelaki itu. Namun pergerakannya ditahan oleh Adolf. Beberapa saat setelahnya ia ditarik masuk ke dalam pelukan pemuda bernetra pink, Ervins. Pemuda itu memeluknya dengan sangat erat. Avariella mendongak menatap wajah dingin adiknya itu.
"Kau marah, adik?" Tanya Avariella pelan.
"Kakak akan meninggalkanku juga?" Tanya Ervins dengan suara bergetarnya.
Avariella mengusap punggung yang sedikit melebar dari tahun lalu itu. Berharap usapan tangannya dapat menenangkan kemarahannya. Namun yang Avariella dapat adalah bahunya terasa basah. Pemuda itu tengah menangis setelah membenamkan wajahnya pada pundak Avariella.
"Jangan pergi lagi, kakak." Ujarnya terisak pelan.
"Hei, jangan menangis!" Seru Avariella panik.
Bukannya berhenti, Ervins malah mengeraskan suaranya. Pemuda itu benar-benar meluapkan perasaannya sekarang. Ervins terlepas dari pelukan Avariella ketika Elvin menariknya. Pemuda bernetra sama dengan Avariella itu menatap adik kembarnya kesal.
"Cengeng sekali." Ketus pemuda itu.
Elvin beralih memeluk Avariella yang tampak heran dengan kelakuannya. Avariella terheran-heran dengan perlakuan orang-orang terdekatnya itu. Sesuka hati mereka saja memeluk dirinya.