Dr. & Me 30

45.2K 1.7K 13
                                        

Sebuah mobil sedan hitam berhenti di depan rumah kecil atau mungkin cocok disebut gubug yang terpencil dikelilingi oleh pohon-pohon tinggi menjulang.

Rumah itu sangat usang dan kotor, seperti tidak terawat. Dedaunan berserakan disepanjang jalan hingga depan pintu masuk.

Tak jauh dari rumah usang itu terdapat rumah lagi yang tak jauh berbeda keadaannya, rumah itu berjarak sekitar 100 meter dari rumah pertama.

Dibelakang rumah kedua ada bukit dan disebelah kanan terdapat danau dengan air tenang.

Tn.Smith, supir dan beberapa pengawalnya berdiri di rumah usang pertama itu.

"Kita dimana Tuan?" Tanya supir keluarga Smith yang merasa bingung mengapa mereka berhenti di tempat yang sepi.

"Ini adalah rumahku" seru Tn.Smith menatap lurus ke depan "disini saya terlalu banyak berbuat dosa" lanjutnya.

Tn.Smith menghela nafas panjang, seperti ada sebuah penyesalan yang mendalam. Sebuah dosa yang jika dibayar dengan jiwanya pun tidak akan cukup untuk membalasnya.

"Aku ingin kedanau itu" Tn.Smith berjalan lebih dulu menuju danau.

Dia berhenti dipinggir danau, di samping rumah usang kedua tadi. Kembali dia menghela nafas dengan panjang, sesuatu mengganjal dalam hatinya.

Tak terasa tetesan airmata turun begitu saja, dengan cepat diusapnya airmata itu sebelum para bawahannya melihat dia menangis.

"Semua telah terlambat" serunya pelan dan  kembali menuju mobil yang diikuti pengawal dan supirnya.

---

Malam telah tiba, matahari sudah mengumpat dan langit berubah gelap. Cahaya-cahaya dari setiap bangunan makin mempercantik pemandangan kota New York.

"Jes" seru lelaki berlensa.

Jessie baru saja selesai mengunci kantin. Dia menoleh mendapati sang pujaan hati yang berdiri tak jauh darinya.

"Ayo pulang"

Jessie masih kikuk, akhir-akhir ini Antolin senang sekali mengajaknya pulang dan pergi bersama.

"A ah iya" Jessie mengangguk.

Tanpa permisi Antolin menggandeng tangan Jessie. Jessie mencuri pandang pada tangannya. Ada perasaan senang bercampur deg-degan, ntahlah mana yang lebih dominan.

Antolin membukakan pintu untuk Jessie, setelah Jessie masuk dia kembali menutup pintunya, ia pun berlari masuk ke dalam kursi kemudi.

Keadaan masih sama seperti sebelum-sebelumnya, tenang tanpa suara. Mereka sibuk untuk menetralkan jantung masing-masing.

"Hmm, kau lapar?" Tanya Antolin.
Jessie menggeleng lalu mengangguk, gerakan tersebut reflek terjadi.

Antolin tertawa melihatnya "jadi kau lapar atau tidak?"

"Tidak, ah tapi aku rasa iya. Sedikit" jawab Jessie terkekeh. Sungguh dia ingin sekali berlari menjauh dari Antolin, tetapi dia ingat ini di dalam mobil dan mobil dalam keadaan bergerak.

"Haha, ya ampun kau lucu sekali. Baiklah untuk kali ini, kau yang menentukan. Kau mau makan dimana?"

Jessie tampak berfikir. Sebenarnya dia ingin sekali makan makanan Jepang, semacam soba atau ramen.

"Aku boleh menentukannya?"

"Hmm" Antolin mengangguk.

"Kau suka makanan Jepang?"

Antolin berfikir "aku hanya suka sushi"

"Ah begitu"

"Kau mau makanan Jepang?"

Jessie tersenyum menanggapinya

"Baiklah, kau tahu tempatnya?"

Jessie mengangguk. Dia menunjukkan arah kedai Jepang, tempatnya tak jauh dari apartemen Jessie.

Kedai Jepang ini sangat ramai, bukan untuk saat ini tetapi memang setiap hari ramai. Kedai ini terkenal sangat enak. Pemiliknya asli orang Jepang, jadi tidak dipungkiri kalau rasanya Jepang sekali.

Jessie menemukan meja kosong, dengan cepat ia duduki sebelum ada yang mengambilnya. Antolin ikut duduk bersila dibawah. Ruangannya memang di desain seperti rumah makan jepang pada umumnya. Meja pendek lalu tempat duduk beralas bantal.

"Konbanwa(selamat malam), Okaerinasai(selamat datang), mau pesan apa?" Seru pelayan membungkuk dan ikut duduk melipat kedua lututnya disisi meja.

"Hmm, aku pesan soba"

"Aku sushi"

"Ada tambahan lagi?" Tanya pelayan

Jessie menatap Antolin, meminta jawaban. Antolin menggeleng yang berarti, tidak.

"Tidak, itu saja"

"Baiklah kalau begitu mohon ditunggu, Arigatō gozaimasu (terima kasih)" sang pelayan berlalu yang sebelumnya memamerkan senyuman.

Antolin memandangi ke sekeliling kedai. Kedainya rapih dan sangat khas Jepang, walaupun ramai pengunjung semua dapat terkondisikan.

"Konbanwa, apa kalian mau difoto?" Tanya seorang lelaki parubaya yang menggandulkan sebuah kamera polaroid dilehernya.

Di kedai ini memang menyediakan layanan jasa foto. Jadi mereka tidak perlu repot melakukan selfie.

Antolin dan Jessie saling menatap.

"Ayolah bergaya" lelaki berwajah oriental asli mulai membuat ancang-ancang untuk memfoto.

Jessie tersenyum kaku dan Antolin pun terlihat sama malunya dengan Jessie.

"Kalian pasangan baru ya? Terlihat sekali kalian masih kaku"

"He?" Mereka saling menatap datu sama lain.

Antolin tersenyum, dia pindah duduk di samping Jessie, lalu merangkulnya "apa kami terlihat sangat kaku sekarang?"

Jessie agaknya terlihat kaget dengan perlakuan si dokter tampan berstatus bujangan ini.

Si tukang foto itu tersenyum "ini lebih baik, ayo senyum"

Jessie mulai terbiasa dengan posisinya, dia mulai tersenyum ke arah kamera.

"Satu dua tiga" lelaki itu membidik kameranya. "Sudah jadi" ia mengipas-ngipas hasil bidikannya dan memberikan pada Antolin. "Kalian sangat cocok"

Jessie tersenyum kaku setelah merasakan tangan Antolin semakin menariknya lebih rapat.

"Tentu" jawab Antolin dengan sumeringah.

"Aku harap kalian bisa selamanya bersama"

"Terima kasih" jawab Antolin, ia berdiri dan merogoh sakunya, lalu menyelipkan beberapa lembar dollar pada tangan si lelaki itu. "Karena sudah mendoakan kami" bisik Antolin.

Si tukang foto itu terlihat senang, dia tersenyum "terima kasih, Tuan. Aku permisi" dia berlalu.

Antolin kembali duduk diposisi awal.

"Apa yang kau bicarakan hingga dia terlihat senang seperti itu?" Tanya Jessie.

Antolin tersenyum kikuk "ti tidak"

"Lihatlah, kita terlihat cocok bukan?" Seru Antolin memperlihatkan hasil foto tadi.

Kau berhasil membuat pipi Jessie memerah, Antolin.

Antolin menatap Jessie yang tanpa sengaja mempertemukan kedua mata mereka. Ini terlalu intens, sampai Jessie sangat enggan hanya untuk berkedip.

"Permisi Tuan, Nyonya. Makanan sudah datang, Itadakimasu (selamat makan)" seru pelayan yang membuat tatapan mereka terputus.

Dr. & Me [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang