Part 5

74.4K 3.4K 86
                                        

PART 5

"Ada apa ke sini?" tanya Asha kesal saat melihat Dave datang. Rasanya ia bisa gila karena sudah dua minggu ini, lelaki itu seperti perangko yang terus menempel padanya. Hampir setiap hari Dave mendatangi toko bukunya. Bukan hanya itu, ia juga dipaksa menginap di rumah Dave.

Asha merasa sungkan pada kakaknya bila tidak pulang ke rumah, tapi Dave sama sekali tidak mau memakluminya. Dan Asha sendiri tidak punya pilihan lain, Deo hingga saat ini juga belum mendapatkan pekerjaan sama sekali. Dia menolak bekerja di Tanjung Pinang karena tidak tega membiarkan Asha tinggal sendirian di Batam. Itu artinya, entah sampai kapan Asha harus melayani Dave, karena pastinya kemungkinan untuk mengembalikan uang yang telah digelapkan Deo semakin jauh dari harapan.

Tiba-tiba saja Hendrik masuk dan langsung merangkulnya membuat Asha sedikit terkejut.

"Sha, nanti malam temani aku belanja, ya," ucap Hendrik santai.

Ini bukan kali pertama Hendrik semesra ini padanya. Rangkulan, bergandengan tangan, panggilan mesra, itu bukanlah hal luar biasa bagi mereka.

Asha melirik Dave yang masih berdiri di depan meja kasir. Wajah pria itu terlihat merah padam.

"Sayang..." panggil Hendrik saat melihat Asha masih saja diam.

Hendrik terlihat sama sekali tidak tertarik akan kehadiran Dave.

Asha tersentak. Ia merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut. Sikap Hendrik yang acuh tak acuh akan kehadiran Dave pasti membuat pria itu berang dan terpojok. Mungkin Hendrik berpikir, Dave hanya pengunjung toko. Pikiran yang jelas-jelas salah. Tidak mungkin pria setampan dan sekaya Dave mau menyewa novel atau komik.

"Eh, iya. Boleh," sahut Asha gugup. Ia mengerti, sikap Hendrik apa adanya dan tidak dibuat-buat. Hendrik memang selalu bersikap manja dan mesra padanya.

"Ya, sudah. Aku jalan lagi ya, Sha. Lagi sibuk," pamit Hendrik sambil tersenyum dan berlalu.

Asha mengangguk pelan dan menatap sosok itu keluar dari toko.

"Apa kata pacarmu bila tahu kamu sudah kuperawani?" tanya Dave tiba-tiba sambil menyeringai sinis.

Seketika wajah Asha merona. Berani-beraninya Dave berkata seperti itu. Dia mengancam!

Asha membuang muka, tidak ingin menatap wajah di depannya—wajah tampan yang selalu menyeringai menyebalkan.

"Batalkan janjimu dengannya. Nanti malam aku mau kamu menemaniku!" perintah Dave dingin.

Amarah Asha membara. Dave pikir dia siapa bisa bersikap seenaknya? Asha sudah menyerahkan kegadisannya, dan sekarang Dave meminta kebebasannya.

Ah, bukan meminta, tapi memaksa agar Asha menurut. Dave mengaturnya sesukanya tanpa perasaan. "Kamu tidak berhak mengaturku!" protes Asha kesal. Wajahnya makin memerah oleh ledakan amarah.

Dave mendekati Asha dan menunduk di bahu kirinya. "Kamu milikku, Sayang. Aku berhak mengaturmu," bisik Dave pelan. Setelah itu ia menjilat sekilas telinga Asha, membuat Asha bergidik dan mendorongnya.

Dave tertawa senang karena berhasil mempermainkan Asha, sementara wajah Asha merah padam menahan amarah.

"Aku tak pernah menjadi milikmu!" Asha jengkel melihat Dave sesuka hati mempermainkan emosinya. Untung saja karyawannya sudah pulang, jika tidak, pasti malu sekali diperlakukan seperti itu di depan orang lain.

"Batalkan!"

"Tidak akan!" balas Asha berkeras. "Sesuai kesepakatan kita, aku hanya melayanimu di atas tempat tidur. Hanya itu!"

"Aku tidak pernah membuat kesepakatan denganmu," tukas Dave licik dengan seringai sinis.

Rona merah kembali menjalar ke wajah Asha. Napasnya memburu menahan amarah. Asha ingin melempar seluruh buku di tokonya ke wajah angkuh Dave untuk melepas kemarahannya. Tapi ia tidak melakukannya karena Dave benar. Mereka tidak pernah membuat kesepakatan apa pun. Ternyata dirinya yang bodoh, mau saja ditiduri oleh Dave tanpa membuat kesepakatan.

***

bersambung...
Minta vote dan komen ya, kawan2. Makasi

Evathink --»» IG : evathink

Repost, 24 maret 2019

Mr. Arrogant in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang