Selamat membaca
Enjoy aja ya...
###
Pria itu berjalan memasuki ruangan itu dengan ragu. Sebenarnya dia juga merasa tegang. Jantungnya berdetak tak karuan. Berulang kali ia menghela nafas untuk menenangkan pikirannya. Namun tetap saja ia masih berpikiran yang tidak-tidak. Dia seperti merasa takut. Takut pada apa yang akan dihadapi beberapa menit kemudian.
"Apa yang terjadi padamu?" tanya gadis itu melihat wajah pria yang akan menjadi pendamping hidupnya. Di wajah pria tampan itu terdapat beberapa luka bekas pukulan. Pipi dan rahang kirinya memar. Sudut bibirnya pun sedikit sobek dan terdapat sedikit darah yang hampir mengering.
Pria itu tersenyum kaku. "Aku... baik-baik saja." jawabnya. Ia memang sedang tidak fokus pada luka di wajahnya. Yang ia rasakan saat ini adalah gugup, takut, merasa bersalah dan menyesal.
Ia menoleh pada seorang pria yang sedang duduk di tempat tidurnya. Menatapnya. Tajam. Perlahan ia mendekati pria yang sedang menatapnya tajam penuh kebencian. Namun saat ia semakin dekat pria itu tiba-tiba membuang pandangannya ke arah lain sambil mendengus geli.
Ya. Hasan baru saja menyadari arti kode yang diberikan oleh sahabatnya sebelum meninggalkan kamar rawat inapnya. Ia mengepalkan tangan kanan di depan mulutnya yang merapat menahan tawa. Ada kilat geli di matanya membayangkan Rizal menghajar Aris dengan sepenuh hati, segenap jiwa dan raganya. Namun ia tidak ada keinginan untuk menatap pria yang kini berjalan mendekatinya dengan terheran-heran.
"Hasan?" Alya memanggil dengan pandangan menyelidik. Namun yang dipanggil tidak menoleh padanya. "Kamu baik-baik saja, kan?"
Hasan menghela nafas panjang dan dalam sebelum menoleh menatap Alya. "Aku baik." jawabnya dengan wajah datar, tapi masih ada kilat geli di matanya. "Sepertinya dia yang sedang tidak baik." katanya sambil menunjuk Aris dengan dagunya.
"Sebaiknya Kakak rawat lukanya dulu. Aku masih belum mau bicara dengannya saat ini." Kali ini sudah tidak ada kilat geli di matanya. Dia benar-benar datar. "Tolong tinggalkan aku sendiri dulu. Aku akan menghubungi Kakak kalau aku sudah siap bertemu dengannya."
Alya menoleh pada tunangannya dengan tatapan bersalah. Aris tampak kecewa saat mengangguk pada kekasihnya. "Baiklah." ucap Alya pada Hasan. "Kami pergi dulu."
Alya baru saja akan berbalik badan saat teringat sesuatu. Ia merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah ponsel dan menyerahkannya pada Hasan yang langsung menerimanya. "Roni menitipkan ponsel itu padaku sebelum berangkat tadi. Dia ada meeting penting yang tidak bisa dia tinggalkan."
Alya berpamitan setelah Hasan mengucapkan terima kasih padanya.
***
"Makanya kalau orang tua ngomong itu didengarkan." Fatimah sedang menasehati putri bungsunya. Dia cukup kaget saat keluar dari rumah melihat mobil putranya masuk ke halaman rumahnya namun yang keluar bukannya Rizal melainkan Yudha dan Nisa yang salah satu lengannya dibalut dengan kasa.
Nisa pun menceritakan lagi kejadian yang sudah dia ceritakan dua kali dalam satu jam. Kemudian mengalirlah nasihat maupun petuah dari sang Bunda. Tak ketinggalan juga omelan serta ejekan keluar dari mulut Fatimah pada anaknya.
"Nisa dengerin Bunda kok." bantahnya.
"Denger tapi tidak dilaksanakan juga sama saja, Nisaaa." Fatimah sedikit terpancing emosinya. Ia mulai kesal.
Sementara itu Yudha hanya diam, sibuk berkutat dengan ponsel di tangannya. Kadang dia senyum sendiri, kadang juga terlihat kesal dan mencebik pada ponsel yang tidak bersalah. Ia sama sekali tidak menghiraukan sahabatnya yang diomel habis-habisan oleh wanita yang sudah dianggapnya sebagai ibu kedua setelah Intan, ibu kandungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl between Boys (END)
Teen FictionAnnisa Rahma Al Azhar bertemu kembali dengan kekasihnya setelah sekian tahun berpisah tanpa ada kata perpisahan. Akankah dia bisa bersatu kembali dengan kekasihnya yang kini sama sekali tidak ingat padanya. Sementara kakaknya, Rizal Khalif Al Azhar...