Mulmed : Tiffany
Selamat pagi semua..
Selamat membaca
Enjoy...###
"Apa yang ingin kamu ketahui?" tanya Ray sambil menyodorkan minuman kemasan botol tanpa meninggalkan nada dinginnya. Ia mengajak Hasan ke sebuah taman yang tidak jauh dari gereja yang tadi ia kunjungi. Tak jauh juga dari rumah mereka.
Saat Ray mengajaknya ke taman, Hasan segera meminta Ferdi untuk pulang lebih dulu. Ia tidak ingin membuat temannya hanya menunggunya di mobil, sementara ia tidak tahu berapa lama ia akan berbincang dengan sahabat lamanya.
Saat menginjakkan kaki di taman, ia merasa tidak asing dengan suasana di sekitarnya. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling taman yang asing baginya, namun merasa familier dengan suasananya. Namun sebelum ia benar-benar menikmati suasana di taman yang kini sepi pengunjung karena hari sudah siang, Ray mengajaknya ke tengah-tengah taman yang terdapat beberapa kursi panjang. Mereka memilih duduk di sebuah kursi panjang yang menghadap ke arah kolam renang. Kolam renang ikan maksudnya.
"Ceritakan saja tentang Tiffany." jawab Hasan singkat sambil menerima minuman yang disodorkan oleh Ray.
"Apa yang sudah kamu ketahui?" Ray bertanya tanpa menatap sahabatnya. Ia membuka botol minumannya lalu meneguknya sedikit.
Hasan menghela nafas pelan sebelum menjawab pertanyaan Ray. "Aku berteman dengannya sejak masih kecil. Sejak kami masih bayi. Dan aku menganggapnya seperti adikku sendiri. Terlebih setelah adik perempuanku meninggal."
"Kami selalu sekolah di tempat yang sama. Sering sekelas. Kami sangat dekat. Itulah yang diceritakan oleh Kak Roni." ia menoleh pada Ray yang menatap kolam ikan dengan pandangan kosong. Ia pikir Ray tidak mendengar perkataannya.
"Hanya itu?" tanya Ray tanpa mengalihkan pandangannya dari kolam ikan.
"Tiffany pacaran dengan Rizal sejak awal tahun kedua kita kuliah." ucap Hasan dengan pandangan ke arah kolam ikan. "Tapi kami tetap dekat meskipun dia makin jarang main ke rumah."
Keduanya terdiam beberapa lama hanya memandang kolam ikan. Mereka hanyut dalam pikiran masing-masing. Hingga akhirnya Ray mulai membuka suaranya.
"Waktu masih TK kita memang satu sekolah." Ray berhenti sejenak memastikan orang yang duduk di sampingnya mendengar kalimat yang diucapkannya tanpa melihat orang tersebut.
"Tapi kita sama sekali tidak dekat. Kita bahkan sering bertengkar." Pandangan Ray menerawang jauh membayangkan apa yang ia ceritakan. Ia mendengus pelan. "Pertengkaran konyol anak kecil."
"Setahuku, kamu memang dekat dengan Fanny sejak kecil. Saat kelas dua SD, aku lupa tepatnya, adikmu meninggal dan kamu seminggu penuh tidak masuk sekolah. Setelah itu kamu hampir tidak pernah bergaul dengan teman lain selain Fanny. Tapi itu tidak berlangsung lama. Karena suatu hari aku membantu Fanny saat ia jatuh di taman dan lututnya terluka. Aku membawanya ke rumahku untuk mendapatkan pengobatan dari Bi Sarmi, salah satu pembantu di rumahku."
"Fanny menceritakan hal itu padamu. Dan tidak butuh banyak bicara, akhirnya kamu mau berteman denganku. Kamu bilang, aku sudah membantumu menjaga Fanny yang sudah kamu anggap seperti adik sendiri."
"Aku sebenarnya tidak tahu maksudmu. Kenapa kamu menganggap dia sebagai adikmu, padahal kita seumuran. Tapi aku tidak perduli dengan hal itu. Yang penting aku punya teman main yang belum pernah aku miliki sebelumnya."
"Hampir setiap hari kita bertiga selalu main bersama. Rumah kita juga terhitung dekat. Sehingga orang tua kita mengijinkan kita untuk main ke rumah masing-masing. Tapi lebih sering aku yang main ke rumahmu. Aku merasa lebih nyaman main di rumahmu, saat itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl between Boys (END)
Teen FictionAnnisa Rahma Al Azhar bertemu kembali dengan kekasihnya setelah sekian tahun berpisah tanpa ada kata perpisahan. Akankah dia bisa bersatu kembali dengan kekasihnya yang kini sama sekali tidak ingat padanya. Sementara kakaknya, Rizal Khalif Al Azhar...