Perhatian

230 63 5
                                    

"Mama nanti jangan lupa ya, pulangnya beli croissant yang waktu itu aunty Nadia bawa. Mama ingat nggak?"tanya Mentari

Nayara mengangguk. Ia tidak akan pernah lupa dengan kesukaan anaknya. Nayara sudah kembali ke rumahnya kemarin dan hari ini ia juga akan mulai pergi bekerja, di rumah ini kebetulan ada Nadia yang rela mengambil cuti hanya karena untuk dirinya. "Iya Nak, nanti Mama belinya. Bekal sudah dibawa belum?"

"Sudah Mama.."

Nayara mengulurkan tangannya karena Mentari hendak menyalaminya. Pagi yang cerah hari ini dengan kondisi tubuh yang jau lebih membaik. Nayara menarik napas dalam ketika mbak Ayi dan Mentari mulai berpamitan. "Ra kok banyak jalan sih, istirahat dulu coba." Kata Nadia dari dalam sana.

"Orang sudah nggak apa-apa kok, jangan khawatir Nad.." Nayara menenangkan sahabatnya, "Sarapan gih, aku buat bubur ayam hari ini permintaan tuan putri Mentar." Suruh Nayara

"Nggak mau makan sebelum mukul si galih, bisa-bisanya sudah punya pasangan tapi nggak terbuka dan membiarkan kesalahpahaman ini." Ucapnya tersungkut-sungut.

"Sudahlah nggak usah dibahas lagi, skip aja. Im okay, Mentari okay. Jadi nggak perlu lagi melakukan hal apa pun, sekarang beri jarak dan batas. Itu saja." Nayara menarik tangan Nadia untuk segera duduk di meja makan. Masih ada waktu dua jam sebelum berangkat ke kantor.

Betapa paniknya Nadia setelah tahu sahabatnya masuk rumah sakit, ia langsung mengajukan cuti karena ia sekarang dipindah tugas ke gudang Bandung. Suwiran ayam dan daun bawang sepertinya berhasil menggoda perutnya, ia menarik kursi lalu membuka tutup panci untuk mengambil buburnya.

Masakan Nayara selalu menarik perhatiannya, perempuan itu pintar sekali memasak. Mari lupakan sejenak soal Galih karena ia lapar. "Enak sekali Mama..." puji Nadia

Nayara terkekeh. "Lebay! Benaran enak kan?" Nayara memastikan

""Iya benaran enak Mama..."

Nayara berdecak kesal. Ia sudah selesai sarapan pagi dan keduanya akan berpisah karena Nadia harus kembali ke Bandung hari ini, masa cutinya sudah berakhir. "Galih ada chat?"

Nayara mengangguk. "Ada kemarin malam. Tanya sudah pulang apa belum. Terus aku balas sudah."

"Sudah blok sosmed ceweknya?" Tanya Nadia lagi

"Sudah kok, aku ngeri sih kenapa ceweknya marah karena kedekatan Mentari dan Galih. Kalai memang berlebihan tinggal bilang aku dan nggak perlu sebegitunya bilang kalau status Mentari nggak jelas. Mau gimana pun Mentari lahir dengan nasab ayahnya." Jelas Nayara

Nadia mengusap bahu Nayara, "Dan kamu juga perempuan baik, tidak sehina yang dikatakan mereka."

Nayara mengangguk. "Cuman memang nasibnya kurang baik. Sudahlah jangan bahas, lebih baik sarapan lalu ke kantor. Nggak enak ninggalin kerjaan lama-lama." Kata Nayara

"Dasar! Padahal bisa istirahat dua hari lagi."

"Nggak ah, nanti Mentari nggak ada jajannya Aunty..."

"Tenang adalah, kan Aunty Nadia crazy rich Bandung." Kekeh Nadia

Tawa keduanya menghiasi ruangan makan. Setidaknya kehadiran Nadia bisa membuat Nayara terhibur.

***

Kembali ke kantor dan ia sudah disambut teman-temannya yang turut senang dengan kesembuhan Nayara, ia merasa terharu sendiri karena betapa pedulinya mereka dengan Nayara. Sebenarnya saat di rumah sakit ingin sekali melihat Nayara tapi ia melarang karena menurutnya kondisi Nayara sudah membaik.

"Gimana kerjaan aku, Mas?" Tanya Nayara pada mas Fadil— pengganti tim sosial media saat Nayara sakit.

"Aman Ra, sudah kita handle. Tanggal kembar juga dipegang Riska. Bos juga ngasih bonus, tenang aja sudah. Kesehatan lebih penting." Jelasnya

BloomingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang