Enjoy...
###
Nisa sedang menempelkan ponsel di telinganya sambil tiduran di sofa panjang di ruang keluarga. Ia baru saja pulang sore tadi dan ingin istirahat di rumah malam ini karena besok pagi dia harus menghadiri pernikahan temannya. Namun sepertinya niatnya untuk istirahat harus ditunda karena ada yang meneleponnya.
"Sekarang?" tanya Nisa dengan nada terkejut pada seseorang yang diajaknya bicara lewat ponselnya.
"Ya. Mas sudah hampir sampai."
"Kenapa tidak bilang dari tadi?" tanya Nisa sambil berdiri dan berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Ia menutup ponselnya sambil berteriak. "Bi Suniii! Kalau ada yang nyari Nisa tolong suruh tunggu di ruang tamu."
"Iya, Mbak!" teriak Bi Suni dari arah dapur.
***
Hasan memencet bel beberapa kali di samping pintu rumah Nisa. Tidak lama kemudian pintu pun terbuka dan menampilkan Bi Suni dengan daster kumalnya dan serbet menyampir indah di salah satu pundaknya. Matanya melebar ketika melihat wajah Hasan yang tersenyum ramah.
"Nisa ada di rumah kan, Bi?"
Bi Suni mengerutkan alisnya. Entah apa yang membuatnya terkejut. "Ini beneran Mas Hasan apa bukan, ya?" tanya Bi Suni sambil mengerjapkan matanya beberapa kali seperti sedang mengumpulkan kesadarannya.
Hasan tidak terkejut jika wanita paruh baya di depannya ini mengenalnya. Ia hanya sedikit bingung harus bersikap bagaimana. Akhirnya ia memilih untuk tersenyum ramah. "Iya, benar. Saya Hasan." ucap Hasan membenarkan pertanyaan Bi Suni. "Nisa ada kan, Bi?"
Bi Suni mengangguk beberapa kali. "Iya ada, Mas. Mari masuk dulu."
Hasan dipersilahkan duduk di ruang tamu sementara Bi Suni memanggil Nisa untuk memberitahu kedatangan Hasan.
Fatimah yang tadinya sibuk di dapur merasa penasaran pada tamu yang baru saja datang. Ia keluar dari dapur dan berjalan menuju ruang tamu. Pada saat yang bersamaan, Yahya juga turun dari kamarnya menuju ruang tamu juga karena mendengar Bi Suni menyebut nama Hasan saat ke kamar Nisa.
Hasan berdiri dari duduknya saat melihat Yahya dan Fatimah berjalan menghampirinya.
"Malam, Om. Tante." ucapnya sambil mengulurkan tangannya berniat untuk mencium tangan kedua orang tua Nisa.
Namun tanpa disangka, Yahya tidak menyambut tangan Hasan. Ia malah menarik Hasan ke dalam pelukannya. "Ke mana saja kamu, nak?" tanya Yahya saat mengeratkan pelukannya. Tubuh Hasan seketika menegang karena terkejut mendapatkan pelukan yang mendadak, namun hanya dua detik. Yahya melepaskan pelukannya dan mencengkeram pelan pundak Hasan. "Apa kabarmu, San?"
"Saya... baik. Sehat, Om." jawab Hasan sambil berusaha tersenyum tulus.
Yahya mengerutkan alisnya. Sedikit bingung dengan jawaban Hasan. Bukan jawabannya, melainkan cara bicaranya. Fatimah baru akan bicara saat Nisa sudah berada di sampingnya.
"Bunda, Ayah. Nisa..."
"Kamu ke mana saja selama ini? Kenapa tidak memberi kabar sama sekali?" tanya Yahya pada Hasan yang membuat Nisa sedikit kesal menghentikan apapun yang ingin dia katakan.
Hasan merasa sudah terlatih oleh pertemuannya dengan Bima dan Ray sebelumnya. Dia sudah bisa menebak akan mendapatkan pertanyaan yang hampir sama dengan sebelumnya. "Saya hanya pindah ke kampung halaman Mama, Om. Masalah tidak memberi kabar nanti bisa saya jelaskan."
Yahya melepaskan tangannya dari pundak Hasan. Ia merasa heran dengan cara bicara Hasan yang formal. Bukan seperti Hasan yang ia kenal dulu.
"Hasan. Kamu tidak mau memeluk Tante?" tanya Fatimah sambil merentangkan kedua tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl between Boys (END)
Teen FictionAnnisa Rahma Al Azhar bertemu kembali dengan kekasihnya setelah sekian tahun berpisah tanpa ada kata perpisahan. Akankah dia bisa bersatu kembali dengan kekasihnya yang kini sama sekali tidak ingat padanya. Sementara kakaknya, Rizal Khalif Al Azhar...