"Elah, buk. Tambahin dikit dong bawang goreng sama cabenya. Biar mantap, buk." Keluhan dari seorang gadis itu teralirkan ke seluruh penjuru warung yang menyebabkan tidak seorang pun tidak mendengar suara melingking tersebut. Pemiliknya pun tidak peduli dengan keramaian yang dia buat. Dia sudah kenal betul dengan lingkungannya.
"Ya Allah, neng. Nanti perut eneng sakit gimana kalo kebanyakan sambel. Neng Nadira kalo ntar mencret begimana? Saya yang kena masalah." Runtuk Ibuk Jim.
"Ah, Ibuk mah enggak asik. Perut udah kuat tahan ban- Eh!"
Hentakan dari dua kepala yang terbentur itu lagi-lagi membuat seluruh penjuru warung melihat ke arah seorang Nadira Luna Dirgantara dan seseorang yang asing. Asing secara harfiah, bukan mertafora.
"Excuse me, do you know this place?" Figur itu memberikan kertas bertuliskan dengan tulisan kapital dan berantakan.
Luna terdiam terhadap apa yang ada dihadapannya. "Yes, I-I think."
"Hey, you can speak english!"
Kehebohan memenuhi suara dari manusia asing itu. Luna berdiri menghadap figur di depannya dan tatapan nanar mengarah ke gadis itu seolah sedang menonton sinetron yang dipenuhi klise."Please, help me. I'm lost. I don't where to go." Dia memutuskan kehebohannya dan melanjutkan dengan nada memohon.
"Wait me outside this warung, eh kok warung ya? Aduh, bahasa inggris nya warung apaan coba?" Luna memijat jidat nonong nya yang kebingungan dan tidak ada persiapan untuk berbicara dengan seorang bule.
"Pardon, me?"
"Eh, wait me outside this place. Right beside that motorcycle. The white one."
"That's scooter?"
"Technically- eh, just wait in there. I come to you."
Eh, gila ye ini bule. Udah nyasar, nyerocos muluk, banyak tanya pula. Elah.
"Okay, thanks a lot."
Semua mata tertuju pada Luna dengan tidak peduli menatap interaksi dua manusia berbeda. Berbeda dari segala segi perspektif.
"Ih apaan sih, buk, pak, bang. Selesein tuh makanannya malah ngeliatin saya. Saya tau saya cantik." Gadis itu berbicara dengan kejenakaannya dan penuh percaya diri.
"Hooo. Liat bule ganteng juga." Ibuk Jim membela dirinya.
"Idih, neng Nadira mah." Para abang-abang tukang ojek menyeru kan rasa kejengkelan kepada Luna. Beberapa orang ingin melempar sandal dan tisu bekas kearahnya. Luna memang akrab dengan orang-orang sekitarnya.
"Eh, Bang, Buk, aih santai dong." Gadis itu tertawa kecil melihat seisi warung dibuat jengkel karna kelakuannya.
Gadis itu mengambil bungkusan mie rebus yang dibelinya dan dibuatkan oleh Ibuk Jim, "Nih, ekstra bawang goreng sama cabe. Lama-lama saya bangkrut kalo kamu yang beli, neng."
"Tengkyu, Buk Jim. Cantik deh." Luna melambaikan kecupan di udara. Jiwa yang hobi berkelakar muncul lagi pada Luna.
"Iye, yorwelkang, Neng." Buk Jim senyum sumringah karna dipuji oleh gadis ceria itu.
"Eh, Buk. You're welcome, buk. Yor-wel-kam. Bukan, yorwelkang. Ibu gimana sih?" Tawa Luna terlepas tidak terkendali melihat jawaban Ibu Jim yang pernah minta diajarin berbahasa inggris.
"Eh, Gusti. Saya salah omong. Udah sana buruan, itu pemuda tampan itu nungguin, Neng."
"Oh, iya. Lupa, buk. Yaudah, duluan ya, Buk Jim. Bang, jangan lupa bayar utang ke Ibu Jim, kasian tau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aussie
Teen Fiction"Bukankah SMA itu diisi sama masa bahagia yang bisa kita ceritakan ke cucu-cucu kita saat umur kita sudah bau tanah?" "Iya, kamu betul." "Dan lo bikin semua ini kacau." "Iya, kamu betul lagi. status: unedited and content harsh word. highest rank: #9...