-Author pov-
"Raf"
"Yes?"
"Menikahlah dengan Beverlly"
Rafael melepaskan pelukannya secara sepihak.
"Kumohon" pinta sang ibu dengan wajah lembutnya.
Rafael menatap kedalam mata ibunya, terlihat ibunya sangat berharap banyak padanya.
Tapi bagaimana dengan Queenzy? Dia tidak menginginkan hal itu terjadi.
"Tapi bu..."
"Raf, ibu mohon. Ini juga demi kebaikanmu, ibu sedih melihatmu harus sibuk mengurus semuanya sendiri, kau butuh seorang pendamping" jelas Ny.Lucas.
"Ibu mohon" Ny.Lucas mengusap tangan Rafael.
Rafael hanya dapat terdiam menatap ibunya dengan pasrah.
"Aku akan mengurus semuanya" Ny.Lucas berdiri dan mengambil tasnya yang ada di atas meja.
"Aku pergi" Ny.Lucas mengecup kening anaknya dan berlalu pergi.
Setelah kepergian sang ibu, Rafael masih tetap pada posisinya. Dia bingung harus melakukan apa.
---
"Selamat siang" sapa Jessie pada pelanggan di depannya.
"Aku pesan Cheese Burger satu dibungkus" pesan pelanggan cantik itu.
"Cheese Burger,satu" ucap Jessie pada pengeras suara di depannya yang tersambung ke arah dapur.
"Jadi $3" lanjut Jessie masih tetap dengan senyum sopannya.
Pelanggan itu menyerahkan beberapa lembar dollar.
Jessie menghitung dolla yang diterimanya "bisa ditunggu, terima kasih" Jessie memberi nomor antrian meja.
Pelanggan itu pergi mencari meja kosong.
"Selamat siang, dr.Raynold" ucap Jessie terlihat senang "oh dr.Lucas" wajah bahagia Jessie seketika hilang saat melihat lelaki yang berdiri di samping Antolin.
Antolin tersenyum "kau sudah masuk kerja, Jes? Bagaimana kakimu? Apa sudah mendingan?"
"Sudah dok, aku merasa sehat sekarang" senyum Jessie terus terpatri di wajah cantiknya.
"Baguslah kalau begitu" sergah Rafael dengan wajah menyebalkan, menurut Jessie.
Keempat pasang mata menatap Rafael, mereka terdiam. Ntahlah, mereka bingung atau tidak tahu harus menanggapi ucapan Rafael bagaimana.
"Oh, kau ingin pesan salad tuna dan orange jus, dokter?" Tanya Jessie pada dokter tampannya.
"Tentu, bagaimana denganmu, Raf?" Tanya Antolin pada Rafael.
"Kopi hitam satu, gulanya sedikit"
"Baiklah, tunggu sebentar" ujar Jessie sembari memberikan nomor antrian meja.
"Awas kalau lama" kecam Rafael.
Jessie menatap takut ke arah Rafael, dia mengangguk pelan.
Antolin tersenyum menatap kedua insan berbeda gender itu.
Jessie membawa nampan berisi pesanan pembeli. "Ini cheese burgernya, terima kasih. Selamat datang kembali" ujar Jessie pada pelanggan yang memesan cheese burger tadi.
"Ini salad tuna dan orange juice-nya" ujar Jessie menempatkan pesanan Antolin di atas meja "dan ini kopi hitamnya" ujar Jessie datar.
"Makasih, Jes" Antolin tersenyum pada Jessie.
"Sama-sama, dok" Jessie ikut tersenyum juga.
"Ouch"
"Haha hmm..." Jessie menahan tawa melihat kelakuan bodoh Rafael. Rafael meminum kopi yang masih panas.
'Dasar dokter aneh' Jessie tertawa keras dalam hatinya.
"Apa yang kau tertawakan?" bentak Rafael pada Jessie.
Dia hanya menggeleng sembari menutupi setengah wajahnya dengan nampan yang dipegangnya.
"Aku akan mengembalikan kursi rodamu" ujarnya pada Rafael.
Rafael hanya membalasnya dengan deheman.
"Oh ya terima kasih telah menyembuhkan kakiku" ujar Jessie lagi.
Rafael mendelik ke arah Jessie. "Tahu terima kasih juga" jawabnya ketus.
"Ishh" Jessie mencibir "baiklah aku akan kembali, permisi dokter"
"Baiklah, terima kasih" ujar Antolin sebelum Jessie meninggalkan mereka.
Antolin tersenyum menggoda menatap temannya "Rafael Rafael, kau dengannya bagai kucing dan anjing"
"Apa maksudmu?" Tanya Rafael ketus.
Antolin sudah biasa mendapat perlakuan buruk dari Rafael, ini bukan sekali atau dua kalinya. Wataknya memang keras tapi percayalah dia orang yang baik.
"Jadi apa yang mengganggu pikiranmu, Raf?" Tanya Antolin. Ini adalah awal dari perbincangan mereka sebelumnya Antolin melihat keanehan dari diri Rafael, jadi dia meminta Rafael untuk berbagi dengannya.
"Ini masalah Beverlly" ujar Rafael sekenanya. Sebenarnya dia juga malas membicarakan hal ini, tapi dia butuh pendapat dari temannya.
"Ada apa dengannya?"
"Ibuku memintaku untuk menikah dengannya" Rafael menghela nafas, dia memainkan jari di atas pinggiran cangkir kopinya.
"Lalu?"
"Queenzy tidak menginginkan hal itu terjadi"
"Kau mencintainya?" Tanya Antolin dengan serius, kini dia menyilangkan kaki kirinya diatas kaki kanan.
Rafael menggeleng "aku baru mengenalnya sekitar beberapa minggu lalu, ketika ayahnya menjadi pasien rumah sakit ini, dan ternyata ayahnya adalah mantan boss ibuku ketika dulu ibuku bekerja"
Antolin ikut menghela nafas, dia juga bingung harus memberi saran apa pada temannya.
"Lalu bagaimana denganmu? Mengapa kau masih sendiri? Bahkan umurmu sudah berkepala tiga" Rafael menegakkan duduknya dan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
Antolin tersenyum, dia memakan salad tuna-nya yang sedaritadi dia angguri. "Aku belajar darimu"
Rafael berhenti menyesap kopinya dan menatap Antolin.
"Jangan asal pilih pasangan" Antolin tergelak, sampai orang yang duduk di samping mereka menoleh pada dua dokter tampan itu.
"Sial kau Antolin! Kau menyindirku?" Wajah masam Rafael keluar.
"Lagi pula pernikahan itu terjadi karena kecelakaan" lanjutnya.
"Kecelakaan? Maksudmu kelakuanmu terdahulu hanya kecelakaan?" sindir Antolin.
Rafael menunduk dan menghela nafasnya panjang "dulu, aku memang bejat. Tapi aku bersyukur karena hal itu aku mendapatkan Randy" Rafael tersenyum mengingat anaknya.
"Ya Tuhan, Randy Queenzy? Jam berapa ini?" ujar Rafael gelagapan. Dia menatap jam dinding kantin, hampir jam setengah satu siang.
Tak terasa dia mengobrol dengan Antolin hampir satu setengah jam.
"Aku akan kembali" seru Rafael sembari menepuk pelan pundak temannya, ia berlari kalang kabut keluar kantin.
"Hati-hati" salam Antolin sebelum Rafael benar-benar hilang dari kantin.
Antolin menghela nafas dan kembali menyeruput jusnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dr. & Me [COMPLETED]
Romance[NEW YORK] // [BOOK] Ketika rasa yang dulu hanya kontrak telah berubah menjadi sesungguhnya. Benar apa katanya, Cinta memang butuh adaptasi baru bisa tumbuh menjadi saling berbagi.