Satu tahun telah berlalu
Dalam kurun waktu itu, banyak hal yang berubah dalam keluarga Adiwijaya.
Shani dan Cio telah resmi menikah dan kini tinggal di rumah milik Cio, meninggalkan kediaman keluarga Adiwijaya yang kini hanya dihuni oleh Melody, Gracia, Gito, dan tentu saja Gracie.
Gito masih menjalani perannya sebagai ayah bagi Gracie, sekaligus tetap mengurus pekerjaannya yang semakin menyita waktu.
Di sisi lain, hubungannya dengan Chika mengalami pasang surut, seperti halnya hubungan pasangan pada umumnya.
Jika dulu mereka selalu berusaha meluangkan waktu untuk bertemu, kini keadaan memaksa mereka untuk lebih banyak berkomunikasi lewat telepon atau pesan singkat.
Gito sibuk dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga, sementara Chika semakin tenggelam dalam kesibukan kuliahnya yang sudah memasuki semester akhir.
Skripsi, tugas, dan berbagai urusan akademik lainnya membuatnya nyaris tidak memiliki waktu untuk hal lain.
Kesibukan mereka membuat komunikasi semakin jarang, dan tanpa disadari, miss komunikasi pun sering terjadi.
Hal-hal kecil yang dulunya bisa segera dibicarakan kini sering menjadi pemicu kesalahpahaman. Kadang Chika mengeluh karena Gito terlalu sibuk dan sulit dihubungi, sementara Gito merasa Chika pun tidak lagi memiliki banyak waktu untuknya.
Meskipun begitu, keduanya masih berusaha mempertahankan hubungan mereka.
Namun ada satu hal yang mereka sadari, cinta saja tidak cukup. Dibutuhkan waktu, usaha, dan komunikasi yang baik untuk menjaga hubungan tetap berjalan.
Pada suatu malam, Gito dan Chika akhirnya memiliki waktu luang untuk bertemu.
Setelah sekian lama terjebak dalam kesibukan masing-masing, mereka memutuskan untuk makan malam bersama di sebuah restoran yang sering mereka kunjungi dulu.
Di dalam restoran dengan pencahayaan temaram dan alunan musik jazz yang lembut, Gito menatap Chika yang duduk di hadapannya.
Sudah lama ia merindukan momen seperti ini, hanya mereka berdua, tanpa gangguan pekerjaan atau tugas kuliah.
"Pesan apa?" tanya Gito sambil menutup menu.
Chika tersenyum kecil, tapi tatapannya sedikit kosong.
"Kayaknya aku mau yang biasa aja, deh. Salmon grill."Gito mengangguk.
"Oke. Aku pesan steak."Setelah pelayan pergi, Gito menghela napas dan menyandarkan punggungnya ke kursi.
"Akhirnya kita bisa ketemu. Rasanya udah lama banget.""Iya" jawab Chika singkat. Tangannya sibuk dengan ponselnya, mengetik sesuatu dengan cepat.
Gito memperhatikannya beberapa saat sebelum bertanya
"Siapa?""Hm?"
"Kamu chattingan sama siapa?"
Chika mengangkat kepala sekilas, lalu tersenyum tipis.
"Oh, ini? Grup kampus. Lagi bahas tugas."Gito mengangguk pelan, mencoba mempercayai jawabannya. Namun ada sesuatu dalam ekspresi Chika yang membuatnya ragu.
Selama ini, Gito bukan tipe pria yang posesif. Ia percaya pada Chika dan tidak ingin membatasi ruang geraknya.
Tapi akhir-akhir ini, ia mulai merasa ada yang berubah dalam cara Chika bersikap.
Dan malam ini, perasaan itu semakin kuat.Setiap beberapa menit sekali, Chika kembali menunduk, mengetik sesuatu di ponselnya, lalu tersenyum kecil.

KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Aku
Teen FictionDalam gelap ada harap, dalam rusak ada isak Dalam berbisik merindukan dekap Dan dalam letak ada hati yang telah retak.