3 - The Voice in My Head

2.6K 223 7
                                    

3 - The Voice in My Head

---

  "Bangsat lo."

  Dengan sinisan mautku dan dua kata itu, aku langsung pergi menjauh dari meja menuju pintu keluar kantin. Kakiku terus melangkah tanpa peduli dengan bahu-bahu beberapa murid yang kutabrak sampai akhirnya aku tiba di pinggir lapangan outdoor. Aku duduk di tempat yang terbuat dari semen, kemudian melepaskan rompiku yang sudah kuyup akibat kelakuan bodoh anak baru itu.

  Sungguh tak habis pikir. Dalam kurun waktu yang kurang dari 5 jam, ia sukses membuatku hampir berubah menjadi Hulk. Mengejekku dengan memanggilku The Condom Girl, menyebut nama panggilan yang paling tak ingin kudengar, menggodai perempuan yang aku benci dan mengguyurku dengan es teh manis. Dan jangan lupakan juga tentang tiga sahabatku yang sepertinya lebih membela si bodoh itu dibanding aku.

  Agar kalian tak salah mengartikan, sekali lagi aku perjelas; aku lebih baik dilempar dari atas gedung daripada harus cemburu dengan si bodoh itu.

  Seriously, aku tak menyukainya. Aku membencinya 50%, remember? Aku mengabaikan salam pamit dari Zaskia sama sekali tak ada hubungannya dengan anak baru itu. Kalaupun ada, satu-satunya alasan adalah dua orang yang kubenci berada di radius lima meter dariku. Tentu saja aku kesal.

  Tapi apa sikap lo tadi ngga terlalu berlebihan? Tanya sebuah suara dari dalam kepalaku.

  Ngga, dia pantes digituin.

  Apa tadi lo ngga terlalu kasar ngatain dia?

  Ngga. Dia pantes dikasarin.

  Lo sendiri juga tau pasti dia ngga sengaja, kan?

  Ngga. Gue ngga tau.

  Lo tau. Lo juga tau tadi itu lo terlalu berlebihan dan kasar sama dia. Dia ngga mungkin seburuk yang lo pikir, kok. Inget, tadi pagi lo sempet ngakuin kalo dia ganteng.

  SHUT UP!

  Oh, God. Kurasa aku sudah mulai gila. Mana ada orang yang berbicara dengan dirinya sendiri?

  Bukan cuma lo, kok.

  Diem, ah!

  "Hai."

  Kepalaku mengadah ke atas untuk melihat seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah si anak baru. Ia berdiri di hadapanku dengan raut wajah yang baru pertama kalinya kulihat setelah beberapa jam aku mengetahui bahwa ia hidup.

Philophobia [On Hold]Where stories live. Discover now