Annisa "Sampai kapan aku menunggunya. Apa dia masih mencintaiku? Oh my!"
Mobil silver itu sudah berhenti di area parkir sebuah restoran tidak jauh dari kantornya. Hasan dan Nisa keluar dari mobil dan berjalan beriringan memasuki restoran itu.
Mereka duduk di meja dengan dua kursi di pojok depan dekat jendela. Seorang pelayan mendatangi dan memberikan buku menu pada mereka. Setelah mencatat pesanan mereka, pelayan itu meninggalkan mereka ke belakang.
Hening.
Hanya terdengar suara para pengunjung yang sedang mengobrol dengan teman makan mereka. Perempuan dan pria itu sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga ponsel Hasan bergetar dan dia segera menggeser tanda hijau di layar ponselnya.
"Ya, Kak?"
"..."
"Aku lagi makan di restoran."
"..."
"Aku baik-baik saja, Kak."
"..."
"Ya."
"..."
"Baiklah."
"..."
"Aku tahu."
"..."
"Hmm."
"..."
"Okay."
"..."
"Wa'alaikumsalam."
Hasan mengembalikan ponsel itu ke dalam saku celananya sambil menghela nafas.
"Kakaknya Pak Hasan?" tanya Nisa ingin tahu.
"Hmm."
Nisa menghela nafas mendapat jawaban yang tidak sesuai dengan keinginannya. Dia kan bisa jawab "Ya." Gitu aja susah banget. Heran dech sama nih laki. Nisa memasang wajah kesal dengan melihat ke arah lain
"Kamu kenapa?" tanya Hasan yang menyadari perubahan raut wajah Nisa.
Nisa melirik Hasan sekilas lalu kembali melihat ke arah lain. "Tidak apa." jawabnya sedikit ketus.
Hasan menghembuskan nafasnya, "Apa kau tidak suka tempat ini?" tanya Hasan yang hanya dijawab dengan gelengan kepala. "Lalu apa?"
Nisa hanya diam dan asyik memperhatikan dua pengunjung restoran yang baru masuk. Seperti sepasang kekasih. Mereka terlihat mesra. Dan itu membuat Nisa menghela nafas panjang. Pengen mungkin. Kan selama ini Nisa tidak punya pasangan. Selama empat tahun lebih. Hampir lima tahun.
"Maafkan aku." ucap Hasan setelah diam tidak mendapat jawaban dari Nisa. Dan ucapannya itu sukses membuat Nisa menoleh padanya dengan pandangan minta penjelasan. "Maaf sudah membuatmu pulang malam di hari pertama kerja praktekmu. Tidak seharusnya aku memberikan pekerjaan itu padamu."
Nisa tersenyum tipis, "Tidak masalah, Pak." jawabnya. "Maksud saya, tidak masalah Bapak memberi saya tugas sebanyak apa pun selama saya masih mampu mengerjakannya. Walau pun sampai lebih malam dari sekarang."
Hasan menghela nafas lega.
"Yang jadi masalah adalah..." Nisa sengaja menggantungkan kalimatnya melihat reaksi Hasan yang merubah raut wajahnya jadi sedikit tegang. Hanya sedikit. "Anda sudah membuat saya kelaparan dan tadi juga sempat kehausan saat Bapak tertidur. Saya tidak tahu harus mengambil minum di mana. Saya tidak melihat ada kulkas atau dispenser atau hanya sekedar botol minuman di ruangan Bapak. Dan kalau saya pergi keluar mencari minum di depan ruangan Bapak, saya takutnya Bapak tiba-tiba bangun dan saat saya kembali nantinya Bapak akan berubah menjadi monster yang siap menyantap saya. Membayangkan itu membuat saya takut. Jadi saya tetap bertahan di ruangan Bapak dengan suasana yang sangat membosankan itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl between Boys (END)
Teen FictionAnnisa Rahma Al Azhar bertemu kembali dengan kekasihnya setelah sekian tahun berpisah tanpa ada kata perpisahan. Akankah dia bisa bersatu kembali dengan kekasihnya yang kini sama sekali tidak ingat padanya. Sementara kakaknya, Rizal Khalif Al Azhar...