20. Confess dan Penolakan

40 28 0
                                    

"Let Her Go" - Passenger


Dua hari setelah ulang tahun Anna, suasana kampus kembali normal. Vicky duduk di kantin bersama Yura, sambil tertawa membicarakan kesan-kesan mereka tentang ulang tahun Anna yang berlangsung secara virtual. Meski berbeda negara, Anna sangat senang dengan kado scrapbook yang disusun Jake dan sahabat-sahabatnya.

Namun, perhatian Vicky hari itu seringkali terusik oleh satu hal: Riki. Seminggu terakhir, Vicky menyadari bahwa Riki mulai muncul di banyak tempat, seolah sengaja mengatur jadwal supaya bisa bertemu dengannya. Ia memang perhatian dan baik, tapi Vicky tahu hatinya telah dimiliki Ben.

Di tengah obrolan hangatnya dengan Yura, Riki tiba-tiba muncul di hadapan mereka.

“Kak Vicky, bisa ngobrol sebentar?” tanyanya, suara Riki terdengar lebih serius dari biasanya.

Yura melirik Vicky dengan tatapan penuh arti dan berbisik, “Gue tunggu di kelas ya, Vik.”

Vicky tersenyum dan mengangguk, lalu berdiri, mengikuti Riki ke sudut kantin yang agak sepi.

---

Di sudut kantin, Riki tampak menghela napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan keberanian. Vicky memperhatikannya dengan sabar, meskipun ia sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan oleh Riki.

“Kak Vicky…” Riki mengawali, menatap Vicky dengan tatapan tulus. “Aku… udah lama suka sama kamu. Dari pertama kali liat, aku selalu ngerasa nyaman kalau kamu ada di sekitar.”

Vicky hanya tersenyum, mencoba menghargai keberanian Riki. “Rik…”

Riki melanjutkan, “Aku tau mungkin Aku nggak sepantaran kamu, atau sehebat senior-senior kakak yang lain. Tapi aku yakin, aku bisa bikin kakak bahagia.” Ia berkata dengan penuh keyakinan, matanya berbinar penuh harap.

Vicky tersenyum tipis, lalu menghela napas. Ia menghargai Riki yang selalu baik, tapi ia juga tak ingin memberikan harapan palsu.

“Riki,” Vicky memulai dengan nada lembut, “gue sangat menghargai perasaan lo, dan gue seneng punya teman yang perhatian seperti lo. Tapi… hati gue udah ada yang punya.”

Riki tampak terdiam, tapi ia tetap berusaha tersenyum meskipun terlihat jelas kekecewaan di wajahnya.

“Lo pasti tau, kan, tentang Ben?” lanjut Vicky sambil menatapnya penuh empati.

Riki menunduk sejenak, lalu mengangguk. “Iya tau, Kak. Cuma, aku pikir… mungkin aku bisa ngubah perasaan kamu.”

Vicky tersenyum lembut, menepuk bahu Riki dengan penuh penghargaan. “Riki, lo orang yang baik, tulus, dan punya banyak hal yang bisa dibanggain. Gue yakin lo akan menemukan seseorang yang tepat, yang bakal ngeliat lo dengan cara yang spesial, sama seperti perasaan lo ke gue sekarang.”

Riki mengangguk, meskipun ada kesedihan di matanya. “Terima kasih, Kak Vicky. Aku ngerti. Setidaknya, aku lega udah ngomong langsung sama kamu.”

Vicky tersenyum sambil menepuk bahunya sekali lagi. “Kita tetap teman, kan?”

Riki mengangguk, kali ini dengan senyuman yang lebih ikhlas. “Pasti, Kak. Aku janji, nggak ada yang berubah.”

---

Setelah obrolan singkat itu, Vicky kembali duduk di meja bersama Yura, yang langsung memasang tatapan penasaran.

“Gimana? Ngaku, ya?” goda Yura.

Vicky tertawa kecil. “Iya, akhirnya dia ngaku juga.”

Yura tertawa sambil menghela napas lega. “Kasihan juga ya dia. Tapi gue yakin, lo jawabnya pasti bijak.”

Vicky tersenyum, menatap jauh ke arah tempat Riki duduk. “Gue cuma nggak mau dia salah paham, biar nggak ada yang sakit hati lebih jauh. Riki itu baik, cuma… gue udah sayang Ben.”

Yura mengangguk setuju, menepuk bahu Vicky. “Lo emang selalu tau gimana caranya bersikap bijak, Vik.”

Vicky hanya tersenyum, merasa lega telah jujur dengan Riki tanpa harus menyakiti hatinya lebih dalam. Dia tahu, ini adalah keputusan terbaik bagi mereka berdua.

---

Keesokan harinya, kabar tentang pengakuan Riki kepada Vicky rupanya sudah menyebar di antara teman-teman Vicky. Mahesa, Jay, Liza, dan Reina langsung berkumpul di taman kampus tempat Vicky dan Ben biasa nongkrong. Mereka semua penasaran dengan reaksi Ben, yang dikenal protektif terhadap Vicky.

Ben datang bersama Vicky, dan begitu mereka bergabung, semua mata langsung tertuju pada mereka berdua.

---

Jay, yang paling tidak bisa menahan keingintahuannya, langsung bertanya sambil terkikik, “Jadi, gimana rasanya punya junior yang terang-terangan naksir pacar lo, Ben?”

Ben hanya mengangkat bahu dan tertawa kecil. “Santai aja, bro. Gue percaya sama Vicky.”

Liza, yang duduk di samping Reina, melirik Vicky dengan senyum jahil. “Tapi pasti ada sedikit rasa cemburu, kan, Ben? Masak lo nggak terganggu?”

Vicky tertawa, menggandeng tangan Ben seolah untuk meyakinkan teman-temannya. “Ya nggaklah. Ben tau kok gue udah bilang semuanya dengan jelas ke Riki.”

Mahesa mengangguk penuh pengertian. “Lo keren banget, Vik.”

Vicky tersenyum sambil menghela napas. “Riki itu anak baik, cuma mungkin dia salah paham. Gue pikir lebih baik gue kasih penjelasan yang jujur daripada bikin dia sakit hati lebih jauh.”

Jay masih belum puas dan mencoba mengorek lebih jauh. “Tapi Ben, jujur aja deh, masa lo nggak sedikit pun khawatir?”

Ben tertawa kecil dan menatap Vicky dengan penuh sayang. “Cewe gue ini anaknya emang bandel dan nyebelin, tapi gue tau Vicky pasti ingat batasan, dan gue juga nggak mau bikin situasi jadi aneh. Kalo gue reaktif, malah bisa bikin Riki makin nggak enak.”

Reina yang dari tadi mendengarkan akhirnya menimpali, “Lo beneran bijak banget, Ben. Gue aja mungkin kalau di posisi lo udah ngomong langsung ke Riki, hahaha.”

Liza ikut mengangguk sambil tersenyum. “Iya, kayaknya emang Ben sama Vicky ini pasangan yang paling bisa saling percaya.”

“Padahal, dulu kaya Tom and Jerry, kapan-pun dan dimana-pun selalu ribut.” balas Jake dengan sedikit kekehan.

Vicky menggenggam tangan Ben erat-erat sambil tersenyum. “Ya kan, kita sama-sama udah kenal lama. Lagian, Riki tuh masih muda. Dia pasti bakal nemu orang yang lebih cocok buat dia.”

---

Dengan senyum tulus, mereka semua melanjutkan percakapan santai dan bercanda bersama. Persahabatan mereka terbukti lebih kuat daripada perasaan sesaat, dan mereka tahu bahwa kepercayaan serta komunikasi yang jujur adalah kunci agar semuanya tetap harmonis.

B E R S A M B U N G

Friends, Fun, and ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang