Hay haey...
Aku balik lagi...Happy reading... Enjoy yach...
:)
###
Pekerjaan lancar. Masalah pemasaran produk baru Indonata sudah dapat diselesaikan dengan baik. Hubungannya dengan Nisa pun berjalan mulus. Ya... Meskipun ia hanya bisa bertemu dengan Nisa tiap jam istirahat dan jum'at sore untuk menerima laporan mingguan dari Nisa dan teman-temannya. Hari sabtu dan minggu pun mereka harus menahan diri untuk bertemu. Bahkan untuk telfonan pun harus menunggu Nisa sedang tidak bersama teman-temannya. Jadi terpaksa mereka hanya bertukar pesan singkat untuk melepas rindu, mewakili obrolan mereka.
Hasan duduk di belakang meja kerjanya sedang membaca dokumen di tangannya saat ada suara ketukan pintu terdengar. "Masuk!" perintahnya.
Begitu melihat Ferdinant masuk dan berjalan mendekatinya, wajahnya langsung ditekuk bosan.
"Kenapa? Kau berharap orang lain yang datang ke sini?" tanya Ferdi sambil senyum mengejek saat melihat wajah kecewa bosnya itu. Tanpa menunggu perintah, dia langsung duduk di kursi coklat di depan meja Hasan.
"Kau sudah mengganggu konsentrasiku!" sungut Hasan.
"Sepertinya bukan aku yang mengganggu konsentrasimu." bantah Ferdi yang langsung tersenyum tersenyum jahil sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Hasan, "Katakan siapa wanita yang membuatmu seperti ini?"
Hasan menatap kesal Ferdinant. Mereka sudah saling mengenal dan berteman selama empat tahun. Wajar jika dia sudah memahami raut wajahnya. "Jadi kau sudah tahu?"
"Aku tahu kau sedang jatuh cinta saat ini. Aku perhatikan sikapmu makin aneh beberapa hari belakangan. Tapi aku tidak tahu siapa wanita yang bisa membuatmu jatuh cinta. Hebat juga dia." Ferdi mengucapkan kalimatnya sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi yang ia duduki.
"Nisa." Hasan menyebutkan nama gadisnya dengan santai dan tersenyum bahagia.
"WHAT??!!" Ferdi menegakkan tubuhnya, kaget mendengar nama yang disebutkan temannya itu. "Kau jatuh cinta pada mahasiswi itu?" Hasan mengangguk. "Kau bahkan belum genap dua minggu mengenalnya."
"Lalu kenapa?" Tanya Hasan dengan entengnya. "Aku bahkan sudah memintanya jadi kekasihku."
"Dan dia mau?!" tanya Ferdi dengan mata melebar tidak percaya dengan anggukan Hasan yang menjawab pertanyaannya baru saja. "Oh God!!" Ferdi merosot di kursinya.
"Apa kau tidak senang mendengar kabar baik temanmu ini?" tanya Hasan masih dengan senyumannya.
"Bukannya begitu." Ferdi mengusap wajahnya sambil menghembuskan nafas frustasi. "Apa kau tidak takut dia memanfaatkanmu? Maksudku dengan posisimu sebagai General Manager siapa pun pasti mau jadi kekasihmu. Bukan maksudku mencurigai dia. Tapi apa kau sudah memastikan dia benar-benar mencintaimu?"
Hasan terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab. "Entahlah. Tapi aku akan tetap menjalani hubungan kami sampai kami benar-benar saling mengenal. Dia sudah menggangguku dengan kecerobohannya, dengan senyumannya. Ah! Aku bahkan sulit melupakan wajahnya sejak pertama melihatnya. Padahal dia juga tidak terlalu cantik. Dia terlihat cuek dengan penampilannya. Dan entahlah, aku suka melihatnya. Suka mendengar suaranya."
"Nisa sudah di sini, Pak. Disuruh menunggu atau..." suara Rina dari incercom menggantung saat disela oleh perintah Hasan.
"Langsung suruh masuk saja." Hasan mengalihkan pandangannya pada Ferdi. "Jadi apa tujuan awalmu datang ke sini?"
"Aku sudah selesai dengan pekerjaanku dan aku mau minta izin pulang lebih awal." Ferdi berdiri saat mendengar suara pintu dibuka. Dia langsung melihat gadis dengan setelan kerja celana hitam dan kemeja polos warna putih tulang dengan lengan panjang. Rambutnya diikat rapi di belakang tengkuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl between Boys (END)
Teen FictionAnnisa Rahma Al Azhar bertemu kembali dengan kekasihnya setelah sekian tahun berpisah tanpa ada kata perpisahan. Akankah dia bisa bersatu kembali dengan kekasihnya yang kini sama sekali tidak ingat padanya. Sementara kakaknya, Rizal Khalif Al Azhar...