9~Putus

267 22 3
                                    

Ech... Udah nongol lagi...

Happy reading
Enjoy ya...

###

Annisa, Mungkin ini yang terbaik

***

Nisa terlalu kaget untuk bisa mengeluarkan kata-kata dari bibirnya. Sulit baginya untuk menggerakkan bagian tubuhnya. Untuk bernafas saja susah. Dadanya begitu sakit dan terasa sesak. Ia pikir pria ini bisa menjadi orang pertama yang akan mendukung hubungannya dengan kekasihnya. Namun kenyataannya lain. Pria ini malah menentangnya. Bahkan secepat ini memintanya untuk mengakhiri hubungannya dengan orang yang ia cintai.

"Nisa." panggilan Roni menyadarkan Nisa dari apapun yang sedang ia pikirkan. Ia menatap Roni tanpa ekspresi. "Maafkan Kakak. Kakak tidak bermaksud untuk memisahkan kalian lagi." ia berhenti sejenak untuk menghela nafas. "Kakak hanya tidak ingin melihat Hasan menderita lagi. Beberapa minggu terakhir ini ia sering terlihat pucat saat kami sedang sarapan. Mungkin mimpi tentang kecelakaan itu selalu datang mengganggu tidurnya. Itu membuatnya selalu merasakan sakit di kepalanya. Sakit kepala itu selalu datang setiap ia berusaha mengingat masa lalunya. Meskipun Kakak menyuruhnya untuk tidak mencoba mengingatnya, dia tetap ingin mengingat masa lalunya. Dia merasa hidupnya sekarang tidaklah normal."

"Memang dia ga normal sekarang." sela Nisa di antara kalimat panjang Roni. "Dia sakit. Nisa ingin dia sembuh. Dan sembuhnya dia adalah mengingat masa lalunya. apa Kakak ga mau Mas Hasan bisa hidup seperti dulu lagi? Apa Kakak tega melihat Mas Hasan sakit seperti itu?"

"Justru karena Kakak tidak tega melihatnya kesakitan makanya Kakak tidak ingin dia mencoba mengingat masa lalunya. Kakak tidak ingin melihatnya menderita seperti itu."

"Kakak salah!" sangkal Nisa. "Kalau kakak tidak ingin melihatnya kesakitan, harusnya Kakak membantunya untuk mengingat masa lalunya. Bukan malah mengajaknya bersembunyi dari hal-hal yang bisa membantunya untuk mengingat masa lalunya." mata Nisa sudah mulai berkaca-kaca dan suaranya sedikit bergetar.

"Apa kamu pikir Kakak akan membiarkan dia disakiti oleh kakakmu lagi?" tanya Roni dengan nada sedikit lebih tinggi. "Asal kamu tau saja. Setelah kakakmu memukulnya waktu itu, Hasan sangat tersiksa. Dia selalu berusaha mengingat kejadian sebelum kecelakaan itu terjadi. Dia ingin tau apa yang dia lakukan sampai dia dituduh sebagai penghianat dan pembunuh. Tapi hasilnya. Dia hanya merasakan kesakitan yang tak kunjung berhenti menyiksanya. Dia tersiksa setiap saat. Bahkan dia sering mengamuk seperti orang gila. Dan hanya bisa berhenti setelah disuntik obat penenang. Kamu kira Kakak tega melihatnya seperti itu. Itulah alasan Kakak membawanya pergi dari kehidupan lamanya. Ditambah lagi waktu itu perusahaan Papa hampir bangkrut hingga terpaksa harus dijual. Makanya kami pindah ke kampung halaman Mama waktu itu."

Nada bicara Roni menjadi lebih rendah. "Kami memulai kehidupan baru kami di kampung halaman Mama. Hanya Kakak yang tinggal di sini untuk mengembangkan perusahaan ini yang dulunya hanya cabang dari perusahaan Papa yang dulu. Kami benar-benar mulai dari awal. Saat kami yakin Hasan sudah membaik, Kakak mulai mengajaknya ke sini. Biar dia bisa memulai kehidupan yang normal. Tidak hanya diam di rumah dan menjalani psycoterapi saja. Kami ingin yang terbaik untuk Hasan. Kakak harap kamu mengerti, Nisa."

Nisa tethanyut dalam cerita pria itu. Tanpa sadar air matanya menetes. "Tapi Nisa ga mau putus sama Mas Hasan, Kak. Nisa ga mau kehilangan dia lagi. Nisa ga perduli Mas Hasan ingat atau ga sama masa lalu kami, yang penting Nisa bisa bersama Mas Hasan sekarang. Nisa janji, Nisa ga akan mengungkit masa lalu kalau sedang bersama Mas Hasan. Nisa mohon, Kak. Jangan minta Nisa untuk mengakhiri hubungan Nisa sama Mas Hasan. Nisa ga mau." ia mulai terisak dalam tangisnya.

Roni mengusap wajahnya dengan kasar lalu menjambak rambutnya sendiri. Ia bingung harus berbuat apa. Ia melihat Nisa yang menatapnya dengan pandangan memohon.

The Girl between Boys (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang