12

1.4K 103 0
                                    

Author's Pov

"Dek Luna, bangun, dek." Bang Chandra menggoyahkan badan adiknya saat sampai di gerbang memasuki airport, "Iya, makasi." Bang Chandra mengucapkan terima kasih kepada mbak-mbak kasir.

Luna menguap, meraba-raba earphone-nya yang sedari tadi dicopot oleh abangnya atas perintah papa. "Lo earphone gue?"

"Itu di dashboard."

Earphone merah yang kembar dengan Wima itu Luna masukan ke dalam saku. Tidak mau kehilangan earphone lagi. Luna memang terkenal ceroboh dalam menyimpan barang.

"Okay, iya, di bawah palang T3 kan? Iya, iya ini udah lewat T2 kok, mas. Iya, iya, saya tutup." Papa berbincang-bincang dengan seorang laki-laki diseberang. Bang Chandra tanpa pemberitahuan papanya langsung melanjutkan perjalanan ke tempat yang ada palang Terminal 3.

Di bawah palang T3, ada sepasang ibu dan ayah bersama seorang gadis yang lebih muda setahun ketimbang Luna. Cewek itu cantik dan kalem. Berpakaian sangat feminim dengan rambut panjang lurus hitam yang digerai rapi.

"Liat tuh, Lun, si Cantika, beh cantik banget. Pengen deh, gue punya adek kayak dia."

Hati Luna mencelos mendengar omongan abangnya sendiri, "Idih ya udah, jadi adeknya si Cantika tuh aja. Gue juga gak sudi punya abang kayak lo."

Memang, Cantika Putri ini merupakan sepupu Luna tercantik yang seangkatan dengannya, walaupun setahun lebih muda sih. Cantika ini gadis Indonesia yang sangat sangat cantik. Mirip Gita Gutawa. Cantika juga pintar bernyanyi, bermain biola, bermain musik, dan menari tradisional. Cewek itu mengikuti student exchange di Inggris selama 2 tahun. Bayangin dah tuh, udah cantik, pinter, kalem, multi talenta, dan rendah hati itu sering dibandingkan dengan Luna. Gimana Luna gak bete pas tahu yang diharapkan, Mas Putra, sepupu terdekatnya, sepupu yang menjadi tempat curhatannya, bahkan partner in crime sewaktu Luna masih tinggal di Surabaya.

Luna salim kepada Om Syahrir dan Tante Rina. Lalu membukakan bagasi dan membantu Om Syahrir mengangkat koper-koper besar.

"Ya, ampun, Luna tambah gede aja ya, tapi tetep aja gak setinggi Cantika, haha."

Ya, gimana gak setinggi Cantika? She's freakin 180cm! batin Luna.

"Hehe, iya tante."

"Pa, om, tante, ayo masuk, ini di drop off area. Ngomong-ngomongnya di mobil aja."

Perjalanan di mobil sangatlah tidak penting, cuma membahas perbedaan Luna dan Cantika, seberapa besar saham yang dipegang Om Syahrir, dan student exchange Cantika di Inggris. Luna pun memakai earphone-nya.

.

Sesampai di rumah, Luna membawakan beberapa koper Cantika untuk menginap di kasur sebelah Luna. Luna senang-senang aja Cantika datang, sudah terbiasa dia dibandingkan dengan Cantika. Tapi, sharing room? You got to be kidding me.

"Ayo, Luna, diajak Cantika-nya ke kamarnya." Bunda menyuruh Luna mengantar Cantika, sementara Luna membawa koper ke kamarnya dan Cantika berjalan pelan.

"Ralat, kamarku."

"Luna." Bundanya memberi kode agar Luna tidak mencari masalah.

"Eh, yo opo toh kabar ibu ing Surabaya? Awakku kangen tenan ambek sampeyan lo, haha. (Eh, ya apa kabar Ibu di Surabaya? Aku rindu sekali sama kamu, haha.)" Ucap Bunda kepada Tante Rina.

"So, we are sharing room?" Cantika bertanya.

"I'm fine, if you don't want to." Luna tersenyum sok ikhlas.

"I WOULD LOVE TO SHARE ROOM WITH YOU." Cantika memeluk Luna super ketat.

"Yey."

"But, can I sleep in the upper bed? Aku punya Stenophobia."

"Tapi, technically, matras di bawah itu lebih lebar-"

"Just, please." Cantika memohon seperti anak kecil.

"Okay, okay."

"You're the best, sister!"

"Woah, calm down. Lo disini seberapa lama?"

"2 weeks, I guess."

Anjing, lama bener, batin Luna.

"Cool."

"Kak Luna! Dipanggil papa. Ngomong-ngomong, Kak Cantika cantik banget!" Ucap Rasya mengintip dari ujung pintu. Luna memutar bola matanya. Dirinya berjalan keluar kamar dan menuruni tangga hingga menuju ruang tamu.

"Ada apa, pa?"

Papa yang sedang ngobrol santai dengan Om Syahrir langsung berhenti. "Gini, gini. Kamu masih mau nonton sama temen cowok kamu?"

"Mau banget, pa." Mata Luna tersulut kilatan cahaya.

"Tapi, ada syaratnya."

Shit.

"Syarat apa aja deh. Luna lakuin." Luna melipat lengannya.

"Kamu harus ajak Cantika."

Kepala Luna sudah hampir meledak disambar petir kenyataan yang diberikan oleh papanya. Membuat seluruh isi perutnya mual.

Cantika ketemu Jamie? Kalo nanti Cantika malu-maluin gue gimana?

"Kan temen kamu bule tuh. Cantika kan udah lama kebiasaan ngomong bahasa inggris kan. Jadi, mereka pasti cocok lah. Terus, Cantika juga bisa jagain kamu, kalau kamu ada apa-apa."

Luna pun terdiam.

"Kalau Cantika gak ikut gimana? Nanti Cantika aku ajak pergi sendiri deh."

"Semua batal."

"Ya udah, aku ajak Cantika."

"Ajak si Chandra juga."

.

Luna's Pov

Papa bener-bener tau bikin gue punyeng. Gue harus cepet-cepet telpon si Jamie nih. Panggilannya tidak terjawab, masuk ke kotak suara.

"Tit. Hey, this is Jamie. I can't answer your call. Leave me a message."

"Hey, Jamie. Ini Luna, kalau kita besok perginya sama sepupu gue gak apa kan? Semoga lo gak keberatan. Because, that's the only condition that my dad let me to go out with you. Bye, miss you."

Tit.

Gue pun memutuskan untuk menetap di taman luar dan bermain ayunan. Tiba-tiba, di sebelah gue ada seorang figur yang duduk.

"Dek, lo jangan marah dong. Gue bercanda sama yang tadi gue bilang di bandara."

"Iye."

"Ih, ngamuk. Maaf dong."

"Gue gak ngamuk masalah yang di bandara, sedikit sih. Tapi, ada yang lain."

"Lo kenapa tuh? Lo banyak banget masalah. Gak bayangin pas lo udah kerja, kulit lo keriputan semua."

"Lo jahat." Gue memutar bola matanya, "Papa ngizinin gue pergi sama Jamie kalau gue ngajak Cantika sama lo."

"Widih, hati-hati si Jamie naksir sama Cantika."

"L-lo masa itu mungkin?" Gue menghadap ke arah abang. Gak ngira kalau itu bakal jadi kemungkinan bila Cantika bakal bertemu Jamie.

"Lah, lo gak ngira? Yah, sorry deh, dek." Bang Chandra merasa bersalah.

"Gini deh, gue pilihin baju buat lo nge-date sama tuh bule. Terus, gue nanti ngalihin perhatian si Cantika buat pergi sama gue. Biar lo bisa sama Jamie. Gimana?"

"Kok lo baik banget sama gue, Bang?"

"Gue dasarnya emang baik kok. Cuma gue gak songong kayak lo."

"Lah, jahat lo."

"Udah, sana tidur. Kan gak lucu lo besok tidur ngiler di bahunya si bule pas nonton film. Film apa sih?"

"Paper Towns, Cara Delevingne lo, kak."

"Yah, mending liat blue film-nya Cara Delevingne."

"Eh, dasar otak kriminal mesum! Lo itu gak memberi contoh yang bagus sama sekali sama adeknya."

"Hus, sana anak kecil tidur."

.

AussieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang