Karena perbuatan kakaknya menggelapkan uang perusahaan, Asha terpaksa mengorbankan diri menjadi teman tidur Dave, atasan kakaknya yang sangat tampan tapi arogan.
Demi melindungi kakaknya dari ancaman masuk penjara, Asha merelakan kegadisan dan harga...
Asha yang sedang duduk melamun sambil memainkan rambut panjangnya, terkejut saat mendengar seseorang memanggil namanya.
Ia mendongak dan seketika senyum manis mengembang di wajah cantiknya saat melihat siapa gerangan yang datang.
"Sha, jalan-jalan, yuk," ajak Hendrik sambil duduk di sudut meja kasir.
"Ke mana?" tanya Asha sambil mengerut kening. Sudah dua minggu mereka tidak bertemu karena Hendrik bekerja di Tanjung Pinang dan baru pulang ke Batam bila akhir pekan tiba. Itu juga tidak setiap akhir pekan, terkadang dia tidak pulang, seperti minggu lalu.
Asha dan Hendrik sudah berteman akrab sejak SMA. Mereka seumuran. Di usia yang baru menginjak dua puluh tiga tahun, mereka sama-sama belum pernah pacaran.
Asha tidak tahu, apa yang membuat Hendrik betah sendiri. Padahal sejak dulu, selalu saja ada wanita yang ingin menjadi pacarnya. Bahkan, pernah ada yang nekad mengajaknya berkencan di depan Asha.
"Makan jagung bakar," kata Hendrik sambil tersenyum manis.
"Oke, aku juga sudah lama tidak makan jagung bakar."
Hendrik tersenyum senang menyambut jawaban Asha. "Oh ya, Sha, mulai minggu depan aku akan menetap di Batam."
Asha menatap Hendrik dengan mata berbinar senang. "Serius?"
"Iya, Sayang. Dipindahkan ke kantor pusat di Batam," jelas Hendrik dengan senyum yang masih terus menghias wajah.
Asha tersenyum ceria. Bila Hendrik kembali ke Batam, itu artinya ia tak akan kesepian lagi. Persahabatan mereka sungguh unik. Asha berteman akrab dengan Hendrik, dan panggilan 'Sayang' itu sudah ia dengar sejak di bangku SMA.
Tanpa menunggu lama, Asha menutup toko dibantu oleh Hendrik. Sudah pukul sembilan malam, ia tidak akan rugi menutup toko satu jam lebih awal demi mendapat suasana perbukitan dengan pemandangan lampu-lampu kota Batam yang indah.
Tidak sampai sepuluh menit, Asha dan Hendrik sudah duduk berdua sambil menikmati jagung bakar rasa pedas manis dan asin manis di atas perbukitan di pinggir jalan Yos Sudarso. Lampu-lampu kota Batam yang indah berkerlap-kerlip di bawah sana, menyajikan pemandangan yang sangat memikat.
Di sepanjang jalan, berderet beberapa penjual jagung bakar yang khusus dijual pada malam hari saja.
Embusan angin segar bertiup sepoi-sepoi, membelai rambut panjang Asha yang tergerai. Sesekali Asha menyentuh beberapa helai anak rambut yang menutupi wajahnya.
Sambil menikmati jagung bakar, Asha dan Hendrik saling bertukar pandang dan tersenyum. Bukan tatapan mesra. Hanya sebagai teman.
"Kak Deo masih kerja di kantor lama, Sha?" tanya Hendrik sambil mengunyah jagung bakarnya yang sudah disisir oleh penjual.
Teringat kakaknya, seketika rasa sedih menyapa Asha. Raut wajahnya yang tadi ceria berubah mendung. "Sudah berhenti. Di kantormu ada lowongan?" tanya Asha ringan sambil menyuap jagung bakar ke mulut menggunakan sendok. Sebisa mungkin menyembunyikan nada sedih dalam suaranya.
"Ada. Tapi di Tanjung Pinang, Sha. Yang di sini aku kurang tahu."
Asha mengangguk mengerti. Maukah kakaknya bekerja di Tanjung Pinang? Nanti begitu pulang, ia akan segera bertanya.
Saat sedang berpikir, mata Asha liar berkelana ke mana-mana. Seketika dadanya berdebar saat matanya menangkap sesosok yang sangat dikenalnya. Seorang pria tampan dengan tubuh gagah duduk tidak jauh dari mereka dan sedang menatapnya tajam.
Secepat kilat Asha mengalihkan pandangannya dan menatap lampu-lampu di bawah sana.
Meski sudah berusaha tidak memedulikannya, tapi tetap saja, sudut mata Asha terus mengerling ke arah pria itu. Sedangkan pria itu terus menatapnya dengan wajah yang terlihat memerah dan rahang menegang.
"Coba, Sha, rasa asin manis," kata Hendrik sambil menyuapkan jagung bakar menggunakan sendok ke mulut Asha.
Asha tersenyum kaku dan membuka mulutnya untuk menerima suapan dari Hendrik.
"Rasanya tak pernah bosan duduk di sini sambil makan jagung bakar," ujar Hendrik sambil menatap ke bawah bukit, pada cahaya lampu-lampu kota.
Asha mengangguk. Sudut matanya kembali melirik sosok tampan itu.
Sosok itu masih terus menatapnya dengan sorot mata yang semakin tajam, membuat dada Asha berdebar tidak menentu.
***
bersambung... Vote dan komen ya, kawan2. Thank you.
Love, Evathink - IG : evathink
Repost, 22 maret 2019
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Versi tamat (+EKSTRA PART/EPILOG) cerita ini tersedia versi ebook di GOOGLE PLAY BUKU
Btw, cek play buku kalian ya. Untuk yang beruntung, dapet voucher Rp. 40.000 (Lumayan buat beli ebook karya Evathink)
>> Sebagian besar pengguna baru(gmail baru) mendapat promo ini, tapi ada juga yang tidak dapat.
Ebook bisa dibeli pake GOPAY, pulsa, or CC DC
____________________________________
Note : cerita akan dilanjutkan di wattpad sampai TAMAT ____________________________________