11~Wanita Itu

260 25 10
                                    

Maaf udah nongol lagi. Tapi udah ganti hari kok...ga pa_pa yaw...hwehee

Selamat membaca ya... Semoga suka..
:)

###

Nisa duduk di lantai dengan kedua kaki diselonjorkan dan punggungnya bersandar pada dinding. Ia sedang berada di belakang rumah, di samping kanan pintu belakang. Wajahnya tampak sedih. Ia memejamkan kedua matanya, menyandarkan kepalanya pada dinding tersebut. Di kedua telinganya terpasang head set yang tersalur pada ponsel yang digenggam di tangan kirinya. Entah lagu apa yang sedang ia dengarkan.

Hal inilah yang sering ia lakukan sejak kata 'putus' terucap dari bibir kekasihnya, Hasan. Ia sering menyendiri di belakang rumah atau menonton televisi sambil makan camilan apa pun itu. Ia tidak ingin memasang wajah sedih jika sedang berkumpul dengan teman-temannya. Ia tetap bercanda seperti biasanya. Namun tanpa sepengetahuan Nisa, Johan sering memperhatikannya sedang melamun atau sedang duduk di belakang rumah seperti yang ia lakukan sekarang. Hana dan Evan pun kadang memergokinya sedang merenung di tempat ini. Namun mereka tidak berani menegurnya. Mereka tidak ingin mencampuri urusan Nisa. Tidak ingin mengusiknya. Mereka akan menunggu sampai Nisa sendiri yang bercerita pada mereka tanpa diminta.

Nisa menghirup nafas panjang dan dalam ditahan sejenak, dan dihembuskan perlahan sambil membuka matanya pelan. Tangan kanannya mengusap layar ponselnya, membuka file foto lama yang menampilkan wajah Hasan, Rizal, Raymond dan Bima yang bediri berjajar dengan tangan masing-masing merangkul pundak teman sebelahnya. Mereka semua mengenakan kemeja putih dan celana hitam tengah tersenyum lebar menghadap kamera yang memotret mereka. Foto itu diambil saat mereka akan menjalani ospek hari pertama.

Nisa tersenyum miris mengingat bahwa ia telah lama tidak melihat pemandangan yang menurutnya sangat indah itu. Melihat keempat kakak laki-lakinya berkumpul tertawa bersama. Ia ingin masa-masa bahagia itu terulang lagi. Ia ingin berkumpul dengan mereka semua. Lengkap dengan Hasan bersama mereka. Meski keyakinan mereka tidak sama, mereka tetap kompak. Mereka bahkan saling mengingatkan waktu beribadah masing-masing.

Nisa tersenyum geli teringat saat akhir pekan semua menginap di rumahnya, Hasan dan Rizal membangunkan Raymon dan mendorongnya ke kamar mandi karena tidak mau berangkat ke gereja. Itu terjadi saat Nisa masih SMP kelas satu dan kakak-kakaknya kelas tiga SMA. Saat itu Nisa tertawa melihat Hasan memaksa Ray untuk masuk ke dalam bak mandi dan Rizal dengan senyum kemenangannya mengguyur Ray dengan air dingin. Sementara Bima hanya melihat tontonan menarik itu sambil makan bolu kukus buatan Fatimah, ibunya Nisa, yang ia ambil dari dapur.

Tanpa disadari oleh Nisa, Hana sedang memperhatikannya dari balik pintu.

***

"Mas Hasan. Bangun." suara lembut itu membuat Hasan mengerjapkan mata beberapa kali, menguap dan menggeliat lalu membuka matanya perlahan. Ia menemukan gadis yang ia rindukan sedang menatapnya dengan senyuman manis tengah duduk di pinggiran kasurnya.

"Nisa?" tanya Hasan bingung. Nisa hanya tersenyum, membiarkan Hasan duduk tegak dan bertanya lagi. "Bagaimana kamu bisa ada di sini?"

"Nisa cuma mau bangunin Mas Hasan aja. Ini udah waktunya sholat Shubuh."

Hasan melihat jam dinding di atas pintu kamarnya. Jarum pendek masih menunjuk angka satu dan yang panjang menunjuk angka dua belas. "Kamu nggak salah bangunin aku jam segini?"

Nisa hanya menggeleng pelan sambil tetap menjaga senyumannya. "Cepatlah bangun. Nisa keluar dulu." ia pun beranjak keluar dari kamar meninggalkan Hasan yang masih belum benar-benar mendapatkan kesadarannya. Ia kembali merebahkan tubuhnya dan menutup matanya sejenak lalu membukanya lagi. Kali ini ia benar-benar mengumpulkan kesadarannya dan segera bangun dari tempat tidurnya. Ia berjalan cepat keluar kamar dan setengah berlari turun ke bawah menemukan kakak iparnya sedang berjalan menuju dapur.

The Girl between Boys (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang