27. Bertahan atau Pergi

2 1 0
                                    

Gerimis.

Hanya gerimis ringan. Namun kursi kayu di teras telah terasa dingin. Sangat dingin. Entah karena gerimis, atau karena kami yang tak lagi hangat. Saya memutuskan bangkit setelah merasa cukup atas keheningan yang menyiksa. Lucu ya, sebelum saya mengenal dia, keheningan adalah sahabat baik saya. Adalah keadaan yang paling membuat saya nyaman. Sebelum mengenal dia, saya cenderung lebih suka tidak terlibat percakapan dengan orang lain. Sekarang, setelah mengenalnya, tanpa disadari, dia telah membuat saya terbiasa dengan hal-hal yang sebelumnya tidak nyaman saya hadapi.

Atau mungkin, hanya kepadanya lah saya merasa seperti ini? Merasa gelisah jika kami tak kunjung terlibat percakapan.

Niat saya untuk masuk ke rumah urung ketika sampai di ambang pintu. Saya melirik dia yang tetap bergeming dalam posisi yang sama di kursi teras. Tas tempurung berisi kucing oranye itu tak lagi melekat di punggungnya, dia letakkan di lantai teras.

Bayangan beberapa hari lalu ketika dia pergi begitu saja saat saya hendak mengambil motor untuk mengantarnya pulang, cukup membuat saya skeptis. Saya kembali menduduki kursi di sebelahnya yang hanya terhalang meja kecil. Menghela napas pelan. Dia tetap tak bergerak sedikit pun. Sampai kapan kami akan saling diam dan menunggu seperti ini? Sampai kapan dia mampu bertahan dengan sikap dinginnya itu?

Bersamaan dengan guntur yang meraung pelan di langit, saya mengibarkan bendera putih, memecah keheningan di antara kami.

"Tempo hari, waktu saya nemuin kamu di kampus, setelah kamu pergi pakai taksi siang itu, saya dapet kabar kalau ibu saya dilarikan ke rumah sakit setelah melakukan percobaan bunuh diri."

Saya hanya memandangi rintik hujan yang secara tenang dan pasti membasahi rumput halaman dan sepeda yang tergeletak di atasnya, namun bisa saya rasakan dia yang sedang menatap saya.

"I-ibu kamu?" tanyanya memastikan dengan suara tersendat.

Saya bergumam pelan. "Ibu saya masih ada."

Dia bergeming, saya meliriknya sekilas.

"Setelah kakak dan bapak saya meninggal, Ibu mengalami depresi berat dan harus tinggal di panti rehabilitasi jiwa. Setiap Minggu pagi, saya pergi buat jengkukin Ibu. Satu tahun Ibu tinggal di sana, selama itu juga nggak ada satu pun Minggu pagi saya yang bukan miliknya." Saya akhirnya mengizinkan mata saya sepenuhnya menatap wajahnya. Wajahnya yang kini tampak pias. Matanya yang menatap saya bergerak gelisah.

"Hari Minggu kemar—" dia ragu meneruskan kalimatnya, tapi saya segera paham apa yang sedang dia pikirkan.

Saya kembali melempar pandangan ke rumput halaman yang terlihat semakin kuyup.

"Ibu adalah satu-satunya keluarga saya yang tersisa. Sejak dua pilar keluarga ini pergi, saya menjanjikan hidup saya untuk kesembuhan Ibu. Saya keluar dari kampus. Kampus Wiba," saya menolehnya sesaat. "Setelah itu sebagian besar waktu yang saya punya, saya pakai untuk kerja, karena cuma itu yang saya pikir bisa saya lakuin buat bantu Ibu keluar dari tempat itu dan kembali menjadi ibu saya yang normal."

Hujan menderas. Perhatian saya beralih ke pohon tabebuya yang tak lagi dihiasi satu pun bunga. Hampa. Masa mekarnya telah usai.

"Ibu yang saya temui satu tahun terakhir, adalah Ibu yang nggak pernah mau bicara. Ibu cuma duduk di kursi roda dengan tatapan kosong seolah dia lagi menjalani peran sebagai orang mati. Saya tau, sejak kematian bapak dan kakak saya, Ibu nggak pernah pengen benar-benar hidup. Ibu nggak mau melanjutkan sisa hidupnya kalau nggak sama mereka." Saya tertawa miris. "Kadang ya, Rum, sedihnya, saya suka mikir, sebenarnya apa arti kehadiran saya buat Ibu? Apa fakta bahwa dia masih punya satu orang di hidupnya nggak bisa dia jadiin alasan untuk tetap waras? Apa Ibu nggak pernah mikir, setelah kepergian suami dan putra pertamanya, dia masih punya satu orang anak lagi yang butuh kehadirannnya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nona dan Tuan KesepianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang