20 - A Jealous Friend

2.4K 150 34
                                    

20 - A Jealous Friend

---

  Aku pernah menonton beberapa chick flick movies di mana sang pemeran utama bangun dari tidur dengan senyuman mengembang lebar di wajahnya.

  Hanya ada dua perkiraan yang muncul di otakku saat itu; that girl have a mental issues or she smoked too much marijuana before she went to sleep.

  I mean, apa yang pantas untuk disenyumi ketika kita bangun dari tidur nyenyak kita, dan harus bangkit dari kasur dan selimut yang sangat nyaman hanya untuk menjalankan kewajiban sehari-hari? Dan jangan lupakan juga kondisi tubuh kita di mana rambut berpencar ke segala arah tiap pagi. Oh, and the morning breath, too!

  Seriously, there's nothing to smile for.

  Namun pagi ini, begitu membuka kedua bola mataku, I just can't help but smiling like an idiot.

  Untuk pertama kalinya dalam seumur hidup, hal paling awal yang kulakukan ketika bangun dari tidur adalah tersenyum. Aku tak tau apa alasannya, tapi yang jelas aku tak bisa menahan senyuman itu lepas dari bibirku.

  I blame those stupid chick flicks for this.

  Bangkit dari kasur, aku meregangkan tubuhku selama beberapa detik sebelum melangkah menuju ke kamar mandi dan membersihkan diri.

  Hampir dua puluh menit kemudian, aku sudah segar dan merasa lebih nyaman dengan oversized T-shirt dengan wajah Jimmy Hendrix yang kupakai. Karena panjang kaus ini mencapai beberapa senti di atas dengkulku, aku tak perlu repot memakai celana lagi. Seusai membungkus rambut basahku dengan handuk merah milikku, aku pun keluar dari kamar.

  Di ruang makan, aku menemukan Papa sedang duduk sambil membaca sebuah koran dengan secangkir kopi di depannya dan juga Mama yang sedang mengoleskan selai cokelat kacang ke atas roti.

  "Morning!" sapaku, mengejutkan kedua orang tuaku sambil mencium masing-masing pipi mereka. "Morning, Mbok!"

  Mbok Riyah, yang sedang sibuk di dapur yang hanya terpisah dengan counter island dari ruang makan, menoleh padaku dan tersenyum lebar. "Pagi, Non Milla,"

  Aku lalu ikut duduk di ruang makan, berseberangan dengan Mama. Kuraih sebotol orange juice di atas meja dan menuangkannya ke gelas yang juga sudah tersedia. Selagi meminum orange juice -ku, di situlah aku sadar kedua orang tuaku sedang memandangku dengan ekspresi berbeda namun tetap menimbulkan pertanyaan di kepalaku; Mama dengan mimik serius bercampur marah sementara Papa kebalikannya—well, ia juga memasang wajah serius namun aku bisa melihat jelas ia sedang menahan bibirnya untuk tak menyengir lebar, amusement di kedua matanya bahkan sangat bisa kutangkap.

  "..Mam, Pap?" aku mengangkat suara dengan hati-hati setelah meletakkan kembali gelasku di atas meja. "Kalian kenapa ngeliatin aku kayak gitu?"

  "Don't act dumb, missy." desis Mama yang makin terlihat kesal dengan reaksiku. "Why didn't you tell us?"

Philophobia [On Hold]Where stories live. Discover now