35. Permintaan Adiba

168 31 5
                                    

Walcome My Story
.
.
Janlup Dua Hal, Vote dan Komen ya Seng!!!

Nina membuka pelan pintu kamar setelah hampir seharian di rumah sakit menjenguk Adiba. Jika boleh jujur ini juga kesempatan untuknya bisa bicara bersama Mahesa. Senyum Nina kembali merekah, dia merasa seperti anak remaja yang merasakan kasmaran. Gadis berkacamata ini membaringkan tubuhnya diatas kasur menatap fokos kearah langit-langit kamar.

Disela lamunannya, Denis masuk dan ikut duduk disamping Nina sambil memakan resol sisa jualan Mamanya.
Denis masih penasaran dengan Bibi dan Pak Gurunya tadi.

"Bi Nina sama Pak Mahesa pacaran ya," tanya Denis.

Nina bergegas bangkit dari rebahannya, dia menyentil hidung Denis dengan pelan.

"Lain kali kalau ngomong gini gak perlu dihadapan Mahesa, siapa tahu dia risih nantinya," tegas Nina.

Denis berdecih.

"Umur kalian ini sudah tua tapi masih aja seperti anak remaja, Pak Mahesa juga gak risih tuh dekat sama Bibi, kalau Bibi suka bilang aja, urusan diterima atau gak itu urusan belakang," ceramah Denis.

Nina menghela napasnya, dasar bocah satu ini!!

"Bibi pernah bilang suka sama Mahesa saat di SMA tapi waktu itu dia malah gak respon ucapan Bibi dan hal yang sama akan terjadi kembali jika Bibi lakukan hal yang Kamu ucapkan tadi,"

Denis menghentikan aktivitas menguyahnya, dia menatap tidak percaya atas ucapan Bibinya ini. Denis baru tahu cerita ini loh!!

Mama Denis masuk dan meletakkan cucian setumpuk yang sudah dia angkat dari jemuran untuk Nina lipat rapi.

"Kamu gak usah sok ngasih ceramah tentang kisah hidup Bibi Kamu Denis," peringat Mama Denis kepada anak gadisnya ini.

"Dasar keluarga aneh, yang satu tidak bisa move on dari manusia yang sudah dibawah tanah dan satunya gak bisa move on dari manusia modelan Pak Mahesa," gumam Denis.

Kakak Nina itu tertawa geli mendengar gumaman Denis.

"Saat Kamu merasakan jatuh cinta nanti, Mama yakin Kamu juga gak jauh beda dari Kami atau bahkan lebih parah," ledek sang Mama.

"Enak aja, Denis beda sama kalian berdua ya," jawab Denis julid.

Nina tersenyum simpul, dia membenarkan kacamatanya yang hampir melorot.

"Gimana tempat Kamu kerja Nin, nyaman kan?"

"Lumayan Kak, Aku juga udah biasa sendiri, jadi gak papa, selagi ngehasilin duit udah aku jalanin aja,"

"Kamu disini aja sama Kakak dan Denis, gak usah nikah Nin,"

"Tapi kalau Mahesa yang lamar, Nina gak akan bisa nolak,"

"Oh Kakak baru sadar, jadi Mahesa itu yang Pak Guru Denis yang waktu itu?"

Nina mengangguk, Mama Denis juga ikut mengangguk.

"Tapi kalau untuk sekarang Nina mau kerja dulu sampai bisa nabung buat Denis kuliah," ungkap Nina tulus.

Awalnya Denis ingin sekali menghujat adik dan Kakak ini namun setelah mendengar ucapan Nina, dia mengurungkan niatnya dan mengalihkan pandangannya ketempat lain.

"Pembicaraan orang dewasa memang aneh," ucap Denis.

"Bagaimana pun Kamu itu paling penting bagi Kami berdua Denis, bagi Mama dan juga Bibi Nina, bahagia Kamu itu jauh lebih penting," ungkap Mama Denis.

"Kalian kenapa sih aneh banget!" Denis keluar dari kamar karena dia tidak ingin ketahuan terharu!!

Nina dan Kakaknya melontarkan tawa bersama-sama, seketika suara teriakan Denis yang kesal menggema seisi rumah.

Dibagian bumi lain, Mahesa tampak sibuk memesan makanan dengan Satya sedangkan Reyhan tengah bersama Adiba dengan adik bayi dipangkuan pria itu. Ini kali pertama Adiba bertemu adiknya setelah dia dipastikan sudah dalam keadaan membaik.

Mawar tersenyum kecil melihat betapa antusiasnya Adiba dengan adiknya itu, tangannya kembali sibuk mengurus barang-barang karna dia hari ini sudah diperbolehkan pulang.

"Abi, jari adik kecil banget," kekeh Adiba.

Reyhan tertawa pelan mendengar ucapan Adiba.

"Humaira juga punya jari kecil tuh," tunjuk Abi.

"Gak, jari adik lebih kecil dibandingkan jari Diba," balas Adiba menunjukkan sepuluh jarinya.

Karena hal itu, Reyhan tidak dapat lagi membendung tawanya. Adiba juga ikut tertawa meski dia sendiri agak bingung kenapa Abinya ketawa ya?

Adiba perlahan menyentuh tangan mungil itu hingga dia terpekik kaget saat jari adiknya itu memegang erat telunjuk Adiba.

"Abi, jari adik-"

"Sepertinya Adik Humaira tidak mau pisah dari kakaknya neh," balas Reyhan.

Adiba mengangguk mengiyakan dengan tatapan yang masih fokos dengan tangannya. Dia beralih kearah Mawar.

"Ma, Diba ikut pulang juga ya, Diba udah sehat kok Ma, Diba gak mau pisah dari adik," ucap Adiba lalu kembali beralih ke Reyhan.

"Abi bolehkan ya, Diba gak suka disini, Diba udah sehat kok Abi," mohon Adiba.

Reyhan melihat kearah Mawar yang hanya diam, dia juga bingung harus jawab apa?

"Baiklah, Abi akan bicara dengan dokternya, tapi kalau Humaira masih belum dibolehkan, nurut kata dokter ya," ucap Reyhan lembut.

"Iya, Diba janji,"

"Baiklah Humairanya Abi," gemes Reyhan.

"Abi terima kasih banyak," ucap Adiba.

"Apapun untuk Humaira, selagi Abi bisa kasih pasti akan Abi usahakan,"

Adiba tersenyum, dia menunduk sebentar lalu kembali mendongak menatap kearah Abi nya yang selalu menampilkan wajah tersenyum dengan mata yang terus melihat kearah Adiba.

"Abi, kalau Diba boleh egois, Abi tinggal disini lagi ya, Diba gak mau pisah dari Abi lagi," ungkap Adiba yang sedari tadi terus dia tahan.



"Abi, kalau Diba boleh egois, Abi tinggal disini lagi ya, Diba gak mau pisah dari Abi lagi," ungkap Adiba yang sedari tadi terus dia tahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hallo, maaf ya baru update lagi. Lagi sibuk sama kehidupan nyata sih dan cerita ini gak ada part draf lagi, jadi gak bisaa update deh. Sorry ya!! Sayang kalian semua hehe

TIGA PAPA MUDA (SEQUEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang