Kyoto, 6 tahun kemudian...
Reka meletakkan kameranya di atas tiang pendek di depan bangunan sebuah gereja dan menyeka sedikit peluh yang menetes di dahinya. Ini adalah akhir pekan dan seharusnya hari ini ia libur bekerja, tetapi ada salah satu rekannya yang menikah dan hanya mau jika Reka yang memotret jadi Reka tidak punya pilihan. Padahal hari ini ia berencana untuk menghabiskan waktu bersama dengan anak dan istrinya.
Sudah hampir lima tahun mereka menetap di Jepang dan jarang sekali pulang ke Jakarta. Mungkin hanya setahun sekali, itu pun untuk bertemu dengan Naoki dan Oscar. Terkadang Mikha suka merindukan mereka dan memaksa Reka untuk pulang ke Indonesia. Tapi untuk saat ini Reka mungkin tidak akan mengijinkan Mikha untuk kembali ke Jakarta. Saat ini Mikha harus butuh banyak istirahat.
"Papa!" suara seorang bocah perempuan kecil membuat Reka mencari-cari sumber suaranya. Ia melihat seorang anak perempuan dengan rambut panjang hitamnya yang berlari riang ke arahnya.
Reka tersenyum lebar dan merentangkan kedua tangan untuk menyambut putri kecilnya ke dalam pelukannya. "Hai sayang, mengapa datang kesini? Bukannya papa bilang nanti papa yang akan menjemput kalian?"
"Tapi aku sudah rindu dengan papa," kata Ara dengan nada manja.
Reka melihat Mikha berjalan mendekat dengan memegang perutnya yang sudah membesar. Reka memanyunkan bibirnya dan memandang Mikha dengan sebal. "Sudah aku bilang ibu hamil itu harus banyak istirahat. Tetapi kamu justru memaksakan diri untuk menjemputku?"
"Bagaimana lagi, dari tadi Ara rewel ingin melihat papanya." Mikha hanya tersenyum simpul tetapi menyiratkan banyak arti.
"Ara yang rewel atau memang kamu yang tidak bisa lama-lama berpisah denganku?" goda Reka sambil membawa Mikha ke dalam gendongannya.
"Dua-duanya. Mungkin bawaan hamil juga, ya?"
Sejak Mikha mengandung anak kedua mereka memang Mikha lebih sering uring-uringan saat Reka tidak berada di dekatnya atau saat Reka sedang bekerja dan harus pulang malam. Mikha yang sekarang memang sedikit berbeda dengan Mikha yang dulu lebih banyak diam dan malu. Mikha yang sekarang lebih terbuka dan ia akan mengungkapkan isi hatinya secara terang-terangan.
"Sayang, hari ini aku mau jalan-jalan," ungkap Mikha.
"Kamu sudah hamil besar dan aku tidak mau kandunganmu kenapa-kenapa. Lebih baik kita menikmati waktu kita di dalam rumah saja," putus Reka sambil menggeleng pasti.
Tanpa Reka sadari, mata Mikha memberi kode pada Ara agar Aram au merayu Reka untuk pergi jalan-jalan.
"Pa, aku juga mau jalan-jalan. Sudah lama kita tidak keluar bersama kan? Lagi pula hawa saat ini cukup sejuk untuk menikmati waktu di luar rumah."
"Baik, kita akan pergi ke Maruyama Park."
"Again?! Tidak! Aku tidak mau, Pa! Aku sudah bosan pergi kesana. Aku mau kita ke Arashiyama!" teriak Ara yang merajuk sambil menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
"Again?! Kita sudah berkali-kali kesana, sayang. Tidak, papa tidak mau. Itu terlalu jauh untuk mama yang sedang hamil," timpal Reka tidak mau kalah dengan putri kecilnya.
Ara cemberut dan matanya menoleh pada Mikha. Mikha hanya tersenyum kikuk. Tidak tahu bagaimana lagi cara merayu Reka agar mau mengajak mereka jalan-jalan hari ini. Reka memang terlalu protektif pada kehamilan Mikha. Seandainya saja saat ini Mikha tidak hamil, mungkin Reka akan dengan senang hati mengajak mereka kemana pun mereka ingin pergi.
"Ini masih pagi, dan sepertinya kita punya banyak waktu untuk pergi ke tempat yang agak jauh." Mikha akhirnya angkat bicara.
Reka menarik napas dalam. Sepertinya kali ini ia harus mengalah dengan dua perempuan yang paling ia cintai dan menjadi pusat dunianya. "Ya, ya, baiklah hari ini kita jalan-jalan. Tapi aku yang akan menentukan kemana kita pergi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Autumn's Amour
RomanceNO COPAS/REMAKE TANPA IJIN AUTHOR!!! BELUM REVISI EYD... ---------------------------- "Bukan keinginanku untuk terlahir buta. Namun aku sungguh beruntung karena memiliki suami yang begitu mencintaiku dengan segala kekurangan fisik yang aku miliki. D...