30 - Rhesa and His Charm

1.6K 135 60
                                    

30 - Rhesa and His Charm

---

  Rhesa baru saja menemukan koper berisi puluhan juta rupiah di dalamnya.

  Okay, aku bohong. Aku hanya mencari alasan yang kira-kira cukup akurat dari ekspresi super bahagia pada wajahnya sepanjang hari ini.

  Mulai dari saat ia tiba di dalam kelas dan menyapa semua murid satu persatu, memberi high five sembari menanyakan bagaimana kabar mereka (padahal kemarin baru bertemu??)

  Ia juga, dalam momen yang random, tiba-tiba menyenandungkan lagu-lagu ceria sambil menggoyangkan kepalanya. Di jam belajar, untuk pertama kali setelah belasan tahun mengenalnya, aku melihat ia sungguh-sungguh memperhatikan guru yang sedang mengajar, tak mengobrol dengan Chiko atau bahkan menoleh padanya. Dan tak lupa juga kuberitahu bahwa tak pernah satu menit pun ia menghilangkan senyuman atau cengiran lebar pada bibirnya. Aku bahkan tak heran jika ada seseorang dari radius 1 kilometer yang bisa ikut merasakan aura bahagia pada Rhesa.

  Dalam beberapa alasan masuk akal, kurasa aku tau apa—bukan, siapa penyebab dibalik semua itu. Dan aku akan mengkonfirmasikan benar atau tidaknya perkiraanku sesaat lagi.

  Kini aku sedang dalam perjalanan menuju ke kelas 12-F, mencari seseorang yang berani-beraninya tak muncul di kantin padahal aku sudah menunggunya sejak bel istirahat berbunyi lima belas menit yang lalu. Cih, dia pikir aku tak bisa dengan mudah menemukan di mana kelasnya.

  Begitu tiba di depan pintu dengan papan bertuliskan 12-F di atasnya, tanpa berpikir dua kali aku langsung bergerak masuk ke dalam. Mataku mengelilingi seisi ruangan dan menyadari bahwa hampir semua pasang mata murid yang tak pergi ke kantin kini tertuju padaku. Namun aku tak sempat mengurusi mereka karena telah dibuat fokus pada satu-satunya murid yang tak memperhatikanku, yang duduk di barisan kedua dari belakang dengan kepala menempel di meja serta earphone pada telinganya.

  Aku melangkah mendekati mejanya, masih mengabaikan tiap mata yang mengikuti langkah kakiku. Aku kemudian duduk di bangku kosong yang ada di depannya lalu melepas paksa earphone yang ia pakai dan mendaratkannya di atas meja.

  "What the fu—"

  Vita menghentikan kalimatnya seketika begitu ia mengadahkan kepalanya. Kedua matanya terbelalak kaget mendapati sosokku di depannya yang kubalas dengan tampang super datar di wajahku sambil melipat kedua tanganku di depan dada.

  Sadar dari kekagetannya, Vita pun menormalkan kembali ukuran matanya dan saat itulah kami memulai staring contest. Aku mendengus keras dalam hati. Jika ada satu hal yang belum diketahui Vita tentang diriku, adalah bahwa aku amat ahli dalam bidang ini.

  Hampir satu menit berlalu dan aku masih tak mengedipkan sepasang mataku sekalipun. Vita juga begitu, namun aku bisa melihat ia sudah tak mampu bertahan lebih lama lagi, terbukti dari caranya yang sesekali memelotot untuk meregangkan otot-otot matanya. She was good, I'll give her that. Tapi dengan kondisiku yang masih baik-baik saja, aku sudah tau siapa yang akan memenangkan kontes ini.

  Aku tak asal bicara, karena tepat pada waktunya, Vita langsung kalah telak begitu ia menutup matanya seraya merintih kesakitan hingga ia melepas kacamatanya kemudian mengusap-usap kedua bola matanya.

Philophobia [On Hold]Where stories live. Discover now