-Author pov-
Antolin membelokkan mobil sedan silvernya ke sebuah restoran yang terkenal mewah di kota New York.
Jessie menoleh keluar jendela "loh i ini bukannya Deluxe Resto" serunya kaget.
Antolin mengangguk. Dia memarkirkan mobil.
"Kenapa kita ke sini?" Jessie memiringkan kepalanya menatap Antolin. Yang membuatnya semakin lucu.
Antolin tersenyum "kita mau makan masa mau berenang, ya ampun Jessie" ujar Antolin di iringi tawanya.
Jessie menjadi kikuk, dia salah tingkah dengan jawaban Antolin.
"Ayo turun" ajak Antolin yang sudah melepas selt belt-nya lebih dulu.
Antolin keluar dari mobil diikuti oleh Jessie.
"Selamat datang, ini menunya" sapa pelayan pada Jessie dan Antolin yang baru saja duduk di meja kosong.
Mereka duduk di barisan ketiga dekat jendela kanan resto.
Pelayan tersebut memberikan menu pada Jessie dan Antolin.
Jessie mulai membuka menu dan membaca setiap nama makanan dengan harganya. 'Steak & Veggies $85. Apa? Untuk makanan seperti ini $85? Bahkan di kantin hanya $5 bisa hemat $80. Ya Tuhan mahal sekali' ujar Jessie dalam hati.
Dia kembali membaca menu lainnya 'Pork Chops $100, Minestorn $67, Salmon Chesse $78, Baked Tuna $99. Ya Tuhan, benarkah ini harga makanan? Kenapa seharga sepatu?'
Jessie menyembulkan kepalanya dari buku menu "psssttt, dok" panggil Jessie pelan.
Antolin segera menoleh "iya?"
"Kau yakin akan makan disini?"
Antolin menutup wajah sebelah kanan dengan buku menu agar sang pelayan tidak tahu apa yang mereka bicarakan "iya kenapa?" Balas Antolin pelan.
"Di sini mahal, lebih baik kita cari yang lebih murah"
"Tidak masalah, makanan ini tidak langsung membuatku jatuh miskin"
Pelayan bernametag 'Dabbien Ryn' menatap kedua pelanggannya dengan bingung, apa yang kedua pelanggannya itu bicarakan?
Jessie tertegun mendengar ucapan lelaki berkacamata di depannya.
Antolin kembali menegakkan tubuhnya dan kembali membaca menu.
"Snapper Pasta satu dan Lemon green satu. Jes kau mau apa?"
Pelayan tersebut segera mencatat pesanan Antolin.
"A ah aku sama saja denganmu"
"Baiklah berarti dua"
"Ok, silahkan ditunggu. Terima kasih" ujar Pelayan tersebut dan berlalu.
Jessie masih menatap tidak percaya pada Antolin "ada apa?"
Jessie akhirnya menatap keseluruh ruangan, penerangan yang minim, pengunjung yang ramai tapi sepi, maksudnya suara para pengunjung tidak terlalu berisik.
"Seharusnya kita makan di tempat lain, di sini mahal"
Antolin tersenyum, kaki kanan disilang di,atas kaki kiri "kau tidak usah khawatir, aku yang bayar"
Jessie membuka menu tadi "Snapper Pasta $70 kalau dua jadi $140, Lemon Green $15 jadi $30. Dan kau harus mengeluarkan uang $170 hanya untuk makan malam? Ini gila dok"
"Apa yang gila? Sudahlah, gajiku masih mampu membayarnya" Antolin tersenyum.
Wanita cantik tersebut menghela nafas. Dia rasa dokter tampan ini sangat gila, benar-benar sudah gila.
---
Rafael membuka pintu rumahnya yang sudah sepi, lampu ruang tamu sudah mati. Dia menutup pintu perlahan dan menguncinya.
"Rafael, kau di sana?" Seru wanita paruh baya yang masih terbilang cantik, saking cantiknya dia tidak cocok dipanggil nenek. Lihatlah, wajahnya yang terlihat lebih muda dari umur dan juga kulit yang masih kencang.
"Ibu" panggil Rafael semakin masuk ke dalam rumahnya.
Wanita yang menjabat sebagai ibu Rafael mencari saklar dan menyalakannya, ruang seketika terang.
"Ibu belum tidur?",Rafael melingkarkan tangannya di pinggang ramping ibunya dan mengecup pipinya. Mereka bahkan lebih terlihat seperti sepasang suami-istri, bukan ibu dan anak.
"Aku menunggumu, Sayang. Kau sudah makan?" Tanya wanita bernama asli Ralina Nouvel Riltz-Lucas sembari mengusap lengan kekar anaknya.
Rafael mengangguk "bagaimana dengan ibu dan anak-anak? Anak-anakku sudah tidur?"
"Sudah, tadi aku masak roti tuna. Anak-anakmu kelelahan setelah ibu ajak belanja" jelas Ralina sembari mengembangkan senyum cantik.
Rafael membalas senyuman ibunya "kelihatannya kalian bersenang-senang"
"Tentu, lebih baik sekarang kau tidur" Ny.Lucas menangkup kedua pipi anaknya membawa wajah tampan anaknya mendekat dan mengecup keningnya sebagai tanda 'selamat malam'.
"A ah ibu, tunggu. Ada yang ingin aku bicarakan" Rafael menggenggam tangan ibunya.
"Ada apa sayang?" Ralina membawa anaknya untuk duduk di sofa.
"Hmm" dia mengusap tengkuk, seketika lehernya terasa dingin, mungkin tidak hanya lehernya tetapi atmosfer yang ada di ruangan itu.
"Bicaralah" Ralina mengusap tangan anaknya yang terasa dingin.
"Aku..." Rafael menundukkan kepala, takut untuk menatap ibunya secara langsung "aku ingin perjodohan dibatalkan"
Seketika raut wajah Ny.Lucas mengeras, kaget? Tentu, sebelumnya Rafael bisa menerima perjodohan ini tapi kenapa sekarang dia menolaknya? Lagi pula Rafael adalah anak yang patuh. Dia akan selalu berkata 'iya' dengan apa yang diucapkan ibunya.
"Ada apa denganmu?"
Rafael mengeratkan genggaman pada tangan ibunya "maafkan aku bu"
"Beri alasannya"
Rafael menunduk, dia tidak berani menatap ibunya secara langsung "anak-anakku tidak bisa menerimanya"
"Aku yang akan meyakinkan mereka" Ralina berdiri dan disaat itu juga Rafael menahan tangan ibunya.
Rafael menghela nafas "lagipula aku tidak mencintainya, Bu"
Raut muka Ny.Lucas mengeras, terlihat sekali dia menahan amarahnya. Mungkin sifat pemarah Rafael menurun darinya.
"Apa yang kau tahu soal cinta?"
Rafael terdiam, dia tidak bisa menjawab pertanyaan ibunya. Dia memang tidak ahli dalam percintaan yang dia tahu hanya berhubungan dengan wanita. Apa itu termasuk dalam cinta?
Ya, mungkin Rafael akan mencari arti dari kata cinta di kamus. Oh itu jelas tidak mungkin, dia tidak akan menemukan makna dari kata 'cinta'
"Beri tahu aku seseorang yang katamu 'kau mencintainya', aku akan membatalkannya" setelah mengatakan hal menyakitkan itu Ralina meninggalkan putra semata wayangnya sendiri dengan seribu kebingungan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dr. & Me [COMPLETED]
Romance[NEW YORK] // [BOOK] Ketika rasa yang dulu hanya kontrak telah berubah menjadi sesungguhnya. Benar apa katanya, Cinta memang butuh adaptasi baru bisa tumbuh menjadi saling berbagi.