8

1.8K 136 1
                                    

(Potongan dari chapter sebelumnya.)

"Ih, ya udah. Kak Agata, mau gak jadi pacarku?"

"Um, mau deh."

"Ya udah, sekarang aku minta putus."

"Wow, wow. Gak bisa gitu dong." Kak Pinta kenggubris tuntutan Luna.

"Udah, gak apa. Ya udah, kita putus, jangan nyesel kalau nanti kepingin pacaran sama gue." Agata mencium pipi Luna, membuat seluruh siswa terdorong untuk menteriakan bermacam-macam kata, seperti pujian, rasa iri, bahkan umpatan.

Luna langsung mendorong jauh badan Kak Agata dari dirinya, "Gak bakal." Luna tau Kak Agata itu kecewa dengan permintaannya karena kurang dari semenit pacaran sudah minta putus. Begitu juga, Agata, dia tahu Luna kecewa dengan permintaannya sendiri karena Luna tidak pernah memiliki pacar dan membuang-buang gelar 'pacar pertama/first boyfriend' yang menurut Luna itu suci dan sakral. Tidak sembarangan orang bisa menjadi pacar pertamanya. Dan itu terbuang sia-sia pada Agata.

KRINGGGGGGG.

Luna berjalan kembali ke arah peserta MOS berbarengan dengan bunyi bel pulang sekolah. Luna mendapati dirinya dipuji kebanyakan kalangan perempuan karena bisa menolak untuk menjadi pacar seorang Agata Bramantyo.

Idih, gue nolak itu dengan senang hati. Gak ada paksaan sama sekali, batin Luna yang cuma bisa memalsukan senyum ke cewek-cewek yang memberinya selamat tadi, tidak ingin mencari musuh.

Senior pun menyuruh para murid untuk berdiri dan meluruskan barisan agak mereka cepat pulang. Setelah rapi, mereka membubarkan barisan. Emily langsung berjalan beriringan dengan Luna. "Lun, nanti gimana? jadi gak nih? Kalo iya sih, gue samperin ke kelas lo, kelas IPA-2 kan lo?"

"Gue sih mau-mau aja, nanti gue telpon bunda gue dulu ya, Em. By the way, IPA-2 itu Jamie, gue itu IPA-4, hehe." Ucap Luna.

"Cie tau kelasnya Jamie, aw." Goda Emily, "Ya udah deh ya, gue kelas IPS-1 sama si Baron. Kalau ada apa-apa ke kelas gue ya, nyet."

"Iyee."

.

Luna's Pov

Gue membawa tubuh gue ke kelas IPS-1 di lantai 3. Kenapa sih Emily kudu masuk kelas IPS-1? Bisa-bisa gue udah sekurus Behati Prinsloo pas di lantai 3, Adam Levine bisa bingung 'ini istri gue yang mana?'. Alah, gue hiperbola. Dan, gue kudu jalan sendiri sekarang. Bukannya gue gak suka ya jalan sendiri, cuman kan lebih enak sama temen tuh, ada yang bisa diajak mbacot.

Mungkin kalian bakal tanya, Tia sama Kuskus kemana aje? Dua bocah tuh mau ngecengin kakak senior dulu di taman tengah yang bertepatan di depan ruang OSIS. Dasar kencur.

Pengen deh gue lewat kelas IPA-2, biar bisa ngecengin Jamie gitu. Kan lumayan, nyenengin diri sendiri gak apa lah. Tapi apadaya, kelas anak-anak IPA ada di bangunan yang berbeda dengan anak IPS. Karena banyaknya peminat kelas IPS dan IPA sama banyaknya, bangunan IPA dan IPS dipisahkan. Bayangin tuh, gue kudu jalan dari kelas IPA-4 di lantai 2 bangunan IPA ke kelas IPS-1 di lantai 3, bisa patah beneran deh tengkorak dengkul gue. Fyi aja guys, setiap lantainya ada dua kelas. Jadi, total kelas 10 ada 12 kelas di sekolah ini.

Coba gak ada kurikulum 2013, penjurusan kan bisa pas kelas 11 bukannya awal kelas 10 udah milih jurusannya. Sumpah gak asik.

Setelah gue sampe di lantai dua IPS, gue mulai mendengar suara Emily. Bagus deh, Emily belum turun berarti. Dengan sekuat tenaga mengangkat kaki gue yang mulai kesemutan.

Ya Tuhan, kenapa engkau harus menciptakan sesuatu yang disebut 'kesemutan?'.

"EMELEEEEEEEEY CEPET TURUN! GUE UDAH GAK KUATTT." Gue berteriak di anak tangga terakhir dan mendudukinya sambil meluruskan kaki dan memijat-mijat pelan.

AussieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang