Annisa... Mungkin dia seperti ini bukan karena keinginannya. Pasti ada alasan di balik semua ini. Allah... Kuatkan hamba-Mu ini...
Hari pertama kerja praktek, Nisa terlihat lesu, tak bersemangat. Berbeda dengan tiga temannya yang berwajah cerah menyambut hari pertama ini. Mereka sudah berada di ruang kerja masing-masing.
Saat Nisa sedang mengetik di mejanya, dia mendengar beberapa pegawai sedang bicara di meja kerja masing-masing. "Aku dengar dari obrolan Pak Direktur dan mbak Rina kalau Pak Hasan tidak masuk hari ini." ucap seorang lelaki yang meja kerjanya di sebelah kanan Nisa pada temannya yang berada di belakangnya.
"Bukannya Pak Hasan selalu masuk? Apa dia sedang sakit?" tanya teman di belakangnya.
Mendengar pertanyaan pegawai itu membuat tangan Nisa berhenti mengetik. Pandangannya kosong ke arah komputer di depannya. Pikirannya melayang. Tinggi? Tidak. Karena hanya beberapa detik, dia sudah bisa menguasai dirinya dan mulai mengerjakan tugas yang diberikan pak Husni, kepala bagian produksi yang sudah berusia hampir limapuluh tahun.
Selesai mengetik, dia segera mencetak laporannya pada printer di sampingnya kemudian memasukkan hasil print-nya ke dalam map dan beranjak ke ruangan pak Husni.
Setelah mengetuk pintu dan mendapat jawaban dari dalam, Nisa segera masuk dan menyerahkan map tersebut ke meja pak Husni. Dia menunggu pak Husni memeriksa hasil kerjanya. Setelah pak Husni selesai membaca laporan dan memuji hasil kerjanya, Nisa mengucapkan terimakasih tapi tidak langsung beranjak meninggalkan ruangan pak Husni.
Beberapa detik berlalu, pak Husni yang menyadari Nisa masih duduk di seberang mejanya, membuka suara, "Apa ada yang ingin kamu sampaikan?"
Nisa menelan ludahnya dan memberanikan diri untuk mungungkapkan rasa ingin tahunya, "Apa benar Pak Hasan hari ini tidak masuk, Pak?"
"Iya benar. Sampai saat ini dia memang sedang tidak ada di kantor. Kenapa?"
"Berarti saya tidak harus menyerahkan laporan harian kami ke ruangannya?"
Pak Husni diam sejenak lalu menjawab,"Sebaiknya kamu tetap menyerahkan laporan itu ke ruangannya. Siapa tahu saja dia datang tiba-tiba. Kalaupun dia benar-benar tidak datang, kamu bisa menitipkannya pada Rina. Karena dia sudah memberi perintah padamu untuk menyerahkan laporan kalian tiap selesai jam makan siang. Dia paling tidak suka jika perintahnya tidak dilaksanakan." Pak Husni melihat jam tangannya sekilas lalu melanjutkan, "Kamu masih punya waktu dua jam untuk mengerjakan laporanmu."
***
"Permisi, mbak." ucap Nisa ketika sampai di depan meja Rina, sekretaris Hasan.
"Oh..." Rina langsung menekan tombol intercom dan berkata, "Mahasiswa Anda sudah ada di sini, Pak."
"Suruh masuk." jawab Hasan dari sambungan intercom.
"Pak Hasan jadi masuk, mbak?" tanya Nisa begitu sambungan intercom terputus.
"Iya. Baru sekitar lima menit." jawab Rina.
"Ow, ya sudah, mbak. Saya masuk dulu." Nisa pun berjalan menuju pintu ruangan Hasan sambil beberapa kali menghela nafas beratnya.
Setelah mengetuk pintu dan mendapatkan perintah daru dalam untuk masuk, Nisa membuka memutar kenop pintu itu perlahan dan mendorongnya hingga terbuka lebar kemudian menutupnya lagi setelah dia sudah berada di dalam ruangan itu. Nisa berjalan dengan menundukkan kepala tidak berani menatap wajah Hasan.
"Ini laporan kami, Pak." ucap Nisa sambil meletakkan beberapa map di atas meja kerja Hasan.
Tidak ada jawaban.
Tidak ada tanda-tanda Hasan bergerak. Karena memang Hasan hanya duduk diam dengan mata terpejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl between Boys (END)
Teen FictionAnnisa Rahma Al Azhar bertemu kembali dengan kekasihnya setelah sekian tahun berpisah tanpa ada kata perpisahan. Akankah dia bisa bersatu kembali dengan kekasihnya yang kini sama sekali tidak ingat padanya. Sementara kakaknya, Rizal Khalif Al Azhar...