WD 7#

155 9 0
                                    

Aku menggeliat ketika mendengar jam weker ku berbunyi. Biasanya mama akan mematikannya, tapi bunyi itu masih terdengar hingga terpaksa aku yang harus bangun. Beberapa detik setelah mengumpulkan nyawa. Aku mengambil jam di atas nakas dan mematikannya. Kulihat masih jam 6. Hari ini aku ingin santai berangkat kesekolah, gak mau terburu-buru.

Ku letakan benda itu, kemudian aku bangun dan hendak kelantai bawah. Prang! suara piring pecah membuatku terkejut. Itu pasti dari dapur, kurasa mama sedang memasak untuk sarapan. Aku langsung turun dan melewati anak tangga. Namun langkah ku terhenti saat mendengar,

"AKU MINTA UANG!! MANA UANGNYA!!" suara gelegar itu menggema hampir keseluruh ruangan. Siapa yang berteriak pagi-pagi begini? Sepertinya aku mengenali suara itu.

Aku langsung berlari menuju dapur, dan seketika aku membeku, mataku terbelalak karena melihat orang yang berdiri dihadapan mama. Wajahku memanas saat kusadari mama menangis. Ku edarkan pandangaku ke dapur. Piring-piring pada pecah sebagian, meja makan sangat kacau, alat-alat masak pun demikian. Sudah berapa lama suasana dapur berubah seperti ini.

"AKU MINTA UANG! APA KAU TIDAK DENGAR!!" suara itu berteriak lagi, kali ini lebih keras. Hingga mama tersentak dan menangis kencang

"PAPA STOP!!" teriakku tak kalah keras dan berlari ke arah mama yang sekarang duduk terkulai lemas di lantai.

"Kamu lagi!! Gak usah ikut campur urusan orang tua! Sana pergi!" Ucapnya berusaha menarik tanganku. Tapi aku menepisnya.

"Papa gak boleh marah-marah kaya gitu ke mama! Kasian mama!" Bentakku.

Aku mengelus punggung mama yang masih menangis. Aku tidak tega melihat mama seperti ini.

"JANGAN BENTAK PAPA! AKU CUMAN MAU MINTA UANG DARI WANITA INI !!!!" bentaknya tak kalah keras sambil menunjuk ke arah mama.

Aku berdiri dan maju beberapa langkah, "Papa kan seorang suami, kenapa minta uang sama mama! Emang papa gak kerja! Kemana uang hasil kerja papa selama ini! Mama kan gak kerja, kenapa mintanya ke mama!" Cerocosku pajang lebar.

"Dasar anak kurang ajar"

PLAK.

"Mas jangan mas...."

Tangan kekarnya mulus mendarat di pipi kiriku. Refleks aku memegangi pipiku yang mulai memanas ini. Aku tidak menyangka, sejauh ini papa belum pernah menamparku seperti sekarang. Bahkan kalau sedang marah, tapi lelaki separuh baya itu mulai berani menampar anaknya sendiri. Aku terdiam, air mataku mulai keluar.

"Sudah mas jangan tampar Cassy, dia gak tau apa-apa.."Ucap mama pelan sambil memelukku.

"Aku minta uang! Hanya itu! Berikan cepat!"

Tanpa berpikir panjang kulihat mama merogoh saku celananya dan mengambil uang kertas tiga ratus ribu.

"Hanya segini?!" Ucapnya kesal sambil merampas uang itu dari mama.

"Hanya itu yang aku punya" Ucap mama pelan.

Papa hanya terdiam dan menatap kami berdua, lalu pergi tanpa mengucap kata lagi.

Aku merasakan pelukan mama semakin erat saat aku mulai menangis. Kami berpelukkan dalam diam dan menangis bersama di dapur yang kacau.

Entah apa sebabnya sejak tiga bulan lalu papaku menjadi berubah total. Bukan papa yang ku kenal lagi. Figur kebapakan nya telah hilang entah kemana. Tidak peduli dengan keadaan mama yang selalu memikirkan suaminya. Kadang pulang dengan keadaan mabuk berat, hingga papa berbicara tidak jelas sambil marah-marah. Dan sudah seminggu ini papa tidak pulang, baru sekarang ia kembali dengan sifat jeleknya. Aku selalu bertanya baik-baik tentang perubahan papa kepada mama. Namun wanita itu hanya menggeleng lemah dan tatapannya sedih ketika aku bertanya seperti itu.

Meski aku masih SMA namun aku bisa mengerti dengan tatapan seperti itu. Dan saat itu aku tidak mau bertanya lagi karena takut membuat mama sedih. Selama ini ia selalu menyembunyikan kesedihan itu dariku. Padahal aku tau, kadang ketika aku hendak kekamar mama. Kudengar mama menangis didalam sana, aku tidak tega tapi aku tau pasti mama butuh waktu sendiri dan tidak mau aku terhanyut dalam kesedihan mama. Tapi siapa sih yang tega melihat Ibu kita menangis? Pasti hati kita terasa sakit. Sangat sakit.

Mama melepas pelukannya, "Maafkan kelakuan papa mu ya." Ucapnya disela sela tangisnya

Aku menghapus air mataku, "Tapi aku gak bisa kalau papa seperti ini ke mama, apa salah mama hah?"

Mama memegang wajahku dengan kedua tangannya. Mata senduh itu menatapku dalam tenang.

"Mama bisa atasi ini sayang. Lupakan kajadian ini yah" Ucapnya yakin dan melepaskan tangannya dari wajahku.

"Pipi kamu memar, abis mandi langsung di obatin ya sayang" Ucapnya sambil berdiri.

Aku menyentuh wajahku yang memar, dan.. itu lumayan sakit bila di tekan.

Ini semua gara-gara papa. Mungkin saat ini aku sudah mulai benci dengannya. Tapi tidak, sebelumnya aku sudah hampir tidak peduli saat ia berubah dan pergi begitu saja.

"Sayang" Panggil mama yang membuatku tersentak.

"Iya ma?"

"Kenapa melamun? Ayo sana mandi abis itu sarapan, nanti kamu telat loh" Ucapnya yang entah sejak kapan sudah sibuk membereskan pecahan piring di lantai.

Aku menghampiri mama dan berjongkok di depannya, "Aku bantu beresin ini abis itu baru mandi"

"Jangan nanti tangan mu terluka" Tegas mama sambil menahan tanganku.

Aku menatapnya dan melepas tangan mama dengan lembut.

"Gak masalah, aku gak bakal telat ko ma. Tenang aja" Ucapku sambil lanjut membersihka pecahan piring.

Mama tersenyum dan kembali membereskan pecahan itu. Setelah kejadian ini saja mama masih bisa untuk tersenyum. Hatinya sangat tegar.

Setelah itu aku masih membantu mama merapihkan alat masak yang sebelumnya terpelantal dari tempatnya. Lalu meja makan dan setelah itu aku langsung menuju kamar ku untuk mandi.

Pagi ini sangat buruk. Setelah seminggu menghilang, sekarang kembali dan pergi lagi meninggalkan luka yang begitu dalam.

**

Aku berjalan menyusuri lorong sekolah yang lumayan ramai. Namun aku heran ketika beberapa murid menatapku dengan aneh, kemudian berbisik dan tertawa. Apa sebabnya aku tidak tau. Aku tidak menghiraukan tatapan ataupun bisikan mereka. Apa yang salah denganku? Seragamku bersih, tasku tidak ada kertas yang menempel, rambutku juga rapi dikuncir satu, dan sepatu hitamku tidak terlalu buruk jika dilihat, meskipun belum aku cuci seminggu ini.

Aku mempercepat langkahku dan mendadak berhenti saat melihat mading sekolah yang penuh dengan murid sekolah.

"Ada apa sih?" Gumamku pelan.

Aku mencoba mendekat dan melewati kerumunan murid yang berusaha melihat isi mading. Ketika aku hampir sampai didepan mading, aku tercengah dan terdiam.

Siapa yang melalukan ini? Ini sungguh memalukan.

***
typo?
cerita makin gaje? emang iya.
maaf juga kalau pendek.

jangan lupa vote :)

Wildest DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang