17. Hurt

7.6K 482 11
                                    


Reka POV

Sejak tiba di Jepang aku mulai berpikir keras bagaimana caraku bisa membagi waktu dengan Ara dan menemani Mikha. Arrgghh!! Rasanya kepalaku hampir pecah memikirkan banyak hal dalam satu waktu. Kadang aku ingin memberitahu Mikha tentang semua kebenarannya, tetapi rasa takut kehilangan wanita yang aku cintai sepertinya lebih besar.

Aku memutuskan untuk menutup semua ini rapat-rapat dan menunggu waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya pada Mikha. Atau jika memang Ara sudah sembuh nanti, maka biarlah ia yang menggantikan posisiku. Ahhh, bukan seperti itu, Mikha bukan barang yang bisa di oper seenak hati begitu saja.

Apalagi mengingat malam-malam panas sebagai suami-istri yang aku lalui dengan penuh cinta bersama Mikha. Meskipun aku tau segala cinta yang ia berikan bukan untukku, tetapi aku tetap merasa bahwa aku telah memilikinya. Aku bahkan ingin suatu hari nanti ia bisa mengandung anakku. Cinta buta ini memang membuat pikiranku melenceng dari yang seharusnya. Tetap saja aku adalah laki-laki brengsek yang sudah merebut perempuan yang seharusnya bukan milikku.

Memikirkan itu memang tidak akan ada habisnya. Akan memikirkan solusi hubunganku dengan Mikha nanti setelah kesembuhan Ara. Karena bagiku yang terpenting adalah kesembuhan kakakku itu. Aku beruntung karena ada Oscar yang ikut tinggal di apartemenku sehingga ia bisa menemani Mikha saat aku menjaga Ara. Dan ketika aku menemani Mikha, maka Oscar yang bergantian menjaga Ara.

Pagi itu aku melihat kondisi Ara sudah lumayan baik. Ia sudah bisa diajak bicara dengan lancar. Dan ia juga sudah bisa tersenyum walaupun kadang aku mendapati ia mengernyit ngeri melihat tubuhnya sendiri. Selama menjaganya, aku memang tidak memiliki banyak waktu untuk berbicara dari hati ke hati dengannya. Selama ini ia juga selalu diam seperti menyimpan bebannya sendiri. Mungkin kali ini adalah waktu yang tepat untuk bertanya padanya mengapa ia bisa dengan begitu tiba-tiba memaksa aku untuk menikahi kekasihnya.

"Ara, sampai saat ini aku tidak mengerti mengapa kamu meminta aku untuk menikahi kekasihmu," ucapku memancing pembicaraan. Ara saat itu sedang setengah duduk dengan selang oksigen masih menancap di hidungnya.

"Mikha bukan kekasihku. Aku dan dia hanya berteman," Ara berujar santai. Bahkan ia sempat menarik sudut bibirnya membentuk senyuman.

"Tapi bukankah kamu mencintainya?" cecarku. Aku harus mengorek informasi dengan detail dan sampai ke akar-akarnya jika itu diperlukan.

Ara menggeleng pelan. "Tidak, Reka. Aku memang tertarik padanya. Bagiku dia adalah perempuan yang sangat tangguh dan mandiri walaupun dia mempunyai kekurangan, itu yang membuat aku mengaguminya. Mungkin aku sempat berpikir bahwa aku jatuh cinta pada pandangan pertama, tapi jika aku pikir-pikir lagi sepertinya tidak. Dihatiku sudah penuh dengan Naoki." Ara menjelaskan.

Sementara aku hanya diam tidak percaya. Bagaimana mungkin Ara tidak memiliki perasaan pada Mikha padahal aku tau bahwa binar di matanya selalu menunjukkan bahwa ia sangat mencintai Mikha. Tidak, pasti Ara berbohong dan hanya ingin menyenangkan hatiku saja.

"Tapi bukankah malam itu... malam saat kamu menyuruhku untuk melmar Mikha, kamu mengatakan bahwa kamu memang sudah ada rencana untuk melamarnya dan kamu memintaku untuk menggantikan posisimu? Menurutku, penjelasanmu tadi sangat tidak masuk akal. Ara."

"Aku tidak pernah berniat melamarnya."

Taaarrr!!!

Suara petir menyambar-nyambar di telingaku. Aku menggeleng perlahan. Apakah selama ini Ara memang menjebakku dan sengaja mendorongku ke dalam lubang kebohongan yang semakin lama akan semakin besar?

Autumn's AmourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang