Lelaki itu menatap lekat gadis yang tengah terlelap dihadapannya. Mata nya terpejam cukup lama tanpa terusik sedikitpun. Sesekali ia mengerutkan dahi nya, entah apa yang ia lakukan dalam bunga tidurnya.
Hatinya meringis melihat kedua pipi Kinara yang memerah akibat beberapa kali terkena tampar oleh dirinya sendiri. Dengan amat hati-hati ia mengompres kedua pipi gadis itu selagi sang empu sibuk di alam bawah sadarnya.
Tak berselang lama kemudian Kinara pun terbangun.
"Hai.." sapa Jean dengan senyum manisnya.
Kinara terdiam sesaat menatap senyum lelaki dihadapannya. Entah bagaimana lelaki itu bisa tersenyum setelah melihat kondisinya yang begitu kacau balau.
"Hai, Je." balas Kinara kemudian.
"Laper ga? gw masakin bubur manado mau?" lelaki itu berbicara seolah tak ada yang terjadi.
Gadis itu mengerutkan dahi nya, "Bubur manado?"
Jean menganggukkan kepalanya, "Tiap bunda sakit, dia paling suka bubur manado buatan gw. Katanya bikin nafsu makannya ningkat, pokoknya enak deh gw jamin. Mau ya coba?" Jean benar-benar antusias mempromosikan keahliannya dalam memasak bubur manado. Untungnya Kinara mengiyakan tawarannya meski sempat berpikir sesaat.
"Yaudah bentar, gw buatin dulu ya."
Saat Jean hendak pergi tiba-tiba lengannya tertahan. Kinara menahannya untuk pergi.
"Kenapa? butuh sesuatu?" tanya Jean.
Gadis itu menegakkan tubuhnya lalu dengan ragu merentangkan tangannya. Memberi isyarat yang ia yakini dapat Jean pahami dengan mudah.
Sesuai dugaannya, tak butuh waktu lama bagi Jean memahami maksudnya. Ia meletakkan handuk kecil dalam genggamannya di atas meja samping tempat tidur lalu mendekat dan merengkuh tubuh gadis itu.
"Good job ra.." Jean tersenyum tipis seraya memberikan usapan lembut pada pundak Kinara. Ia menghela nafas lega mendapati Kinara yang tak lagi berusaha menutupi luka nya.
"Harusnya lo ga disini." ucap Kinara kemudian.
"Harusnya lo ga liat itu semua, Jean."
Jujur saja, tak ada seorang pun di dunia ini yang mau menunjukkan sisi rapuh nya dihadapan orang yang disukai. Namun Jean melihat lebih dari yang bisa ia kendalikan. Kinara merasa sangat rendah, malu, dan tak sanggup menatap lelaki itu.
"Harusnya gw dateng lebih cepet." timpal Jean.
"Sorry ra. Sorry banget gw telat.." lelaki itu mengeratkan pelukannya, memberi kenyamanan yang kembali mengundang tangis gadis dalam dekapannya itu.
Kali ini tangisannya jauh lebih tenang, dan tak menimbulkan bising. Namun terasa lebih menyakitkan.
Jean memang bukan seseorang yang tumbuh besar bersama Kinara. Ia bukan lelaki tanpa cela layaknya pangeran yang hidup dalam negeri dongeng.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFABLE
JugendliteraturJean dan Kinara akan memperkenalkan kalian pada sebuah takdir yang begitu kejamnya merusak kebahagiaan dua orang remaja yang hanya ingin bahagia bersama.