20

1.1K 91 0
                                    

Luna's Pov

Ya, Tuhan, kenapa harus gue yang gak dapet? Tia aja bisa. Gue udah persiapin semua. Ini cuma gara-gara proposal yang gue kerjain dengan sistem kebut semalam. Bunda pasti kecewa sama gue. Ini Jamie juga cuek sama gue. Gue bingung kenapa harus berbarengan juga kan? Ya, udahlah mau gimana lagi kan.

Mungkin kalian sekarang bingung gue lagi dimana. Ya, gue lagi ada depan kelas gue, IPA-4. Sendirian. Gue lagi gak mood diceramahin sama bunda ataupun papa. Apalagi Bang Chandra. Di layar handphone gue sudah muncul missed call dari bunda sama Bang Chandra. Gue gak peduli.

Centing.

Centing.

Centing.

Centing.

Bunyi notifikasi spamming di Line menggoda gue buat buka hp yang ada di kantong seragam gue.

16.15
Chandra Dirgantara: Lo dimana? Gue dibilangin sama satpamnya lo udah pulang.
Chandra Dirgantara: Bunda khawatir, at least u read my tex, Lun.
Chandra Dirgantara: Bunda sampe nelfonin Jamie.
Chandra Dirgantara: NADIRA LUNA DIRGANTARAAAAA

Bunda nelfon Jamie? Buat apa? Sekhawatir itu? Gue biasanya jemput jam 15.45-an. Itu pun dijemput sama Bang Chandra telat sampe jam 4.

16.18
Chandra Dirgantara: he bocah jangan diread doang.

16.19
Nadira Luna: Ngapain bunda telpon Jamie?

Chandra Dirgantara: Yah, malah nanyain Jamie.
Chandra Dirgantara: Soalnya Bunda udah nelponin Tia, Wima, Arsen, sama Keila gak ada yang tahu. Emily atau sapapun itu aja ditelpon sama bunda.

16.20
Nadira Luna: Gue pulang sendiri.

Duh, ribet. Bodo amat dah. Capek gue. Pengen bunuh diri gue. Gue pun memasukan tisu ke dalam tas dan segala buku yang berserakan di kursi beton depan kelas gue. Termasuk surat pemberitahuan kalau gue gak diterima student exchange.

Dengan segala umbel dan air mata campur keringet yang ada di muka dan tangan, gue pun memikul tas ransel gue.

"Senyum sedikit napa sih?"

"Apa sih?"

"Sini pulang sama aku."

"Gue naik taksi."

"Sama aku aja."

"Taksi gue udah didepan." Bohong.

"Udah aku suruh pulang."

"Bohong."

"Kok bohong?"

"Gu-gue gak pesen taksi."

"Sekarang siapa yang bohong?"

-

Seneng. Gue seneng. Cowok di samping gue membawakan tas ransel gue. Sesekali gue melirik ke arahnya buat melihat senyum tipis yang selalu tercetak di mukanya. Senang atau tidak, marah atau tidak, sedih atau tidak, senyum itu tetap ada diwajahnya. Dia menoleh kearah gue dan memberi senyuman.

"Maaf ya, kemarin malem gue matiin telpon lo. Itu kepencet suer." Jari gue membentuk peace.

"Iya, gak masalah kok, Lun." Jamie menyenggol pelan lengan gue, "Kamu jangan patah semangat gitu dong. Aku suka kamu....."

What?!

Jalan gue terhenti, "Lo suka gue?"

"Aku suka kamu kalau kamu ceria. Tadi belum selesai." Jamie tertawa kecil.

Gue langsung tersenyum kecut, malu karna kegeeran. Duh, goblok lo, Lun. Hidup isinya malu-maluin orang doang.

'Some say if you don't go then you won't know, how to let go when you gotta let it swerve~', bunyi suara hp Jamie saat ada panggilan masuk.

"Iya tante, ini sudah mau saya."

"Taksi, tante."

"Gak kok, sudah sama saya naik motor gak apa kan, tante?"

"Anaknya tante saya pinjem dulu gak apa kan?"

"Iya kasian dia belum makan."

"Oke, tante. Sebelum magrib sudah sampai rumah."

"Iya, sama-sama."

Tut.

Jamie pun menatap gue. Gue hanya menggelengkan kepala gue. Gue pun memakai helm yang diberikannya.

Jamie menoleh ke belakang, "Aku ajak jalan-jalan dulu mau ya?". Gue mengangguk.

Sepanjang perjalanan, gue menyandarkan kepala gue ke Jamie. Nyaman banget. Kalau papa tau, mungkin gue bakal dimarahin dan gak dibolehin lagi pergi sama Jamie.

Tiba-tiba, Jamie sampai di daerah Jakarta Pusat agak ke timur. Sepi banget. Dia memarkirkan sepeda motornya di pinggir jalan, mengajak gue untuk duduk di sebuah bangku dekat rel kereta.

Ting nuuuung ting nuuuuung, suara bel palang kereta akan lewat.

Jamie menyuruh gue untuk duduk di bangku kayu reyot yang hanya berjarak 1 meter dari rel kereta.

"Gak mau."

"Percaya sama aku."

"Gue gak mau. Bahaya, bodoh."

TEEEEEEEEEENG, suara bel kereta saat melewati depan gue dan Jamie. Kecepatannya saking cepatnya membuat angin merusak tatanan rambut gue. Gue memegang erat lengan Jamie. Jika saja gue meluruskan kaki gue, gue pulang dengan merangkak.

"Dasar idiot!" Gue langsung mendorong Jamie menjauh. Gue cemberut dan melipat tangan di dada.

Jamie tertawa tak peduli melihat gue marah, "Yauda, jangan pegangan aku lagi deh."

"Dih."

Gue membelakangi Jamie. Jamie lagi-lagi cuma tertawa. Gue seneng diisengin sama Jamie. Walaupun sekarang gue lagi sok-sok cemberut. Dalam hati gue senyum lebar banget.

"Lo tau tempat beginian darimana Jam?"

Jamie pun menunjuk rumah putih, "Liat rumah warna putih itu? Dulu aku sempet waktu SMP summer kesini selama 2 minggu. Aku ketemu sama anak cewek gendut tinggi gitu lucu banget. Jadi, gue setiap sore kesini."

"Sapa namanya?"

"Bethany Jays. Entar pasti ketemu kok pas kamu aku ajak ketemuan sama temen-temen aku."

Senyum gue langsung pecah gitu aja.

-

Hai, readers! Author lagi sering buka hp nih, jadi ya gitu wattpad krispy01whimp kepake😂 Apalagi, author gapunya doi. Punya sih, tapi anggep aja dia sebagai penyemangat sekolah. Doi itu udah bagaikan Jamie di dunia nyata deh😍😍😍😍😍

By the way, jangan lupa vote yak! Terus ada tambahan satu lagi, buka teen fiction Lifetime Assholes punya author! Lifetime Assholes bakal aku kerjain setelah aku seleaain Aussie. Aku tuh gak suka gak ninggalin sesuatu kalau gak sampai beres gitu. Bawaannya kayak ada tanggungan.

OKAY, VOTE FOLLOW AND COMMENT!!💥💥💥💥💥💥💥

AussieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang