003

1.5K 161 27
                                    

Rian tengah asyik bermain game di pojok kelas bersama teman-temannya, mengusir bosan karena guru yang sedang berhalangan mengajar. Namun, fokusnya langsung buyar ketika suara Sultan tiba-tiba terdengar.

"Wih, lo dikasih jajanan gitu dari pacar lo? Bagi gua satu lah, gua gak ada yang ngasih begituan nih," kata Sultan dengan nada candaan pada teman sekelasnya yang lain.

Rian yang duduk tidak jauh dari mereka tidak tahan untuk ikut mendengarkan. Entah kenapa, kalimat Sultan itu membuat ide aneh muncul di benaknya.

Detik berikutnya bel pergantian pelajaran berbunyi. Rian langsung menyudahi permainannya dan berjalan keluar dari kelas. Berjalan tanpa ragu menuju kantin untuk membeli dua bungkus beng-beng dan dua bungkus oreo.

"Bu minta karetnya ya" ucap Rian sambil langsung mengambil karet dari penjual  tanpa repot-repot menunggu jawaban persetujuan terlebih dulu.

Rian menggunakan karet itu untuk menyatukan beng-beng dan oreo dalam satu ikatan, tanpa peduli tampilannya yang berantakan dan tidak aesthetic. Bahkan, Rian sendiri bingung kenapa dia melakukan ini. Dia hanya bergerak mengikuti keinginan implusifnya.

Saat kembali ke kelas, Rian mendapati bahwa kelas sudah kosong. Hanya ada dia sendiri yang berada di ruangan itu.

Mendapat kesempatan bagus, Rian tidak membuang waktu lagi. Dia langsung mendekati tas Sultan yang terletak di atas meja, membuka tas itu perlahan, sambil memastikan tidak ada yang melihatnya. Setelah itu, dia memasukkan beng-beng dan oreo yang sudah dia ikat dengan karet tadi ke dalam tas tersebut.

Namun, saat hendak menutup kembali tas itu, dia malah terdiam, merasa aneh sendiri. "Gua ngapain sih?" gumamnya bertanya pada diri sendiri, sambil menatap tas Sultan dengan pandangan bingung.

Mata Rian kemudian tertuju pada tumpukan kertas bekas di pojok kelas. Berpkir cepat, dia meraih kertas itu dalam jumlah banyak dan memasukannya sekaligus ke dalam tas Sultan.

Setelah selesai, Rian segera meninggalkan kelas, membolos pelajaran kimia dan lebih memilih pergi ke gudang belakang sekolah.

Sesampainya di gudang, dia seperti biasa menghampiri Gilang dan Argam yang sudah lebih dulu berada di sana. Dia duduk di sebelah Argam yang sedang bermain game, sedangkan di sisi lainnya ada Gilang yang duduk santai sambil menggulung lengan baju.

"Ngapain aja lu di kelas? Tumben lama banget,” tanya Gilang sambil melirik ke arah Rian.

"Tadi mabar dulu di kelas" jawab Rian yang tidak sepenuhnya berbohong.

Gilang hanya mengangguk seadanya dan bersikap abai, memilih mengobrol dengan yang lain. Membahas tawuran atau semacamnya, Rian juga tidak berniat perduli. Dia justru sibuk menebak-nebak bagaimana ekspresi Sultan nanti ketika mendapati isi tasnya. Tanpa sadar, Rian sedikit tertawa geli.

"Lo masih waras, Yan?" tanya Argam menatap aneh pada Rian di sebelahnya.

"Waras lah. Ikut dong gua, main" Rian mengeluarkan ponselnya, masuk ke dalam game yang sama seperti yang Argam mainkan, lalu larut bersama dalam permainannya.

Di tempat lain, Sultan yang juga baru kembali dari atap sehabis membolos, masuk ke dalam kelas untuk mengambil uangnya yang tertinggal di tas.

Sultan langsung melangkahkan kaki menuju tempat duduknya. Dia membuka tasnya dan wajahnya langsung berubah ekspresi menjadi masam. Alisnya berkerut terkejut karena melihat tasnya yang sudah dipenuhi oleh sampah kertas yang sangat banyak.

"Ah anjing!" Sultan menggeram kesal. Rahangnya langsung mengeras ketika satu nama melintas dalam pikirannya. "Rian babi!!" makinya, tanpa sengaja sedikit menjerit karena emosi.

Dengan cepat Sultan membawa tasnya pergi, ingin membuat perhitungan oleh pelakunya. Dia melangkahkan kaki dengan perasaan dongkol, menuju gudang belakang, tempat di mana dia yakin bisa menemukan orang yang menjadi pelaku atas hal ini.

BRAK!

"Rian!" teriakan Sultan menggema bersamaan dengan suara keras dari pintu yang dia tendang hingga terbuka lebar.

Serentak, semua mata di ruangan itu tertuju ke sumber suara. Rata-rata mereka yang ada di dalam sana adalah anak dari SMK sebelah yang juga anggota geng Yoran, geng yang diketuai oleh Gilang.

Meski begitu, Sultan sama sekali tidak gentar. Dia tetap melangkah mendekat pada Rian yang menatapnya tanpa berkedip di sudut ruangan.

“Berisik banget, anjing! Dateng-dateng bikin ribut, gak punya adab, lo?” satir Rian, langsung mencibir ketika Sultan sudah berdiri di depannya.

Rian yang tadinya sibuk bermain game, langsung berhenti di tengah permainan ketika dia menyadari tatapan Sultan yang seperti benar-benar akan membunuhnya kali ini.

Ekspresi wajah Rian berubah serius untuk sepersekian detik. Dia kemudian berdiri, memasang postur angkuh, dan balas menatap Sultan dengan sorot mata yang tidak kalah sengit. "Mau apa lo?" tanyanya dengan nada menantang.

Sultan menggertakkan giginya dan mulai meremas erat tas yang dia tenteng, merasa tidak senang melihat sikap yang Rian tunjukan. "Apa maksud lo masukin sampah ke dalem tas gua, anjing?!" tanyanya menghardik.

"Dih, nuduh!" balas Rian sambil mendengus remeh. "Mana buktinya kalo gua yang ngelakuin?"

Sultan terdiam. Memang dia tidak punya bukti atau saksi, tapi dia sangat yakin kalau Rian adalah satu-satunya orang yang akan melakukan hal ini padanya. "Kalo bukan lo terus siapa lagi, nyet?"

Rian tertawa mengejek. "Ya mana gua tau? Lo pikir aja sendiri, anjir!"

Sultan semakin geram dibuatnya, apalagi melihat ekspresi menyebalkan yang Rian tunjukkan. Kemudian, tanpa banyak bicara lagi, Sultan membalik tasnya, menumpahkan semua isinya ke lantai.

Sampah-sampah kertas berhamburan, disusul dengan beberapa buku tulis yang di bawa. Namun, mata Sultan yang sebelumnya memicing kesal, berubah kaget dan memancarkan binar senang ketika melihat seikat jajanan ringan yang menggelinding dari dalam tasnya.

"Eh?" gumam Sultan. Dia merunduk dan memungut jajanan itu. "Kayaknya... bukan lo deh yang ngelakuin.” Sultan nyengir cengengesan sambil mendongak menatap Rian. “Maaf ya udah nuduh," lanjutnya.

Rian langsung memalingkan wajahnya saat itu juga, berbalik untuk mengambil ponselnya yang tadi dia letakkan. "Bang, gua cabut ya" pamitnya pada Gilang, lalu segera melangkah pergi, meninggalkan orang lainnya yang memandang dia dengan bingung.

"Ribut mulu lu berdua" cibir Argam mengomentari, lalu kembali fokus pada game di ponselnya.

Sultan hanya menanggapi dengan cengengesan. "Maaf ya, bang. Maaf ganggu, maaf udah nganggetin juga hehe"

"Kok lu tiba-tiba berubah pikiran gitu? Tadi ngotot banget Rian yang lakuin, tiba-tiba bilang bukan dia" tanya Gilang yang penasaran.

Sultan mengangkat jajanan yang diikat dengan karet gelang, menunjukkannya pada mereka. "Kalo Rian mah, gak mungkin ngasih ginian" jawabnya.

Gilang hanya mengangguk mengerti, tidak mengerti dengan permasalahaan diantara kedua orang itu.

Sementara itu, Rian berjalan cepat di koridor. Dia berpikir Sultan setidaknya akan sadar bahwa jajanan itu adalah pemberian darinya, tapi nyatanya Sultan malah langsung yakin kalau itu bukan darinya.

“Dasar bangsat,” gumam Rian pelan sambil menghela napas, mencoba mengalihkan kesalnya.

Namun, semakin Rian berusaha tidak memikirkannya, perasaan kesal itu semakin memenuhi hatinya. Dia bahkan tidak tahu mengapa dirinya harus peduli soal reaksi Sultan.

Memberikan jajanan ringan itu pada Sultan saja sudah aneh. Dan yang membuat Rian tambah bingung, mengapa ada rasa kecewa yang menyelinap di hatinya saat Sultan tidak menganggap bahwa jajanan itu darinya?

Langkah kaki Rian mendadak berhenti. “Gua mikir apaan sih?” pikirnya, sedikit terkejut dengan apa yang dia rasakan.  "Ah kocak!" gumamnya sambil menggelengkan kepala dan lanjut berjalan lagi.

Love HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang