"Sekarang lo bersihin dulu seragam lo" Perintahnya. Aku hanya mengangguk dan masuk ke toilet.
Cukup lama aku membersihkan seragamku dari terigu dan telur busuk. Ini sangat menjijikan, seumur-umur belum pernah aku seperti ini, sedih juga jadi diriku. Hanya gara gara dekat dengan cowok the most wanted jadi begini hasilnya. Aku bingung apa salahku jika dekat dengan Nathan. Kan bukan aku duluan yang mulai, Nathan yang deketin.
Apa mulai sekarang aku harus jaga jarak dengannya? Ya itu harus. Aku memang tidak pantas bersamanya.
"Woy udahan belum" Suara menggema membuyarkan lamunanku.
"Iya bentar lagi" Ucapku setengah berteriak.
Setelah menurutku lumayan bersih, aku keluar dari toilet dan berdiri disampingnya. Meskipun sudah agak bersihan, namun bau telur busuk ini masih aja tercium.
"Nih lo pake jaket gue aja, nanti lo masuk angin kalau pulang pake seragam basah" Ucapnya sambil memberi jaket coklat muda ke arahku.
"Tapi nanti jaket lo bau telur busuk"
"Terus lo mau pulang dalam keadaan kaya begitu?"
Aku menggeleng, "Yaudah sini jaketnya" Aku langsung mengambil jaketnya dan kembali masuk ke toilet.
Aku mencari sesuatu di dalam tasku, dan tak lama aku menemukannya. Kantong plastik hitam yang tidak begitu besar, aku langsung memasukan segaramku dan menaruhnya di dalam tas. Kemudian aku langsung keluar.
"Yaudah yuk pulang" Ajaknya saat aku disampingnya. Aku mengangguk dan mengikutinya ke halaman parkir.
"Ayo masuk" Ucapnya saat membuka pintu penumpang.
Aku menggeleng, "Nanti mobil lo bau, gue pulang sendiri aja deh. Makasih ya"
"Udah gak apa apa cepetan masuk" Perintahnya. Aku menghela napas dan masuk ke mobilnya, maksa banget ya cowok ini.
Tak lama dia masuk ke pintu pengemudi. Dia menatapku yang membuatku bingung, ya aku tau pasti sekarang wajahku terlihat sangat buruk.
Kemudian ia merogoh tas ranselnya lalu mengeluarkan sesuatu, sapu tangan. Cowok itu menghadap ke arahku dan mulai membersihkan wajahku yang mungkin masih ada sisa terigu yag menempel. Tanpa ku sadari aku menelusuri wajahnya yang begitu dekat denganku.
Dia sangat tampan, memiliki bola mata hazel, hidungnya mancung, kulitnya juga bersih. Sempurna.
"Kenapa liatin gue kaya begitu?" Ucapnya yang membuyarkan lamunanku. Aku langsung menggeleng cepat dan beralih dari pandangannya. Aku bisa dengar dia tertawa pelan.
*
"Sekali lagi makasih ya" Ucapku saat di depan gerbang rumah.
"Gak masalah, jaket nya kapan kapan aja di balikin. Besok kan libur, lagipula kita satu sekolah" Ucapnya sambil tersenyum.
Aku mengangguk, "Oh iya nama lo siapa?"
"Evan" Jawabnya. Aku mengangguk lagi.
"Yaudah gue pulang ya, bye" Ucapnya sambil berlalu.
Aku langsung masuk kerumah, kulihat keadaan rumah masih sepi. Pasti mama belum pulang, dengan cepat aku langsung menaiki anak tangga dan masuk kekamar ku.
Setelah ku mandi dan ganti semua pakaianku aku langsung duduk di balkon rumah dengan menghadap ke depan. Tiba tiba aku teringat sesuatu.
"Oh iya si Evan kelas berapa ya? Lupa kan tadi nanya" Gumamku pelan. Sampe lupa aku gak nanya dia kelas berapa, gimana aku mau balikin jaketnya.
Untung saja besok hari minggu, jadi masih ada waktu buat mencuci seragam ku dan jaketnya.
***
"Whaaatt!!" Suara teriakkan Lizi membuatku menutup kupingku rapat rapat.
Aku menceritaka kejadian waktu Summer and the girls melempariku dengan terigu dan telur busuk.
"Yaampun Cassy andai kemarin gue gak pulang duluan pasti gue bakal lawan mereka" Ucapnya kesal sambil memukul meja.
"Yaudah sih lagi juga gue gak apa apa, lagian udah ada yang bantuin gue kemarin"
"Hah?? Siapa? Pasti Nathan? Iya kan iya kan??" Tanyanya setengah berteriak. Membuat seisi kelas menatap kami dengan bingung.
"Yaudah sih gak usah pake teriak segala" Bisikku. Lizi hanya terkekeh sambil menggaruk belakang lehernya.
"Bukan Nathan yang bantuin gue, tapi...."
"Tapi apa Cass, siapa yang bantuin lo?" Tanyanya penuh penasaran.
"Evan yang bantuin gue" Ucapku sambil tersenyum, mengingat saat dia mengelap wajahku dengan sapu tangannya.
"Hah Evan?" Teriaknya lagi. Aku hanya mengangguk.
"Iya tapi gue gak tau di kelas berapa" Ucapku sambil bergidik bahu.
"Si kembar itu ya, ko bisa bantuin lo sih?"
"Kembar?" Tanyaku bingung.
"Iya kembar, dia itu punya kembaran namanya Avan. Dia juga temenya Nathan, lo gak tau ya?"
Aku menggeleng polos. Ternyata dia punya kembaran toh dan mereka temenya Nathan. Yaampun satu sekolah aja aku gak tau kalau ada anak kembar, kuper banget ya aku ini.
"Itu dia si Evan" Tunjuk Lizi saat kami di lorong sekolah.
"Kayanya dia mau latihan basket deh" Lanjutnya.
"Latihan basket?" Lizi hanya mengangguk.
"Samperin yuk" Ucap Lizi sambil menarik tanganku.
Langkah kami berhenti saat di hadapankan dengan kerumunan para cewek heboh yang histeris ngelihat Nathan cs mau latihan basket.
"Nanti aja deh Liz, rame banget. Lagi pula ada Nathan" Ucapku yang hendak pergi.
"Eh tunggu udah tenang aja kan ada gue, abis balikin tuh jaket kita langsung pulang" Ucapnya. Aku hanya mengangguk pasrah dan nurut saja.
Saat kerumunan itu sudah mulai sepi aku dan Lizi langsung menghampiri Evan yang sedang duduk sendiri di koridor sekolah.
"Hey" Sapaku. Evan langsung mengangkat kepalanya dan tersenyum.
"Eh lo" Ucapnya sambil berdiri. Bau parfum greentea menyeruak hingga ke penciumanku.
"Nih gue mau balikin jaket lo, udah gue cuci ko" Ucapku sambil memberi jaket kearah nya.
Dia tersenyum dan mengambil jaketnya, "ok deh"
"thanks ya"
"Yaudah sih gak usah bilang thanks terus" Ucapnya sambil tertawa.
Aku melihat Nathan yang berjalan ke arah kami. Aku jadi teringat oleh Summer, aku harus menjauh dari Nathan.
"Eh ada Nathan Cass" Bisik Lizi yang mulai heboh.
"Kita pulang aja yuk" Ajakku cepat, namum terlambat saat Nathan terlanjur menyapaku.
"Jadi kalian saling kenal?" Tanya Evan dengan bingung.
Nathan mengangguk, "Mau pulang ya?"
Aku hanya megangguk tanpa menatapnya, "Gue duluan ya"
Aku langsung menarik tangan Lizi dan pergi dari cowok itu. Aku tidak menghiraukan ucapan Lizi yang ingin melihat Nathan cs berlatih basket.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wildest Dreams
Teen Fiction-SELESAI- Sama sekali aku tidak mengharapkan balasan cinta darimu. Sama sekali aku tidak inginkan kita menjalin suatu hubungan. Karena.... Sudah merasa cukup saat kamu tersenyum, tertawa, bahkan mengobrol denganku. Meski pada akhirnya, Aku memang h...