-Author pov-
Pintu ruangan bernomor 114 terbuka menampakkan batang hidung Jessie. Bau udara dingin langsung menyeruak. Jessie kembali menutup pintu.
"Kev" serunya menghampiri lelaki bertubuh ringkik yang hanya bisa berbaring. Bahkan untuk bernafas dia harus memakai alat bantu.
"Kenapa kau tidak bangun-bangun? Kau masih betah tidur?" Tanyanya walau dia tahu bahwa Kevin tidak akan menjawab.
Jessie mengusap kulit tangan Kevin yang terlihat pucat nan kasar. Dia mengambil body lotion yang ada di dalam tasnya dan membaluri di tangan Kevin hingga kaki.
"Maaf ya aku baru kesini. Kaki ku terkilir, aku mendapat kecelakaan" adunya.
"Tapi tenang saja aku sudah tidak apa-apa, jangan khawatir" Jessie menatap wajah Kevin dan tersenyum.
Dia pun tahu bahwa Kevin tidak bisa melihat senyumnya, tapi dia yakin bahwa Kevin merasakan kasih sayang yang dia berikan.
Jessie menghela nafas, diusap pipi tirus lelaki lemah itu. Tak terasa airmata jatuh mengenai wajah Kevin. Jessie segera mengusapnya.
Jessie amati tubuh ringkih Kevin, dia tidak bisa menahan ini lebih lama. Airmatanya harus ia keluarkan.
Dia mengambil duduk di samping kasur Kevin dan mengusap tangan pucat itu.
Dielusnya dengan pelan, jika terlalu keras seakan-akan tangan itu akan lepas dari tubuhnya.
Jessie membaringkan kepalanya di atas punggung tangan Kevin. Airmatanya terus keluar, dia malas untuk menahan airmatanya. Ini adalah tempat yang tepat untuk menumpahkan semua keluh kesahnya, hanya Kevin tempatnya bersandar dan bercerita.
Semakin larut mata indah Jessie terkatup, dia mulai lelah menangis bahkan dia mulai lelah dengan kehidupannya. Namun, apa daya dia tidak bisa melawan takdir.
---
Mobil black mercy berhenti di depan halaman rumah bergaya minimalis.
"Beverlly...Beverlly" seru Rafael membangunkan wanita yang tertidur di kursi penumpang di sampingnya.
Beverlly mulai membuka matanya perlahan dan terbangun "hmm kita sudah sampai?" Tanyanya mencoba mengumpulkan nyawa.
Rafael tersenyum "sudah"
Bevelly mengusap wajahnya "ah sudah sampai ya, kalau begitu aku turun ya"
Rafael masih mempertahankan senyumnya dan mengangguk.
'Shit! Awesome smile'. Beverlly terus menatap wajah kokoh Rafael.
Memang tidak ada yang sempurna di dunia ini. Namun Rafael terlalu indah dan ntahlah kata apa yang cocok mendeskripsikannya.
Rahangnya kokoh, bibirnya tipis, mata coklatnya yang tajam seperti elang, dan jangan lupa badan tegapnya yang sangat gagah. 'God! I can't explain it'.
"Bev...hello" Beverlly terlihat aneh baginya, Rafael menggoyangkan tangannya di depan wajah terperangah Beverlly.
"O oh Raf" nyawa Beverlly sudah kembali ketubuhnya. Dia tersenyum manis "thanks, be careful" ucap Beverlly sebelum turun dari mobil dokter tampan.
"Of course" jawab Rafael tersenyum.
Dia membunyikan klakson dan bergegas meninggalkan rumah super mewah yang terdapat diperumahan tengah kota ya mungkin setara dengan Beverly hills.
"You're so lucky, Beverlly" serunya dengan sumeringah dan segera memasuki pekarangan rumah yang luas.
-Randy pov-
"Ran, bangun" suara berat yang sangat kuhaf, sedang membangunkanku.
Ku coba untuk membuka mataku walau berat, terlihat ayahku sedang mengangkat tubuh Queenzy. Aku segera keluar dari mobil dan mengikuti ayah.
"Kuncinya ada disaku jas ayah" aku langsung merogoh saku ayah dan membuka kunci rumah.
Ahhh, akhirnya sampai rumah juga, aku rindu kasur ku. Aku menutup pintu setelah ayah masuk lebih dulu kembali mengunci pintu dan menyalakan beberapa lampu yang memang wajib dinyalakan setiap malam di rumah ini.
Aku mengikuti ayah menuju kamarku dan Queenzy, ingat! Aku dan Queenzy memang sekamar.
Ketika sampai kamar langsung saja aku membanting tubuhku ke kasur. 'Ah, lelahnya'
Aku menutup mataku, mencoba merilekskan otot-otot di tubuhku.
Namun, baru beberapa detik saja aku menutup mata, ayah kembali membangunkanku.
"Tidur yang benar Ran" beliau menyalakan lampu mejaku setelah menidurkan Queenzy.
Ku buka mataku dan bangkit dari tidur, ayah mengecup keningku. "Tidurlah" serunya.
Setelah mengucup keningku, beliau bergegas keluar. Namun, aku mencegahnya, "ayah" panggilku.
Dia menghentikan langkahnya lalu berbalik kearahku "ya?"
Aku menghela nafas "aku ingin bicara padamu"
Sayup-sayup aku melihat ayahku tersenyum dan kembali mendekat padaku, beliau duduk disampingku.
"Ada apa?"
"Hmm..." aku bingung untuk mengatakannya.
"Bicaralah"
"Apa ayah yakin akan menikah dengan Beverlly?" Tanyaku pelan-pelan, takut-takut aku salah bicara.
"Ntahlah" ayah menggidik bahunya "mengapa kau bertanya seperti itu?"
"Hmm, aku hanya ingin bertanya" jawabku ragu.
"Apa ada yang mengganjal dipikiranmu? Katakanlah" ayah selalu tahu disaat aku menutupi sesuatu. Dia yang terbaik!.
Ku garuk kepalaku yang tidak gatal, aku bingung untuk mengatakannya. Aku mencoba merangkai kata-kata diotakku.
"Hmm, yah" panggilku lagi.
"Ya?"
"Aku tidak yakin Beverlly bisa jadi ibu yang baik untuk aku dan Queenzy" akhirnya keluar juga, tapi aku masih takut. Siapa tahu aku mengatakan hal yang kasar yang membuat ayah marah padaku.
Ayah terlihat diam, beliau tidak menjawab apapun.
Ku gigit bibirku "Maafkan aku yah, i ini hanya pendapatku" jelasku supaya ayah tidak marah.
"Tidak apa-apa, tidurlah. Nanti ayah akan memikirkannya lagi" dia mengusak rambutku, samar-samar kulihat senyum ayah lagi.
Aku berbaring di kasurku yang bergambar Mr.Bean, jangan tertawa! Aku menyukainya.
Ayah membenarkan selimutku dan kembali mengecup keningku. "Good night"
"Night" balasku
KAMU SEDANG MEMBACA
Dr. & Me [COMPLETED]
Romantik[NEW YORK] // [BOOK] Ketika rasa yang dulu hanya kontrak telah berubah menjadi sesungguhnya. Benar apa katanya, Cinta memang butuh adaptasi baru bisa tumbuh menjadi saling berbagi.