18

1.1K 97 0
                                    

Guys, maaf ya. 2 parts terakhir terfokus ke hubungan Tia-Chandra. Insyallah, di part ini Jamie bakal muncul.

Just stay tune!

.

Luna's Pov

"Eh, non Luna. Ada apa non?" Salah satu pembantu di rumah Tia membukakan pintu untuk kita bertiga.

"Tia-nya ada bi?" Tanya gue.

"Wah, non Tia udah pergi dari tadi, non." Jedanya, "Non Luna, den Wima sama den Arsen mau masuk apa gimana ini?"

"Boleh tuh, bi. Es tehnya 3 yak!" Ceplos Arsen yang main nyelonong masuk rumah orang.

Gue pun duduk di kursi ruang tamu yang sangat luas. Sudah macam istana. Arsen mengambil snack-snack ringan yang disajikan di meja. Sedangkan, Wima duduk sambil menceramahi sikap kekanak-kanakan Arsen. Arsen seperti biasa hanya tersenyum polos tanpa dosa dan menjawab, "Sudahlah. Anggap saja rumah sendiri. Tia yang ngomong gitu kok."

Gue cuma bisa geleng-geleng melihat kedua sahabat gue berantem kayak kucing garong di rumah orang. Gue disini kepikiran banget sama Tia. Gue gak masalah sih kalo misalnya si Tia beneran sama Bang Chandra. Cuma kan setahu gue, Bang Chandra masih ngestuck sama Kak Gadis. Ya, sudah jadi rahasia umum di keluarga gue kalo abang gue gak bisa move on dari Kak Gadis. Gue takut Bang Chandra nyakitin perasaan si Tia.

Centing.

You got a new message from Jamie!

OH MY GOD GUE DI CHAT SAMA JAMIE DULUAAAN!!

15.21
Jamie: Lunaa

Nadira Luna: Waddup?

Sumpah demi apapun gue seneng banget.

"Heh kenapa lo senyam-senyum?" Cablak Arsen.

"Idih, sapa yang senyum."

Arsen pun langsung menyaut hp gue dan matanya membelalak saat melihat nama 'Jamie'.

"Sen, kembaliin hp gue!"

"Gak mau ah, gue bajak ah~~~~"

"Eh, dasar tai king kong. Jangan dong!"

"Bodo amat~~~"

"Ini anak berdua rame aja, gatau apa ini rumah orang?" Suara Tia yang tiba-tiba muncul dengan mata yang merah.

"Tia! Arsen udah kayak tai anjing tau gak? Udah ngehabisin jajan rumah lo, daritadi teriak-teriak, sekarang main nyaut hp orang." Lapor gue.

"Sen, kembaliin hp si Luna." Perintah Tia.

Dengan sekejap, Arsen mengembalikan hp gue, "Iye, iye. Dasar tukang ngadu."

"Bodo amat~~~" Ucap gue meniru nada Arsen.

"Gue istirahat dulu ya, kalian makan aja gak apa. Tapi gue kecapekan nih habis pergi." Ijin Tia dengan muka yang ketahuan sekali bohong. Sudah jelas kan Tia itu gak bakat bohong?

"Weits, neng. Pergi sama sapa emang?" Interogasi Arsen.

"Jadi gini ceritanya...."

Tia pun menceritakan semua kepada kita bertiga. Gue sih gak kaget sama kelakuan abang gue. Gue tau Bang Chandra masih suka sama Kak Gadis. Ya, secara ya, Kak Gadis itu gue akuin dia itu udah perfecto! Udah cantik, pinter, gak manja, sudah jadi dokter pula. Tia sudah pasti minder lah. Gue kalo jadi Tia ya minder sih.

TAPI KALAU UDAH TAU DIA MASIH SAYANG GADIS KENAPA NGAJAKIN TIA NONTON SIH? ITU BOCAH UTANG PENJELASAN SAMA GUE.

"Sekarang lo mau tetep sama abangnya Luna apa gimana, Ti?"

"Gatau lah, Wim. Gue mau fokus sekolah aja."

--

Author's Pov

Luna berjalan menyusuri tangga menuju kamarnya sambil menenteng sendal jepit yang tadi ia pakai. Kecewa sama abangnya mrmpermainkan hati sahabatnya sendiri. Lagian, sapa sih yang mau dimainin hatinya? Kalau Luna diposisi Tia dan Jamie diposisi Chandra, Luna sudah menangis kejer 3 hari 3 malam.

Luna membuka pintu kamarnya, sudah ada Chandra duduk sambil menunduk dan menumpuhkan tangannya di pahanya. Seperti itulah yang dilakukan Chandra kalau dia lagi khawatir akan suatu hal.

"Lo-lo tadi habis dari rumah Tia kan?"

"Apa peduli lo sama Tia?"

"Lun, dengerin penjelasan abang dong."

Luna menghela nafas berat, sedang tidak ada selera untuk berdebat dengan abangnya.

"Lo mau jelasin apa ke gue? Tia udah sakit hati. Ya percuma."

"Please, Lun. Gue sumpah gak maksud bilang kalo gue masih sayang sama Gadis. Sumpah. Gue keceplosan."

"Lain kali dipikir dong kalau mau ngomong." Ucap Luna tenang tapi tetap dengan nada ketus.

"Gue itu gak sengaja paham gak sih?!" Chandra menaikan nada suaranya.

"Terserah lo, gue gamau berantem sama lo cuman gara-gara Tia sama Gadis. Mending sekarang lo keluar."

Chandra yang sudah bangkit dari kasur Luna langsung keluar dari kamar Luna dan membanting pintu dengan lumayan keras. Luna cuman menghela nafas.

Seketika ia terpikir tentang Jamie yang tadi mengechat duluan. Luna pun mengecek hpnya. Ada banyak sekali notifikasi Line dan Instagram. Luna langsung membuka app chat terlebih dahulu. Menggeser layar dari atas ke bawah secara perlahan. Tidak ingin kelewatan nama 'Jamie'. Sudah banyak ekspektasi yang Luna harapkan dari chat Jamie.

Jamie sudah pasti spam gue, terus care gituuu. Aww, batin Luna.

Saat menemukan kolom chat dari Jamie, tidak ada balesan. Sama sekali. Hanya dibaca.

Seluruh badan Luna terasa lemas. Cuma dibaca? Sejahat itu. Luna membanting handphone nya ke bantal super besar yang ada di ujung kamar. Bantal yang ia biasa jadikan tempat duduk saat main laptop atau nonton tv di kamar. Pipi Luna terasa basah. Tentu saja, basah air mata.

Lun, lo cuma dibaca chat lo. Gimana kalo ditinggal balikan sama itu mantan kesayangan Jamie? Eh dungu, jangan sampe dah mereka balikan, batin Luna.

Luna pun langsung menghempaskan badannya tengkurap, membiarkan air matanya keluar dengan sia-sia. Menangisi orang yang bukan siapa-siapa. Setelah 5 menit puas menangis, Karena kamarnya terlalu sepi, Luna merasakan ada getaran. Ternyata, ada telepon masuk. Luna terpaksa bangun dengan muka sembab penuh air mata dan ingus.

"Halo."

'Hey'

Suara yang tidak asing bagi Luna.

"Sapa ya?"

'Ini Jamie, Lun.'

Mata Luna langsung terbelak. Matanya menunjukan antusiasme bagai ada percikan alat pengelas besi tukang bangunan di jalan. Senyuman mengembang di bibirnya. Suaranya dia jernihkan. Bahkan dirinya langsung membetulkan letak kerapihan rambutnya. Padahal, hanya sebuah panggilan telepon.

'Lo kamu nangis Lun?'

AussieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang