Dua garis merah pada alat tes kehamilan menunjukkan bahwa Mikha memang positif mengandung. Mikha menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang ia lihat. Ia merasa sangat terharu. Tuhan begitu baik padanya sehingga memberikan kebahagiaan yang bertubi-tubi. Pertama ia mendapatkan suami yang sangat baik dan mencintainya, kedua ia mendapatkan penglihatan, ketiga ia mendapatkan calon bayi. Tidak sadar, air mata menetes di pelupuk mata indah Mikha. Ia berharap bahwa kebahagiaannya ini tidak pernah dirusak oleh apapun juga.
Mikha keluar dari kamar mandi dengan rasa haru memenuhi hatinya. Seakan tidak cukup rasa syukur yang ia ucapkan pada Tuhan. Ia tersenyum saat melihat suaminya tengah tertidur pulas di ranjang. Mikha naik ke atas ranjang dan memeluk Ara erat. Meskipun sudah mengecek melalui alat tes kehamilan, Mikha tetap tidak sabar menunggu hasil pasti dari dokter kandungan besok.
Esoknya, Ara mengantar Mikha ke dokter kandungan di rumah sakit Kyoto. Sepanjang perjalanan Mikha benar-benar tidak mau melewatkan sedikitpun apa yang ia lihat. Ternyata di balik kegelapan yang selama ini menyelimutinya menyimpan banyak hal-hal yang indah. Ia melihat jalanan yang dipenuhi dengan daun momiji yang berguguran menyisakan semburat jingga yang begitu indah. Ia melihat banyak anak kecil yang berlarian di taman kota. Ia melihat beberapa orang yang sibuk berangkat ke kantor. Ia juga melihat anak-anak muda yang akan berangkat ke sekolah. Semuanya indah dan mengesankan.
Kini Mikha dan Ara sudah berada di dalam ruangan seorang dokter kandungan. Dokter itu ramah, ia menyuruh Mikha untuk duduk di ranjang periksa dan mengoleskan gel di perut Mikha. Ara tetap menemani disamping Mikha. Hatinya berdebar menanti hasil dari USG. Dokter itu tersenyum saat melihat layar monitor.
"Lihat, ini adalah calon bayi kalian. Usianya baru 14 hari," dokter menjelaskan sambil menunjuk sebuah titik yang sangat kecil.
Mikha tidak bisa menahan air matanya lagi. Kini di dalam tubuhnya ada nyawa baru yang harus ia jaga. Ia melihat Ara yang juga meneteskan air mata. Jadi begini rasanya menjadi calon orangtua. Rasanya sungguh luar biasa. Dalam hati, Mikha berjanji akan menjaga anaknya dengan seluruh hidupnya. Dokter itu membersihkan gel di perut Mikha, mereka keluar dari ruang pemeriksaan.
"Saya akan memberikan beberapa vitamin. Dan saya harap kalian bisa menjaga kandungan ini baik-baik karena di usia awal kehamilan merupakan usia yang sangat rentan. Jangan sampai istri anda terlalu lemah dan mengerjakan pekerjaan yang berat. Perhatikan juga asupan gizi istri anda," Dokter itu memandang Ara, Ara mengangguk mengerti. Mereka keluar dari ruangan dokter dengan masing-masing perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
"Aku masih tidak mempercayai ini, Ara. Aku tidak percaya kita akan menjadi orangtua," Mikha tetap menangis saat mereka sudah berada di dalam mobil untuk kembali ke apartemen. "Aku takut tidak bisa menjadi orangtua yang baik, Ara."
"Singkirkan ketakutanmu itu. Aku yakin kita bisa menjadi orangtua yang baik untuk anak kita. Aku yakin kamu bisa menjadi ibu yang hebat," Ara menguatkan Mikha dengan menggenggam tangan Mikha. Mikha tersenyum sekilas, jika Ara sudah berkata seperti itu maka ia tidak akan takut lagi.
Saat tiba di apartemen, Ara menyuruh Mikha untuk istirahat. Ia benar-benar khawatir dengan kondisi Mikha sekarang. takut Mikha terlalu lelah dan akan berpengaruh pada kehamilannya. Kelihatan sangat berlebihan, tetapi ini merupakan masa kehamilan pertama dan Ara sama sekali tidak memiliki pengalaman sebelumnya. Mikha memilih untuk tidur di sifa saja. Ia merasa lebih nyaman tidur di sofa ruang tengah sambil menemani Ara yang ingin menonton TV. Ara melihat sekilas ke arah istrinya yang sudah tertidur pulas dengan cepat. Mungkin Mikha benar-benar kelelahan. Hari ini memang hari yang sangat menguras emosi, bukan emosi kemarahan atau kesedihan tapi justru kebahagiaan.
Ara mendekati istrinya yang terlelap. Mikha selalu saja cantik sejak ia pertama kali bertemu dengannya. Tidak salah jika ia bisa jatuh cinta pada pandangan pertama. Ara mendekatkan wajahnya pada wajah Mikha, kemudian ia mencium kening, hidung, dan terakhir bibir Mikha sekilas. Ara menarik selimut untuk menutupi tubuh Mikha agar tidak kedinginan. Hawa musim gugur memang terkadang bisa sejuk hingga dingin menusuk tulang, apalagi jika sudah malam hari. Ara tersenyum-senyum sendiri melihat Mikha. Tapi sedetik kemudian ia merasakan dadanya sangat sesak. Sampai kapan? Sampai kapan kebahagiaan ini akan bertahan? Jika ia bisa egois dan meminta Tuhan untuk memberikan kebahagiaan pada mereka selama-lamanya. Tapi kenyataannya ia tidak bisa egois. Ia yakin suatu hari nanti badai pasti datang. Dan saat itu tiba, ia tidak tau akan seperti apa hidupnya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Autumn's Amour
RomanceNO COPAS/REMAKE TANPA IJIN AUTHOR!!! BELUM REVISI EYD... ---------------------------- "Bukan keinginanku untuk terlahir buta. Namun aku sungguh beruntung karena memiliki suami yang begitu mencintaiku dengan segala kekurangan fisik yang aku miliki. D...