23 - "I'm on the way there."
---
"Millie, I can explain—"
"No." aku memotongnya cepat. Lalu aku melakukan sesuatu yang membuatnya mengerutkan keningnya keheranan; aku tersenyum. Aku bahkan mengeluarkan tawaan kecilku, yang di telingaku pun kedengarannya sangat memaksa. "Don't finish that classic line."
Sepasang matanya memancarkan kesedihan yang dalam menatapku, membuatku merasa seperti orang yang paling pantas dikasihani. Sudut bibirku sudah bergetar, penglihatanku mulai buram berkat air mata yang mengancam untuk keluar. Kukunci tulang pipiku rapat-rapat dengan harapan itu bisa menahan diriku untuk tak menunjukkan kelemahanku di depan tiga manusia yang ada di ruangan ini.
Ia meraih satu tanganku. Namun murni karena refleks, aku langsung mendesis seolah kesakitan dan langsung menarik tanganku darinya kemudian mengarahkan telapak tanganku padanya, memberi isyarat untuk berhenti sambil mundur beberapa langkah.
Dengan reaksiku, ekspresinya nampak makin terluka. "Millie, I love you. Please don't be like this,"
Tiga kata.
Hanya dengan tiga kata sialan itu, tembok pertahananku runtuh dalam sekejap. Senyuman yang kubuat kini telah luntur, terbawa bersama air mata yang turun deras membasahi kedua pipiku, ibarat ucapan selamat datang untuk segala emosi yang kutahan sejak beberapa menit lalu.
YOU ARE READING
Philophobia [On Hold]
Teen Fiction"You're afraid of falling in love, aren't you?" "No, I'm not." "Then prove it." aku sibuk membunuhnya dengan sinisanku hingga baru menyadari ia sudah mengambil satu langkah lagi ke depan, sehingga ujung kaki kami kini bersentuhan. "Fall in love with...