Asha membuang muka dan kembali menatap layar ponsel. Debar yang menyentuh dadanya semakin menggila. Ia tidak tahu apa yang salah dengan dirinya. Dengan pria yang tidak ia sukai pun, dadanya masih bisa bergemuruh seperti ini.
"Ayo!" ucapnya singkat.
Asha pura-pura tidak mendengar ajakan Dave. Ia tahu apa maksud pria itu. Dave pasti ingin mengajaknya mengulang kembali kejadian seminggu lalu. Menikmati tubuhnya.
"Kamu tuli?"
Terdengar suaranya mulai kesal. Asha hanya diam. Kejadian malam itu masih membekas kuat di hatinya. Bahkan masih terasa hingga saat ini.
"Aku ingin kamu menginap di rumahku malam ini!" kata Dave lagi.
Menginap? Ah, iya. Seminggu lalu Asha berkeras tidak mau menginap di rumah Dave yang terletak di kawasan perumahan mewah di bilangan Batam Center. Meski saat itu Dave menunjukkan tatapan penuh ancaman, Asha tetap nekad pulang.
Dengan langkah terseok dan tertatih menahan perih di pusat dirinya, Asha keluar dari rumah Dave. Ia tidak mau siang malam menjadi budak nafsu pria cabul tersebut. Waktu itu sudah tidak ia pikirkan lagi bila pada akhirnya Deo akan dilaporkan ke polisi. Yang Asha rasakan hanyalah kesedihan yang sangat mendalam karena telah menyerahkan satu-satunya miliknya yang paling berharga pada pria yang sama sekali tidak dikenalnya.
Asha mengangkat wajah mendengar kalimat Dave. Ditatapnya wajah tampan berhidung mancung itu.
Asha memperkirakan usia Dave mungkin sudah kepala tiga. Wajahnya terlihat dewasa, dan... sangat menarik!
Tanpa sadar Asha menggeleng kepalanya sekilas. Mulai merasa gila dengan pikirannya yang tak terkendali. Bukankah tadi ia merasa sangat tidak menyukai Dave? Bagaimana mungkin sedetik kemudian ia bisa berpikir bahwa lelaki itu menarik?
Dave menatap Asha dengan raut wajah tidak sabar. Keangkuhan tergambar jelas di wajah tampannya yang berkulit sedikit gelap.
Asha menggerutu dalam hati. Dave bersikap sesukanya. Mengajaknya untuk berhubungan intim kapan pun pria itu mau, seolah Asha adalah miliknya.
Asha tidak pernah merasa punya keterikatan pada Dave selain ia terpaksa demi menyelamatkan kakaknya.
Asha sudah kehilangan kegadisannya, dan baginya itu sudah cukup. Ia tidak mau lagi menjadi alat pelampias nafsu Dave. Lelaki itu sudah mendapatkan apa yang ia mau. Bahkan dengan licik, tanpa pelindung atau apa pun, Dave menyatukan tubuh mereka. Sejak awal, Asha telah memintanya menggunakan pelindung. Asha tidak mau dihamili olehnya.
Dave menyetujui. Tapi saat mereka tenggelam dalam pusaran gairah yang panas membara, Asha melupakan kenyataan bahwa Dave tidak memakai pelindung. Ia baru menyadarinya setelah badai kenikmatan itu mereda. Asha jengkel, mengganggap Dave tidak menepati perkataannya.
Tapi pria berengsek tetaplah berengsek. Dave acuh tak acuh saat Asha mengeluarkan kekesalan hatinya. Pria itu justru terlihat puas bisa membuat Asha tersudut dan gusar.
Asha tahu ia terlihat seperti wanita murahan. Awalnya ia terpaksa untuk melayani Dave. Tapi pandainya Dave mencumbuinya, membuat ia larut dalam belaian asmara. Asha merasa terbang dan... puas!
"Untuk apa?" tanya Asha ketus. Semestinya ia tak perlu bertanya karena sudah tahu jawabannya.
Mata mereka beradu. Dave juga menatap Asha dengan kesal.
"Untuk apa lagi? Ayo cepat!"
Asha bergeming. Tidak sudi menjadi teman tidur Dave malam ini. "Aku sedang haid," Asha berbohong dengan acuh tak acuh. Ia berdiri dan berjalan menuju rak yang memajangkan novel-novel.
Asha meraih salah satu novel roman terjemahan, dan berpura-pura membacanya dengan penuh minat.
"Bohong!" kata Dave sambil menyusul Asha dan berdiri di dekatnya.
"Untuk apa aku bohong? Apa perlu aku memperlihatkannya kepadamu?" tanya Asha kesal sambil menoleh ke arah Dave. Tentu saja ia tidak berani membuka pakaiannya dan menunjukkan pada Dave. Ia bukan wanita tak punya malu. Lagi pula ia memang sedang tidak haid.
"Kalau begitu, bibirmu masih bisa, kan?" tukas Dave nakal dengan seringai penuh kemenangan.
Seketika wajah Asha memanas. Rona merah menjalar di pipinya. Dasar otak mesum! Berani sekali dia blakblakan seperti itu! "Tokoku tutup jam sepuluh," kata Asha malas-malasan. Kehabisan alasan. Ia memalingkan wajah dan pura-pura fokus membaca novel di tangannya.
"Aku tak peduli! Tutup dan ikut aku sekarang!" perintah Dave tegas dengan gaya arogannya yang khas.
Dengan kesal Asha mengentakkan kaki. Tanpa punya pilihan, ia pun menutup toko. Asha tahu, sebesar apa pun usahanya untuk menolak, tetaplah Dave yang akan menjadi pemenang. Pria itu pasti akan terus memaksa hingga keinginannya dituruti.
Dan entah karena apa, tiba-tiba saja Dave juga ikut membantunya menutup toko sehingga Asha merasa heran.
***
bersambung...
suka? jangan lupa vote dan komen ya, kawan2. thank you
Loveee,
Evathink - IG : evathink
repost, 20 maret 2019

KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Arrogant in Love
DragosteKarena perbuatan kakaknya menggelapkan uang perusahaan, Asha terpaksa mengorbankan diri menjadi teman tidur Dave, atasan kakaknya yang sangat tampan tapi arogan. Demi melindungi kakaknya dari ancaman masuk penjara, Asha merelakan kegadisan dan harga...