Jamie's Pov
Ah, sungguh melelahkan. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan setelah pulang sekolah. Dan sekarang aku sudah menunggu bis lewat di halte, as usual, dengan banyak orang yang melihatiku. So, rude and annoying.
Astaga, aku lupa kalau mau menjemput Luna!
Aku pun berlari menuju sekolah dan ke bangunan penjurusan IPA, lebih tepatnya kelas IPA-4. Aku memegang ujung tali tas ransel Quiksilver hitam merah kusam yang sudah lama kumiliki dari waktu masih di Australia, agar tidak jatuh dan menggagu kegiatan lari marathon mengerjar Luna di kelasnya.
Tangga. My biggest problem since I got injured yesterday from falling from the stairs in my house, everytime I lift my knees, they are killing me! Oh, geez.
Dengan sekuat tenaga, aku berjalan cepat menaiki ke lantai 2. Ayolah, J, cuma 32 anak tangga.
Um, why is it so crowd right there?
Aku pun mengintip dari balik jendela kelas IPA-4. Melihat Luna sedang berpelukan mesra dengan seorang lelaki. Hey, it's the senior! Well, that's not something I like to see.
Woah, woah, calm your tits, Jamie. Stop right there!
I hate when suddenly my subconscious popped.
Well, me either. You should sit your ass on the bench, wait for Luna, walk her home, and cry yourself into a river!
Aku tidak bakal menangisi perempuan yang bukan siapa-siapaku, moron.
Then, why did you become mad because of it?
Because, itu merupakan hal yang inappropiate to show in front of public.
Lame reason.
Okay, okay. Aku bakal menunggunya, aku tidak pernah mengingkari janjiku.
Aku pun memutuskan untuk menunggu di kursi berbahan beton di depan kelas IPA-4. Selang beberapa menit, segerombol cowok senior keluar dari kelas Luna, diikuti dengan 3 cewek. Salah satunya, mengedip kearahku. Yuck, that's so nasty.
Krek. Suara pintu tertutup.
Cewek itu mengunci pintu dan menggerutu dalam nafasnya. Seperti ada sesuatu yang mengganggunya sebelumnnya. Bukannya tadi dia enak-enakan sama Agata ya? Mungkin badan
Agata itu bau jadi Luna sebel. Hahaha. Tidak kebayang, deh."Jamie? Jamie!" Luna berlari dan duduk di sebelahku, menengadahkan kepalanya ke plafon bangunan sekolah, "Gue capek semua. Kenapa sih semua ini jahat sama gue? Gue kan sudah capek ngurusin piket yang satu kelompok anak-anaknya itu rempong semua dah. Terus, tadi Dani marah-marah gara-gara trio Barbie kegenitan itu. Jadinya gue kudu nungguin semua pulang, baru gue pulang. Terus, sebelum pulang anak-anak rame banget, padahal pala gue udah punyeng. Apalagi si Tia tadi galau nangis-nangis diputusin sama pacarnya, gara-gara pacarnya mau kuliah di Jerman, ribet kayak bulu mata Jupe. Sumpeh ya gue gak bakal punya pacar dulu. Cowok itu ribet. Jamie, jangan diem muluk dong."
"I'm sorry, I really do. Kamu bicara terlalu cepat, Luna." Aku terkikih mengetahui kalau Luna melupakan fakta itu.
"Astaga, gue lupa kalo lo gak kebiasaan Bahasa Indonesia, apa lagi yang slang."
"You can talk to me like that around two months coming." Aku berkata sambil mempererat peganganku pada tali ranselku.
"Haha, okay. I'm sorry. Yuk, pulang." Luna berdiri dan menuruni tangga terlebih dahulu.
.
Author's Pov
Dua anak Adam itu berjalan berdampingan menyusuri jalan tengah kota menuju rumah Luna. Sangat ramai. Luna menjadi orang yang banyak yang bicara kali ini, sedangkan Jamie hanya melihat dan tertawa sedikit mendengar kalima-kalimat nonsense yang dikatakan Luna.
"Jadi, kamu masih pacaran sama Agata." Ucap Jamie yang terdengar seperi pernyataan bukan pertanyaan.
"Lo tanya apa beritahu, sih?" Luna terkikih pelan.
"I mean, kamu masih pacaran sama Agata?"
"Hell no. That person is psycho." Luna membentuk pistol dengan jarinya pura-pura bunuh diri.
"He has killed someone?!" Jamie membelalakan matanya, pura-pura terkejut.
"Jamie!" Luna terkikih sambil membenturkan pundaknya ke lengan Jamie.
"You know, Jamie. I like doing this with you. Especially, with you." Luna mengakui.
"I'm honored, then." Dua orang itu tertawa saat Jamie membungkuk hormat ala pangeran di film-film Disney.
Perjalanan 20 menit bersama Jamie terasa seperti 2 menit. Sudah sampai saja di depan rumah Luna, Luna tersenyum kearah Jamie dan Jamie membalasnya.
"Thanks, Jamie."
"Kembali kasih. Do you want to hang out sometime? Watch movies, eat stuff."
"Stuff?" Luna tertawa.
"Foods, of course, something that I never eat before." Jamie tersenyum perlahan.
"Iya, iya gue tau. Boleh deh, ijin dulu ya, jarang dibolehin pergi sama ortu."
"Ortu?"
"Orang tua. Parents."
"Oh, I see. See you on school!"
.
I promise in whole life, gak bakal ada Jamie's Pov lagi. Bener-bener kesalahan! Guys, sumpah buntu. So, see you on the next chaps! Sorry, for the a really short chapter, this is the worst part ever. But, still. WOOOOHOOOOOO!!
Love, Shasow.
XXXXXXX

KAMU SEDANG MEMBACA
Aussie
Roman pour Adolescents"Bukankah SMA itu diisi sama masa bahagia yang bisa kita ceritakan ke cucu-cucu kita saat umur kita sudah bau tanah?" "Iya, kamu betul." "Dan lo bikin semua ini kacau." "Iya, kamu betul lagi. status: unedited and content harsh word. highest rank: #9...