Tributes to my freakin annoying yet so (ngakunya) ngangenin buddy, koko. Those chubby cheeks tho.
Ini shasow nulis sendiri lo, gak ngopi punya orang😭btw.
Guys, maaf lo. Author mesti lupa sama hal-hal kecil kayak nama supir Luna atau kalau Luna manggil bapaknya itu 'papa'. Jangan dibatin ya, Author belum pro nih. And, just so you know, my hands are so fast and they kinda like to typoing. Not something that I can bragging about.
Happy Reading, cupcakes!
Enjoy.
XXXXXXXX
.
Author's Pov
Jum'at.
Sudah hampir 6 bulan Luna mengenal Jamie. Sudah hampir 5 bulan kejadian Vodka Madness terjadi. Tapi, Luna dan Jamie masih mendeklarasikannya sebagai teman. Jamie merasa baik-baik saja, berbalikan dengan Luna. Itu sudah jelas-jelas menyatakan kalau Luna is friendzoned. Dia suka gelisah kalau melihat 'teman'-nya itu memperhatikan cewek lain. Emang gak ada hak buat marah, dan dirinya paham betul tentang itu.
"Baik, anak-anak, tugas tentang cerpen sastra bertema fiksi sains harus dikumpulkan seminggu lagi. Ibu harap semuanya dapat mengumpul dengan tepat waktu. Selamat siang." Bu Tera, yang sudah jelas sekali guru Bahasa Indonesia, mengakhiri pelajarannya.
Luna langsung saja mengambil kertas dan menulis poin-poin yang ada di otaknya, agar tidak kelupaan saat membuat tugas cerpen Bu Tera. Di depannya, ada Kuskus memposisikan badannya ke bangku Luna dan Wima. Dirinya sedang bercerita asik dengan Wima tentang betapa bagusnya film trilogi dari Hunger Games, yaitu Mockingjay.
"Gak, lebih bagus Catching Fire, Kus. Mockingjay part 1 itu cemen, cetek, sepi." Wima menimbang-nimbang ucapannya.
Kuskus pura-pura tegar, seakan dirinya habis bercucuran air mata, "Iyasih, tapi sumpah gue nangis liat Mockingjay part 1."
"Yeeee, lo lemah. Gue udah baca novel Mockingjay. Dan perangnya baru di film kedua, kan gak asik."
"Ah, lo mah yang gak sensitif."
Luna cuma menggeleng pasrah melihat kedua temannya ini ribut sendiri membicara film gak jelas. Sementara, Tia, disebelah Kuskus, menyandarkan kepalanya di kusen jendela. Dia menghembuskan nafas berat, seperti ada sesuatu yang membebankan pikirannya. Luna memutuskan untuk berbicara dengannya.
"Ti, diem aja lo." Luna menepuk lengan Tia.
"Gak apa, Lun. Mikirin tugas, banyak banget, belum lagi revisi tentang student exchange ke Australia yang harus dikumpulin Senin." Luna tahu kalau Tia sedang memikirkan hal lain, tapi topik yang dibicarakan Tia untuk mengalihkan pembicaraan mereka bedua itu berhasil menggoyahkan fokus Luna.
"Sumpah? Jam berapa? Dikumpulin ke sapa? Bukannya seminggu lagi ya."
"Iya, Senin, jam 1 waktu jam pelajaran ke 7, di ruangannya guru kesiswaan. Bisa bolos tuh pas jam pelajaran ke 8."
Luna pun tidak menjawab bercandaan Tia. Badannya terasa tegang saat membicarakan program student exchange.
"Ya, udah deh, gue nyicil pe-er buat besok deh."
Luna pun membuang jauh pikiran stres tentang tugas dan tugas. Dia pun memutuskan untuk mampir di bangku Arsen, yang ternyata kosong. Luna langsung ngacir duduk disamping Dani.
"Dan, si Arsen kemana?"
"Adeknya Arsen penyakitnya kambuh, gue lupa entah maag atau asma gitu deh."
"Yah, padahal gue butuh moodbooster."
"Mungkin sekarang Arsen yang butuh moodbooster." Dani melirik kearah Kuskus. Sudah menjadi rahasia umum kalau Arsen naksir Kuskus.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aussie
Teen Fiction"Bukankah SMA itu diisi sama masa bahagia yang bisa kita ceritakan ke cucu-cucu kita saat umur kita sudah bau tanah?" "Iya, kamu betul." "Dan lo bikin semua ini kacau." "Iya, kamu betul lagi. status: unedited and content harsh word. highest rank: #9...