R.E.A.D

2K 106 62
                                    

  Dengan degup jantung yang amat kencang, Monnsash mulai menggerakkan tangannya dan mengarahkannya ke gagang pintu. Dan ketika jari-jarinya akhirnya menempel di gagang pintu, ia bersumpah ia bisa mendengar detak jantungnya semakin menggila sampai-sampai mengalahkan suara teriakan-teriakan rusuh di balik pintu oranye yang sesaat lagi akan ia buka.

  "Okay," Monnsash menggumam pada dirinya sendiri. "I can do this."

  Dengan tarikan nafas panjang dari hidung serta anggukan kepalanya, Monnsash pun memutar gagang pintu dan membukanya lebar-lebar.

  Jika Monnsash tadi berpikir bahwa suara degup jantungnya mengalahkan teriakan-teriakan dari balik pintu, kini ia tau ia salah besar.

  Dengan tak ada lagi penghalang di antara dua pihak itu, teriakan-teriakan tadi sekarang terdengar lebih keras. Bahkan sepertinya tingkat kenyaringannya melonjak berkali-kali lipat saat pintu terbuka.

  Jumlah massa yang ada di hadapan Monnsash hanya dalam kategori puluhan, namun dengan teriakan super mereka itu, Monnsash yakin ia bisa-bisa tuli jika teriakan mereka tak segera dihentikan.

  Butiran-butiran air mulai keluar dari kedua pelipis Monnsash. Ia mulai meragukan lagi apa ia bisa menenangkan para reader ini atau tidak. Fakta dimana seluruh pasang mata sedang memelototinya sepenuh jiwa pun tak menolong situasi sama sekali.

  Monnsash mendekatkan toa yang sejak tadi ia pegang di satu tangannya yang lain ke mulutnya, lalu mengaktifkannya. "Um, hi everyon--"

  Entah bagaimana caranya, teriakan para reader makin menggila lagi. Dan sungguh, Monnsash amat yakin bahwa ia baru saja mendengar seseorang meraung.

  Ia mulai panik.

  "Would you guys please calm dow--"

  Di detik itu para reader bukan lagi hanya berteriak nyaring, namun sudah melontarkan protesan-protesan yang tak bisa Monnsash tangkap dengan jelas. Kepala Monnsash mulai nyeri saking ricuhnya suasana yang sedang dihadapinya itu.

  "Guys, silent please."

  Upayanya masih belum juga berhasil. Emosi Monnsash yang semula digandrungi dengan rasa panik serta ketakutan, kini mulai dikuasai dengan amarah. Tak ada hal lain yang Monnsash inginkan saat itu selain menenangkan para reader-nya.

  Monnsash menarik nafas panjang untuk yang kedua kalinya, lalu menghembuskannya sambil berteriak sekeras mungkin. "SHUT THE BLOODY FUCK UP!!"

  Hening seketika.

  Para reader menatap Monnsash terkejut, mungkin karena tak menyangka bahwa Monnsash berani berteriak bahkan membentak mereka. Monnsash sendiri pun juga kaget, kedua matanya terbelalak, tak menyangka bahwa para reader langsung menghentikan 'paduan suara' mereka hanya dengan bentakannya.

  "Okay, woah, that was cool," Monnsash bermaksud untuk mengatakan itu pada dirinya sendiri, namun karena toa masih berada di depan mulutnya, para reader jadi bisa mendengarnya.

  Monnsash memergoki beberapa reader memutar kedua bola mata mereka malas.

  Sadar atas kebodohannya, Monnsash langsung mengeluarkan deheman dengan sengaja, menyiapkan suara lantangnya.

  "Hai, semuanya." sapa Monnsash sambil melambai kaku kepada para reader.

  Tak ada yang balik menyap-

Philophobia [On Hold]Where stories live. Discover now