10 - Girl Version of Hulk

2K 168 22
                                    

10 - Girl Version of Hulk

---

  Seseorang kurang ajar menarik selimut tebal yang semula menghangati tubuhku sehingga dalam sekejap kulitku merasakan tusukan udara dingin yang disebabkan AC di seisi kamar. Too bad, itu tak menghalangi jalanku untuk meneruskan tidurku.

  Sialnya, seseorang yang kupastikan akan kuterkam saat ini juga jika aku tak terlalu malas untuk bangun, kini dengan berani-beraninya membuka lebar-lebar gorden dari jendela kamarku, membuat kedua mataku yang padahal masih tertutup ini tetap merasakan silaunya matahari. Aku menggeram malas, lalu memutar posisi tubuhku sampai membelakangi jendela, kemudian mulai melanjutkan tidurku.

  Saat aku sudah hampir kembali ke alam mimpi, tiba-tiba saja bantal guling yang kupeluk erat dengan sepasang kaki dan tanganku ditarik secara paksa.

  Okay, that's it.

  Membuka mata, kuambil dengan cepat gelas kecil dari atas meja lampu di sebelah kasurku, lalu melemparkannya ke arah depan dengan segala tenaga baru-saja-bangun yang kumiliki.

  No one should ever mess with me while I'm sleeping.

  Gelas itu tak mengenai sasaran karena mataku juga masih belum bisa menangkap penglihatan dengan jelas. Dan dari awal aku memang tak ada niat untuk melempar tepat ke sasaran. Benda tersebut melayang dan pecah menjadi berkeping-keping saat melandas di tembok kamarku.

  "Milla, what the fuck?!" kualihkan mataku pada Rhesa, yang berdiri di depan kasurku dengan ekspresi kaget bercampur marah pada wajahnya.

  Is this fucker mad at me?

  "Gue hampir mati, Milla! Udah gila kali lo ya?!"

  This fucker is seriously mad at me.

  SERIOUSLY??

  "WOY TOLOL, KALO LO PUNYA KERJAAN LAIN SELAIN GANGGU ORANG LAGI TIDUR, ITU GELAS JUGA NGGA BAKAL MELAYANG!" teriakku tak mau kalah. He had no right to mad at me. Aku korbannya di sini!

  "Gue bercanda, Milla! Ngga perlu lempar gelas segala kan bisa!"

  Belum sempat aku membalas kalimat Rhesa dengan teriakan babak 2-ku, Chiko  muncul di daun pintu. Ia terlihat baru saja berlari karena nafasnya sedikit terengah-engah saat ini. Selang beberapa detik kemudian, Kenzi pun masuk ke dalam kamar dengan gestur super santainya. Aku juga baru sadar bahwa mereka bertiga sudah rapih dengan seragam sekolah masing-masing. And by rapih, maksudku kemeja putih lecek tanpa rompi yang tak dimasukkan ke dalam celana, tiga kancing atas terbuka sehingga bagian leher dari kaus polos mereka terlihat, converse putih—padahal diharuskan berwarna hitam dan rambut yang mereka bentuk jadi seakan terlihat messy.

  Kenzi dan Chiko menatapku, Rhesa dan pecahan gelas secara bergantian, kepanikan tertulis pada ekspresi wajah mereka. Lebih tepatnya, pada ekspresi Chiko saja.

  "Ini kalian kenapa sih? Kok bisa sampe ada gelas pecah gini? Ada apa?" he's on full panic mode right now.

Philophobia [On Hold]Where stories live. Discover now