22. Conscience

7.5K 488 19
                                    

Baca part ini sambil dengerin mulmed ya..

Selamat ber-baper-ria...

Happy reading ^^

___________________

Sudah satu bulan berlalu sejak kejadian itu, dan bagi Mikha rasanya seperti seabad. Dulu ia berpikir bahwa lari adalah satu-satunya cara untuk melupakan sakit hati. Pergi menjauh bisa menambal lubang-lubang di hati yang kian menganga. Namun, semakin lama waktu yang membentangkan jarak, maka semakin hatinya berlubang bahkan bernanah.

Setiap hari, hanya Reka yang ada di pikirannya. Wajah lelaki itu tak pernah luput dari kepalanya. Terkadang ingin menghindari segala hal yang berbau Reka, namun justru itu semakin membuat dirinya kacau. Hormon kehamilannya membuat Mikha benar-benar ingin bertemu dengan Reka, ayah dari bayi yang dikandungnya. Namun ego masih mampu menguasai hati nurani. Ia enggan mencari dan juga enggan untuk kembali. Lalu? Ya, disinilah ia sekarang. di sebuah desa yang cukup terpencil. Mencoba memulai hidup baru dengan berpura-pura kuat untuk melupakan Reka dan segala kenangan mereka berdua.

Apakah aku mulai mencintai laki-laki itu? Tidak, aku tidak mencintainya. Sejak awal, cintaku hanya tertuju untuk Ara. Dan selamanya akan begitu. Aku memikirkan Reka karena sejak awal aku mengira dia itu adalah Ara, Mikha berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

Ia memegang perutnya yang mulai membesar. Hanya janin ini satu-satunya pelipur laranya. Hanya bayi ini yang mungkin akan ia pertahankan dan perjuangkan hingga lahir nanti, meskipun tanpa kehadiran sosok seorang Ayah. Mikha menggigit bibirnya perih. Mengapa dadanya terasa sangat sesak? Bagaimana jika memang nanti ia harus menjadi ayah sekaligus ibu untuk anaknya?

Mikha mencoba mengalihkan pikirannya dengan pekerjaan yang sudah ia tekuni selama sebulan ini. Membuat toko kue kecil-kecilan di depan rumah kontrakannya. Sementara Magda membuka warung makan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Meskipun hanya usaha kecil, tetapi cukup menjanjikan dan memiliki prospek yang besar untuk berkembang. Karena di desa seperti ini, saingan masih sangat jarang.

"Apakah hari ini kamu sudah meminum vitaminmu?" Magda yang baru saja selesai meletakkan masakan yang sudah matang di dalam etalase menghampiri Mikha yang sedang menata kue-kuenya.

"Sudah, Bu. Aku tidak pernah lupa minum vitamin untuk kesehatan bayiku," jawab Mikha sambil tersenyum. Seandainya Reka yang memperhatikannya saat ini ia pasti sudah sangat bahagi...ahh, kenapa memikirkan laki-laki pembohong itu lagi?!

"Baguslah kalau begitu. Hmm... Mikha, apa tidak sebaiknya kamu membicarakan masalahmu baik-baik dengan Reka?" pertanyaan Magda yang tiba-tiba itu membuat Mikha menegang seketika.

"Apa maksud Ibu?" tanya Mikha berusaha menyembunyikan getaran pada suaranya.

"Ibu sudah tua, Nak. Ibu takut tidak bisa menjagamu terus-menerus. Terutama menjaga cucu Ibu jika nanti ia tumbuh besar. Ibu yakin, akan sulit buatmu jika mengurus anak sekaligus bekerja seorang diri. Apalagi seharusnya di usia kandunganmu sekarang kamu tidak terlalu memporsir dirimu untuk bekerja terlalu berat. Kadang Ibu kasihan melihat kamu harus membuat adonan kue saat tengah malam. Kurang tidur, dan paginya harus bekerja. Jadi, apa sebaiknya kamu mempertimbangkan lagi hubunganmu dengan Reka? Lagipula jika ibu pikir, ia adalah suami yang bertanggung jawab dan pastinya sangat mencintaimu."

Mikha menghela nafas berat. "Masalah pekerjaan nanti aku pikirkan lagi, Bu. Aku hanya tidak ingin terlalu bergantung pada Ibu. Bagaimanapun aku sudah dewasa. Aku sudah bisa melihat. Dan aku sudah bisa bekerja. Aku tidak mau terlalu merepotkan Ibu hanya untuk menafkahi aku dan anakku. Hmm.. masalah hubunganku dengan Reka, mungkin memang ini jalan yang paling baik. Lagipula darimana Ibu tahu dia mencintaiku? Dia saja menikahiku atas paksaan kakaknya."

Autumn's AmourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang