"Aku tidak bisa, sayang"
'Kenapa?'
"Aku sudah bilang kalau siang ini aku ada rapat jam 2"
'Bilang saja kau tidak mau menjemputku'
"Bukan maksudku beg..."
'Terserah. NANTI MALAM KITA BATAL MAKAN MALAM'
Pip
Sambungan terputus secara sepihak. Lelaki tersebut melempar ponselnya ke atas meja lalu memijat pelipisnya yang terasa sangat sangat sangat penat.
Bagaimana tidak?
Sudah dua minggu istrinya berubah, berubah menjadi sensitif, berubah menjadi sangat garang, berubah menjadi sangat sangat pemarah. Oh ayolah, sebenarnya apa yang terjadi?
Ceklek
Siapa lagi yang datang disaat Rafael sedang sepenat ini?
Rafael mengangkat wajahnya untuk melihat siapa orang yang dengan lancang masuk ke dalam ruangannya tanpa permisi.
"Raf"
Ternyata Antolin.
Antolin duduk tepat di depan Rafael yang hanya dipisahkan oleh meja kerja sang pemilik ruangan yang terlihat seperti kapal pecah. Kertas berserakan di sepanjang meja, tempat pulpen tergeletak begitu saja di ujung meja dengan isinya yang berserakan di atas kertas-kertas yang sebenarnya penting untuk Rafael. Lalu, beberapa stel pakaian kerja Rafael yang tercecer di sofa dan lantai, dan sepatu-sepatu mahal milik dokter tampan itu terhampar di sana-sini.
Ugh, terlihat sangat tidak terawat.
"Wow, sepertinya megalodon sudah hidup di ruang kerjamu" Antolin memperhatikan setiap inchi ruangan milik temannya, benar-benar tidak mirip seperti ruang kerja.
"Huh, sesuatu membuatku resah" desah Rafael berat, dia mengusap kembali wajah tampannya yang berantakkan. "Oh ya, ada apa?"
Antolin meletakkan undangan pernikahan dengan mempelai bernama Antolin dan Jessica di atas meja Rafael. "Minggu jam 8 pagi"
Rafael mengamati setiap kalimat yang tertera di undangan, lalu meletakkannya kembali di atas meja "kukira kau phobia dengan pernikahan" katanya yang terdengar seperti ejekkan.
"Aku akan menikahi istrimu, jika kau tak merebutnya"
Rafael terkekeh, apa dia pantas berlaku seperti itu, setelah apa yang dia lakukan pada Antolin?
Kata-kata Antolin dirasanya juga memang menyindir Rafael. Dirinya sudah melupakkan Jessie, si korban utama yang kini menjadi istri temannya, dia sudah mengikhlaskan semua yang telah terjadi, jadi kata-kata seperti itu hanyalah ejekkan semata yang tidak ada perasaan menyakitkan lagi di dalamnya.
Antolin menyilangkan kaki kanannya di atas paha kirinya "ada apa denganmu? Kau terlihat sangat kacau"
Temannya kembali mengingatkan pada masalahnya lagi, dan itu membuat Rafael kembali penat, lesuh, lelah. Dia memijat pelipisnya berulang kali. "Sesuatu terjadi dengan Jessie, dia terlihat seperti monster"
"Kenapa?"
Berkali-kali helaan nafas Rafael keluarkan. Sepertinya ini perkara berat, lebih berat dari tugasnya saat menolong pasien yang sedang sekarat, baginya. "Belakangan ini dia sangat sensitif, dia gampang marah, gampang kesal, gampang menangis, dan manja, itu membuatku gila"
Antolin mengumpulkan kertas-kertas yang berserakkan di atas meja temannya lalu memasukkan ke dalam map merah yang memang menjadi tempatnya. "Lalu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dr. & Me [COMPLETED]
Romantizm[NEW YORK] // [BOOK] Ketika rasa yang dulu hanya kontrak telah berubah menjadi sesungguhnya. Benar apa katanya, Cinta memang butuh adaptasi baru bisa tumbuh menjadi saling berbagi.