Keringat berseluncur dengan hiperaktif di sekujur badan Luna, bukan hanya Luna tapi sekitar 13 orang lainnya juga ikut menderita. Kearagonannya telah menjadi alat picu dendam dari Agata. Luna tidak akan pernah menyerah walaupun bakal disiksa dan dikasih berbagai macam hukuman. Berlari 5 putaran mengelilingi lapangan upacaranya yang berukuran seperempat dari Gelora Bung Karno seperti yang diberikannya sekarang akan tetap lakukan. Roti tawar yang ada di lambung Luna belum siap dicerna. Tapi mau gimana lagi.
Ayo, 2 putaran lagi. Batin Luna.
Luna melirik ke arah cowok sebelahnya yang sudah mulai mengos-mengos tapi tetap ditahan. Mukanya sudah merah padam bukan main. Cowok itu mengutuk Luna karena menempatkan dirinya kedalam masalah dan ya, karma is a bitch, so, ya Luna pantas mendapatkannya.
"Lo-gak-capek-Sen." Ada sengalan tarikan nafas di setiap kata yang diucapankan Luna.
Mahluk disebelahnya memilih diam karena masih mangkel sama cewek yang mengajaknya berbicara. "Ih-Sen-jangan-ngambek-dong."
"Bukan saat yang tepat-buat ngomong sama lo." Fisik Arsen yang lebih kuat membuatnya dapat berbicara lebih kuat per nafasnya.
"Gue tau lo suka sama Jamie, dan lo tau gue suka Keila." Nada serius dikalimat Arsen membuat Luna agak begidik ngeri. Tapi, tetap saja. Mereka masih berlari mengelilingi lapangan dengan tatapan psycho para senior, yang jelas lebih ngeri.
"Ah-lo-gak-usah-fit-" Bantahan Luna dipotong dengan sautan sok tahu tapi tetap benar si Arsen.
"Gak usah bantah-gue tau lo bakal-bantah- lagian ini cuma antara kita-dan gaboleh ada orang yang tau."
"Liat arah jam 2." Lanjut Arsen tanpa melirik ke arah yang dia maksud.
Arah jam 2. Fuck.
Seorang bule bercengkrama hangat dengan cewek cantik itu. Siapa lagi kalau bukan Jamie dan Kuskus. Luna kehilangan fokus di kakinya sehingga kaki kanannya menjegal kaki kirinya sendiri membuat dirinya terjerembab ke paving lapangan. Tentu, mata Jamie langsung melihat ke arah gadis yang jatuh itu. Mata mereka bertemu dan Jamie menguncinya. Tapi untuk apa dikunci bila tidak ada gemboknya. Luna langsung memutar bola matanya dan memutus kontak mata mereka. Membuat Jamie merasa bersalah karena membatalkan janji temunya kemarin.
Arsen menyalurkan tangannya untuk digapai sahabatnya, "Lo kayak orang goblok, sumpah."
"Diem lo, tinggal satu puteran nih. Anak-anak udah pada 2 meter lebih jauh. Ayo sprint."
"Ayo siapa takut. Gue muak liat muka Keila sama bule lo berduaan muluk."
"'Bule gue'," Luna tertawa dengan labelan yang diberikan untuk menamai Jamie dari Arsen, "Tapi lo jangan terlalu ninggal gue, gue kan nanti malu, hehe." Arsen menggelengkan kepala melihat kenaifan temannya.
Arsen bersiap-siap sprint dan mengumpulkan tenaganya, sementara Luna mengangkat rok bermodel span sebetis agar memudahkannya dia berlari. Dalam 30 detik, Luna dan Arsen sudah menyelesaikan putaran terakhir hukuman mereka. Mereka bertos ria.
"Eh, eh, eh. Dipikir ini lagi party apa pakek tos segala. Emang lagi ngerayain apa sih? Sudah cepet sana gabung sama yang lain!" Cetus kak Brenda dengan pedasnya.
Si Luna dan Arsen langsung ngacir bergabung dengan teman-teman yang lain, seperti Tia, Wima, Kuskus, Jamie, Dani, Ical, satu bule cewek dan satu bule cowok. Luna baru sadar ternyata murid bule disini bukan cuma Jamie.
Tentu saja, Luna langsung menghindari Jamie dan duduk diantara Wima dan Dani, sedangkan Arsen memaksakan badannya duduk diantara Kuskus dan Jamie. Membuat Jamie merasa tidak nyaman. Sehingga Jamie terpaksa berpindah tempat duduk disebelah dua bule temannya, atau bisa dibilang, sih, tepat di belakang Luna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aussie
Teen Fiction"Bukankah SMA itu diisi sama masa bahagia yang bisa kita ceritakan ke cucu-cucu kita saat umur kita sudah bau tanah?" "Iya, kamu betul." "Dan lo bikin semua ini kacau." "Iya, kamu betul lagi. status: unedited and content harsh word. highest rank: #9...