Extra~1

246 9 3
                                    

Enjoy...

###

"Piringnya Nisa taruh meja makan dulu ya, Kak." tanpa menunggu Jawaban Dian, Nisa membawa beberapa piring ke meja makan dan menatanya.

Nisa sedang berada di dapur membantu Dian menyiapkan sarapan untuk para suami. Ya. Nisa sudah menikah dengan Hasan sekitar enam bulan yang lalu. Mereka akan tinggal di rumah Roni untuk sementara waktu sampai mereka pembangunan rumah mereka selesai seluruhnya.

Awalnya Nisa menolak dan lebih memilih tinggal bersama Widya dan Danu, orang tua Hasan. Namun Roni memaksanya dengan alasan terlalu jauh dari tempat Hasan bekerja. Selain itu ia juga ingin ada yang menemani Dian di rumah ketika ia pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan. Ia tidak mungkin meninggalkan istrinya sendirian di rumah dalam keadaan hamil dan kini menginjak usia kandungan tujuh bulan.

Karena tidak ingin menjadi pengangguran, Nisa memutuskan untuk bekerja di Indonata sebagai staf administrasi. Tentu saja Hasan melarangnya saat gadis itu meminta pendapatnya. Namun sifat keras kepala Nisa mengalahkan sikap protektif Hasan.

Selesai menata piring dan makanan di meja makan, Nisa dan Dian ke kamar masing-masing. Sampai di kamar, Nisa melihat suaminya sedang mengancingkan kemejanya dengan dasi tersampir di salah satu pundaknya. Ia menarik dasi itu dan membantu Hasan memasangnya di krah kemeja sang suami.

"Mas."

"Hmm?"

"Hari ini Rahma berangkat bareng Kak Roni aja, boleh ya?" tanya Nisa sambil tangannya sibuk memasang dasi suaminya, sementara Hasan yang baru saja selesai memasang kancing lengan kemejanya menatap istrinya heran sekaligus bingung.

"Biasanya kan kamu berangkat bareng Mas, Ma. Apa ada masalah?" tanya Hasan menyelidik.

"Ga ada." jawab Nisa santai sambil merapikan dasi yang sudah terpasang kemudian menatap suaminya dengan seyum manis. "Rahma cuma lagi pengen naik mobil sama Kak Roni aja."

"Jangan bilang kamu bosan semobil sama Mas." kata Hasan menatap curiga pada istrinya.

Nisa mengerutkan dahinya sekilas lalu tersenyum. "Mana mungkin Rahma bosen sama Mas." Nisa memeluk suaminya dan menempelkan pipinya di pundak Hasan. "Rahma seneng kok berangkat dan pulang kerja bareng Mas Hasan terus. Cuma hari ini aja boleh ya Mas, Rahma bareng Kak Roni. Sekali ini aja." bujuk Nisa.

Hasan perlahan melepaskan pelukan Nisa dan memandang istrinya dengan tatapan aneh lalu bertanya dengan hati-hati. "Apa kamu sedang hamil?"

Raut wajah Nisa berubah jadi sedih dengan kepala sedikit menunduk mendengar pertanyaan suaminya. Sudah enam bulan menikah ia masih belum ada tanda-tanda hamil. Sempat telat datang bulan tiga kali namun setelah dites dan periksa ke dokter kandungan hasilnya negatif. Rahimnya juga bersih. Tidak ada penyakit kista maupun myoma.

Hasan memegang kedua tangan Nisa dengan senyum simpul. "Kamu belum mendapatkan tamu bulananmu sampai hari ini. Kita coba periksa aja. Siapa tahu kali ini ada dedek bayi di sana."

Nisa memberengut. "Jangan membuat harapan untuk Rahma, Mas. Rahma udah tiga kali telat datang bulan dan bahkan yang terakhir telatnya sampai dua minggu juga hasilnya tetap negatif. Dan hari ini baru telat delapan hari. Rahma ga mau terlalu berharap. Rahma ga mau kecewa lagi dengan alasan yang sama." matanya sudah berkaca-kaca. Hasan yang tak kuasa melihatnya segera saja merengkuh gadis itu dalam pelukannya mencoba menenangkan.

"Ssst. Mas minta maaf." ucap Hasan tulus sambil mengelus punggung dan mengusap lembut rambut istrinya. "Mas ga akan membahas hal ini lagi kalau itu yang membuat kamu ga nyaman. Maafkan Mas, Ma."

Nisa menganggukkan kepalanya bersamaan dengan itu air matanya pun menetes.

***

"Kenapa di belakang?" tanya Roni heran saat melihat Nisa membuka pintu belakang mobilnya. Dian dan Hasan yang masih berdiri di depan pintu rumah pun ikut menautkan alis mereka.

The Girl between Boys (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang