15~

218 18 0
                                    

Mohon maaf jika dalam part ini ada adegan kekerasan. Mohon jangan ditiru.

Mulmed : Rizal Khalif Al Azhar

Selamat membaca
Enjoy...

###

"Dia bener-bener mendiamkanku sampai rumah." kata Alan pada ponsel yang menempel di telinganya sambil menahan tawanya. "Oh. Mukanya lucu banget! Kalau kamu melihatnya sendiri, pasti kamu akan tertawa sepertiku. Hahaha."

"Hey! Kamu sebaiknya minta maaf padanya." suara seorang perempuan dari seberang ponselnya. "Jangan sampai aku membunuhmu!" ancamnya.

"Ow ow ow. Kamu membuatku takut." kata Alan dengan nada dibuat-buat seolah takut, namun dia langsung tertawa lagi sambil berguling-guling di kasurnya. Malam ini ia menginap di rumah Roni dan rencananya baru akan kembali ke rumahnya senin depan sekalian ke kampus untuk melihat kabar terbaru di sana. Kuliah mereka sudah berakhir. Tinggal menunggu nilai hasil kerja praktek dan proses pengerjaan skripsi yang sudah setengah jalan.

"Jangan bercanda!" bentak orang di seberang sana. "Sekarang kamu cepetan ke kamarnya dan jelaskan kejadian sebenarnya. Otaknya belum cukup waras untuk berpikir jernih dengan kesalahpahaman ini. Jadi jangan memperparah keadaannya. Kalau dia jadi beneran ga waras gara-gara kamu, aku yakin bukan aku aja yang bakal membunuhmu. Kak Roni malah akan lebih kejam dan tega untuk mutilasi kamu jadi ratusan bahkan ribuan potong."

"Oke. Oke!" ucap Alan setelah mendapat omelan dari lawan bicaranya. "Aku akan ke kamarnya dan menjelaskan semuanya. Jangan marah, Nisa sayang."

"Jangan berani sebut sayang lagi padaku!"

"Aiiiih! Galak banget sih, kamu."

Akhirnya telfonnya ditutup setelah Alan berjanji akan menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi di lorong menuju toilet restoran tadi.

Sesampai di depan kamar Hasan, Alan mengetuk pintu beberapa kali. Ia yakin pria yang sudah ia anggap sebagai kakaknya ini masih belum tidur. Lampu kamarnya masih menyala. Terlihat dari cela di bawah pintu kamar itu. Tak butuh waktu lama pintu pun terbuka. Begitu tau yang mengetuk pintu adalah Alan, Hasan dengan malas kembali masuk ke dalam kamarnya tanpa menutup pintu itu. Ia tau kalau Alan sedang ingin bicara dengannya, dia tidak akan berhenti mengetuk pintu dan mengganggunya hingga tidak bisa tidur. Jadi sebaiknya ia menyerah saja.

Hasan langsung membaringkan tubuhnya di kasur dengan posisi terlentang dan mata terpejam saat Alan sedang berjalan menuju kasurnya dan menyusul menghempaskan tubuh di samping Hasan dengan posisi tengkurap.

"Kak." panggil Alan sambil tersenyum melihat wajah Hasan yang masih ditekuk sejak meninggalkan lorong toilet restoran tadi. Tidak ada jawaban dari Hasan yang masih memejamkan matanya. "Kakak masih marah padaku?"

Hasan hanya menghela nafas pelan lalu bergerak memiringkan tubuhnya untuk memunggungi Alan. Memang dasarnya Alan yang suka membuat adik ipar dari kakaknya ini kesal, ia malah beringsut mendekat hingga tubuhnya tepat berada di belakang Hasan.

Ide jahilnya seketika muncul. Ia tiba-tiba memeluk Hasan dari belakang yang membuat Hasan tersentak dan segera menyingkirkan tangan Alan dari perutnya. "Apa-apaan kamu?!" teriak Hasan yang langsung bangun dari ranjang empuknya dan berdiri menghadap Alan yang masih tidur dengan posisi miring dan seringaian sok polosnya. "Dasar gila!"

"Hehe... Aku minta maaf ya, Kak." ucap Alan seraya bangkit dari tidurnya. Bangkit. Ia duduk di tempat menghadap Hasan yang melotot padanya. "Tadi aku ga ngapa-ngapain Nisa, kok. Beneran." ujarnya sambi tangan kananya diangkat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf 'v'. "Aku cuma membisikkan suatu rahasia padanya yang belum diketahui orang lain. Dan aku ingin dia yang pertama kali tau sebagai sahabat terbaikku selain si nanas Johan itu. Aku sengaja ngambil posisi seperti itu untuk buat Kakak kesel aja karena aku tau Kakak sedang memperhatikan kami."

The Girl between Boys (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang