Sekian bulan telah berlalu. Tumbuh kembang Harvey terlihat semakin pesat. Anak lelaki yang bahkan belum genap setahun itu sudah menguasai beberapa kata khususnya panggilan untuk orang tuanya. Seiring dengan kemampuannya, ia sudah mampu untuk menuntut dan menolak sesuatu.
"Anak Daddy sudah bangun?" Clay menyapa anak lelakinya yang tengah duduk di kotaknya.
Setelah Clay mengangkat sang anak, Harvey justru mencubit wajah ayahnya. Harvey tampak gemas melihat wajah sang ayah. Tentu saja itu membuat Clay menjerit karena cubitan bayinya itu cukup kencang.
"Auuuh!!! Mamiiii, toloooong," teriak Clay.
Harvey yang melihat Clay kesakitan hanya tertawa lucu. Honey dengan tergopoh-gopoh memasuki kamar mereka dan terheran melihat kelakuan Harvey. Ia pun segera mengambil Harvey dari gendongan Clay.
"Hoih? Giliran mami kamu cium-ciuuuum," protes Clay.
Tidak tahan dengan kelakuan anaknya yang seolah mengerjainya, Clay menggelitiki sang anak hingga terpingkal-pingkal. Honey dengan tubuh kecilnya harus menahan bobot Harvey yang semakin berat pun kewalahan.
"Daaad! Ini beraaat!" tegur Honey.
"Habisnya, dia jahiiil. Giliran kugendong, dia meremas wajahku. Lihat ini, ada bekas cakarannya," Clay menunjukkan pipinya yang perih.
"Astagaaaa. Ya namanya juga anak-anak. Kamu iniiii," tegur Honey.
"Tuh kan, tuh kaaan. Belain aja terus itu anakmuuuu," keluh Clay dan berjalan menuju kamar mandi.
"Heyy! Anakmu juga yaaa!" teriak Honey juga.
Dengan kesal Clay membersihkan dirinya. Pagi-pagi bukannya dapat kecupan malah dapat teguran dari istrinya. Tentu saja hatinya merasa tergores. Sakit di wajahnya sih tidak seberapa, ia hanya mencoba untuk mencari perhatian istrinya yang kini teralihkan sepenuhnya kepada Harvey.
"Dad, makanlah dulu," ajak Honey ketika melihat Clay keluar dari lift.
"Mana bodyguardmu?" sindir Clay.
"Itu di ruang bermain dengan Bibi Kim," jawab Honey.
"Kenapa sih pagi-pagi cemberut?" keluh Honey heran.
"Tidak," jawab Clay cepat dan segera duduk.
"Yasudah," jawab Honey.
Setelah mendengar jawaban Honey, Clay makin kesal batinnya. Ia menganggap Honey tidak memahami maksud hatinya yang sedang butuh sentuhan, minimal kecupan.
Ketika Honey selesai menghidangkan makanannya di piring Clay, tanpa basa-basi Clay melahapnya dengan cepat. Tanpa butuh waktu lama Clay menghabiskan makanannya. Setelah itu, ia hendak berpamitan pada istrinya.
"Sayang, aku berangkat," ucap Clay singkat.
"Hati-hati ya," jawab Honey.
Setelah memeriksa keadaan, Clay berjalan mendekati istrinya. Honey yang tahu maksudnya pun menyodorkan pipinya ke arah Clay. Namun, dengan cepat Clay memutar kepala istrinya dan mengecup gemas bibir Honey.
"Aaaaahhh!" Honey menjerit karena Clay menekan bibirnya terlalu kencang.
Huaaaa huaaaa huaaaa
Tangisan Harvey menggelegar setelah melihat ayahnya mencium sang ibu. Suasana seperti ini sering terjadi. Harvey benar-benar tidak suka melihat Clay bermesraan dengan Honey. Sesungguhnya hal yang wajar, namun Clay berharap Honey setidaknya bersembunyi dan memberikannya sentuhan mesra agar tidak terlihat oleh Harvey.

KAMU SEDANG MEMBACA
CHAPTER HIDUP: DREAM FAMILY (LANJUTAN MY THERAPY) (Faye Yoko)
CasualeIni adalah kehidupan 'after married' dari Clay dan Honey. Cerita ini akan mengisahkan kehangatan sebuah keluarga yang dibangun oleh mereka. Dalam biduk rumah tentu akan ada permasalahan dan pasang surut di dalamnya. Namun, dengan cinta yang penuh, m...