13. Messed Up!

6.7K 477 12
                                    


Hari mulai gelap menandakan bahwa malam telah tiba dan sang mentari sudah kembali ke peraduannya. Mikha secara terus-menerus melihat jam dinding. Mengapa Ara belum tiba juga? Padahal pria itu sudah berjanji hanya akan keluar sebentar. Kecemasan mulai melanda hati Mikha. Apa yang sedang dilakukan oleh laki-laki itu? Dimana ia sekarang? Ah, padahal baru tadi Ara meninggalkannya, tapi mengapa hatinya sudah tak karuan begini?

Mikha menatap makan malam yang sudah ia siapkan sejak tadi. Ia takut masakannya sudah dingin jika Ara tiba. Mikha berjalan mondar-mandir di depan pintu, berharap bel pintu cepat berbunyi sehingga ia bisa menyambut Ara. Memang Magda tidak pernah membiarkan pintu terbuka karena mengingat mereka perempuan dan hanya tingga berdua di daerah yang cukup sepi dan rawan kejahatan.

Waktu terus bergulir detik demi detik. Tidak ada tanda-tanda bahwa Ara akan kembali. Sedangkan hari semakin larut. Tidak tau mengapa, tangan Mikha berkeringat dingin ia seperti merasakan firasat yang tidak baik.

Bagaimana jika Ara kecelakaan? Bagaimana jika ada orang jahat yang merampok Ara? ahh, terlalu berlebihan mungkin, tapi memang rasanya seperti sudah ribuan tahun menunggu lelakinya itu kembali pulang.

"Mikha, lebih baik kamu duduk saja sambil menunggu. Jangan mondar-mandir seperti itu. Jaga kesehatanmu dan bayi dalam kandunganmu," Magda mengingatkan sambil menyentuh kedua bahu anaknya.

"Bu, mengapa Ara belum kembali? Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi padanya?" sorot mata Mikha menampakkan kekhawatiran yang amat kental.

Magda mengelus-elus rambut anaknya lembut, "Ara sudah dewasa, Mikha. Ia pasti bisa jaga diri. Mungkin memang bulan madu membuat pekerjaannya menumpuk sehingga ia lembur."

"Tapi apa yang ia lakukan sampai selarut ini, Bu? Ia seorang fotografer, tidak mungkin ia bekerja saat ini," Mikha menundukkan kepalanya. Ingin rasanya menangis, tetapi ia tidak ingin membuat Magda semakin sedih dengan melihat tangisannya.

"Mungkin ia memiliki pekerjaan lain atau urusan lain. Ibu mohon, Sayang, jangan berpikiran negatif. Apalagi kamu saat ini sedang mengandung anaknya. Nanti ia pasti pulang. Lebih baik kita makan dulu, ya?" Magda menuntun Mikha untuk duduk di kursi meja makan.

Saat Mikha baru saja duduk, tiba-tiba bel pintu berbunyi nyaring. Mikha tersentak dari tempatnya dan segera berlari menuju ruang depan. Dengan tergesa-gesa ia membuka pintu untuk memastikan bahwa lelakinya sudah kembali. Saat pintu terbuka, ia melihat Ara sedang berdiri dengan dandanan agak berantakan. Rambutnya acak-acakan dan wajahnya begitu pucat seperti orang sakit. Apa yang terjadi dengan suaminya?

Mikha segera memeluk Ara erat. Ia menumpahkan segala air matanya di bahu Ara, "kenapa baru kembali? Aku takut sekali. Aku takut kamu tidak akan pernah kembali lagi."

Ara balas memeluk Mikha tak kalah eratnya, "Maafkan aku, Sayang. Aku janji aku tidak akan meninggalkanmu lagi. Maafkan aku," ujar Ara yang sarat akan penyesalan.

Ara menuntun Mikha masuk ke dalam rumah. Ia kemudian memberi salam pada Magda.

"Makanlah. Kamu pasti belum sempat makan tadi," ujar Magda sambil mempersilahkan Ara duduk di meja makan. Mikha menyusul duduk disampingnya.

Suasana makan malam kali ini begitu hening. Mikha tidak tau apa yang terjadi. Tetapi Ara memang sudah berubah sejak beberapa hari yang lalu. Ia lebih suka diam dan melamun dan terkadang pikirannya seperti tidak ada pada tempatnya. Mikha berjanji dalam hatinya, mala mini semuanya harus diselesaikan. Ia sedikit tidak nyaman dengan keadaan Ara yang seperti ini. Sebagai seorang istri ia ingin sekali mengetahui beban apa yang ada dalam pikiran Ara. Ia ingin jadi istri Ara yang seutuhnya. Ia tidak ingin Ara menyembunyikan apa-apa atau tertutup padanya. Hubungan yang dilandasi ketertutupan tidak akan bisa berakhir dengan baik. Dan itu yang ingin diselesaikan oleh Mikha.

Autumn's AmourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang